Pages

Mengenang Kepahlawanan dan Keteladanan KI HADJAR DEWANTARA (3)


(S. Iman Soedijat : Murid yang sangat dekat dengan KHD). Dari luar keadaan rumah itu kelihat asri dengan tumbuhnya beberapa pohon dan kembang yang menghiasi di halaman depannya. Sepintas menengok dari kejauhan, rimah itu terlihat tidak begitu besar. Setelah mulai masuk ke halaman depan, ada sebuah garasi yang berisi mobil bercorak lama dan tampak tertutup dengan terpal. Di depan pintu yang menyamping terlihat bel panggilan untuk tamu yang berkunjung. Setelah tiga kali memencet bel, seorang wanita setengah tua keluar lewat garasi. ”ada apa mas?” sahutnya. Nyi Iman Sudijat ada gak mbak? Saya dari mahasiswa Univesitas Sarjanawiyata Tamansiswa dan sekaligus dari kru Aspiratif UST?” sambil menimpali pertanyaan perempuan itu tadi. ”oh tunggu sebentar ya, ibu lagi mandi”. Setelah dipersilahkan masuk dan duduk menunggu, kira-kira sekitar lima belas menit berlalu, tampak seorang wanita yang sudah tua berjalan mendekat. ”oh mas yang tadi ya” sahutnya. ”iya nyi” sambil membalas ucapannya dan berjabat tangan. ”tunggu sebentar ya” perempuan mengisyaratkan untuk berganti pakaian.
Sementra perempuan tua itu berganti pakaian, disekeliling rumah tersebut terpampang beberapa lukisan dari orang-orang besar negara ini. Terpajang dari pada founding father pendiri bangsa dan tanah air Indonesia. Tepat di depan tampak poster besar yang bertuliskan “Aku tidak memikirkan benda-benda dunia ini seperti uang. Hanya orang-orang yang tidak pernah menghirup apinya nasionalisme yang dapat melibatkan dirinya dalam soal-soal biasa seperti itu. Kemerdekaan adalah makanan hidupku. Ideologi dan Idealisme adalah makanan untuk jiwaku. Aku sendiri hidup dalam kekurangan. Akan tetapi apa salahnya? Mendayungkan partaiku dan rakyatku secara bersama-sama ke pulau harapan, untuk itulah aku hidup”. Demikian tulisan yang terpampang langsung di dalam gambarnya panglima besar revolusi dan presiden pertama RI Ir Soekarno. Berhadapan dengan sedikit agak miring kesamping, juga terlihat posternya pahlawan perempuan Indonesia. Perempuan yang terkenal emansipasi wanitanya. Iya, dialah R.A Kartini. Di disamping itu, terlihat sepasang poster pahlawan sekaligus kebaggan perempuan tua tadi yang terpajang besar. Dialah yang semasa hidupnya selalu menderita guna memperjuangkan Indonesia supaya bisa terlepas dari penjajahan kolonial. Sepasang kekasih yang kemudian menjadi sepasang suami istri. Ki Hadjar Dewantara dan istrinya Nyi Hadjar Dewantara. Itulah sosok kebaggaan bagi perempuan tua yang bernama Nyi Iman Sudijat. Perempuan itu merupakan murid langsung yang menerima pelajaran secara langsung dari Ki dan Nyi Hadjar Dewantara. Sang pahlawan pendidikan, politikus, sejarahwan dan seniman besar bangsa ini.
Setelah agak beberapa lama, Nyi Iman (panggilan biasanya) keluar dari kamarnya dengan pakaian yang sangat rapi dan terkesan biasa-biasa saja. Sapa hangat beliau dan untaian tangan tanda salam selalu tercipta dari perilaku kehidupan sehari-harinya dalam menyambut seseorang. Badannyapun walaupun sudah tua, masih tampak segar. Apalagi ketika beliau sehabis mandi. Dengan ramah dan sopan juga, beliau mulai bercerita. Bercerita keadaan dimana beliau mengenal Ki Hadjar Dewantara dan bagaimana Ki Hadjar mengajar anak didiknya. Seperti dikisahkannya bahwa beliau dan keluarganya begitu dekat dengan sosok Ki Hadjar Dewantara (KHD). Beliau mengenal KHD itu semenjak beliau maguru di taman guru tahun 1937-1939. mengenai sosok dari Ki Hadjar sendiri beliau mendeskripsikan bahwa secara ukuran fisik tidak begitu kekar dan orang terlihat kurus seperti biasanya. Tapi dibalik kurusnya itu, tersimpan segudang ilmu dan perjuangan untuk mencapai Indonesia merdeka. Dikisahkan lebih lanjut sewaktu beliau masih menjadi murid dari Ki Hadjar dalam satu kelas ada sekitar 35 murid yang terdiri dari 30 orang pria dan 5 orang laki-laki. Didalam kelas, Ki Hadjar mengajarkan 3 mata pelajaran yaitu pedagogik, psikologi dan kesenian akan musik baik barat maupun musik dari timur. Jikalau Ki Hadjar sudah masuk kedalam kelas semua murid diam dan menyimak semua. Didalam mengajar, menurut Nyi Iman, KHD terlihat sangat menarik dan menyenangkan. Semua pelajaran yang suit bisa disampaikan dengan halus sehingga bisa dicerna dengan gampang oleh para murid. Para murid lanjutnya sangat ditanamkan dengan jiwa merdeka, kebangsaan, nilai-nilai luhur kehidupan dan semua yang sesuai dengan kehidupan bangsa ini, bukan berjiwa budak.
’Bahkan dahulu pernah ada tamu seorang pejabat tinggi belanda. Tamu itu melihat ruangan dan kelas-kelas yang ada, kemudian dia bertanya kepada KHD mengapa dia memasang gambarnya Pangeran Diponegoro, sedangkan dia adalah pemberontak. Kenapa tidak memasang gambarnya Wilem de Zwijger?” ungkap nyi iman menirukan situasi saat itu. Dengan sangat santai, beliau melanjutkan bahwa ki hadjar menjawab pertanyaan sang belanda itu secara tenang. ”bagi anda (bangsa belanda) pangeran diponegoro adalah seorang pemberontak, tetapi bagi kami bangsa indonesia, beliau adalah seorang pahlawan. Wilem de Zwijger bagi anda bangsa belanda adalah seorang pahlawan, tapi bagi kami bangsa indonesia, dia bukan apa-apa” ungkapnya melanjutkan. Tidak hanya itu menurut Nyi Iman. Pernah sewaktu lain disaat Ki hadjar ditawan oleh belanda, beliau (KHD) juga kasih pertanyaan. Menurutnya, waktu itu KHD ditanya tentang kegiatan yang disaksikan oleh belanda yang melihat kearah tamansiswa. ”setiap malam, pemuda-pemuda/gerilyawan itu membuat onar disini. Saya lihat, mereka itu semua keluar dari halaman tamansiswa. Bagaimana caranya agar supaya mereka tidak membuat gaduh” nyi Iman menirukan. ” oh itu mudah tuan. Silahkan tuan-tuan pergi dari sini. Mereka pasti akan menghentikan aktivitasnya” lanjut nyi Iman menirukan jawaban dari KHD.
Hal itulah yang membuat Nyi Iman semakin takjub dengan kepribadian dari sosok KHD. Diapun juga menggambarkan KHD walaupun kecil tapi punya semangat besar. Apalagi ketika KHD menetang secara tegas aktivitas yag akan dilakukan belanda dengan mengadakan perayaan besar-besaran peringatan akan seratus tahunnya mereka bebas dari penjajahan prancis. kHD menilai ini tidak layak dan sangat tidak boleh dilakukan dibangsa ini, apalhi kalau dananya diambil paksa dari rakyat Indonesia yang saat itu dalam keadaan terjajah. Maka dengan itu KHD, menurut Iman Sudijat, menerbitkan tulisan dengan judul Als Ik Eens Nederlander Was (seandainya aku seorang belanda). Masih menurut Nyi Iman, akibat daripada tulisan itu, kolonial belanda merasa gusar dan terpaksa menangkap KHD. Oleh karena KHD ditangkap, temannya yang tergabung dalam tiga serangkai Dr. Ciptomangunkusumo juga membuat tulisan dengan judul ”kekuatan atau ketakutan” yang intinya juga menentang akan aktivitas belanda yang ingin dilaksanakan dan proses penangkapan KHD yang melibatkan seribu lebih personil bersenjata lengkap dari pihak belanda. Maka dari tulisan itu pula Dr. Cipto juga ditangkap oleh pihak belanda. Setelah pulang dari lawatannya ke eropa, Douwes Dekker-DD (Dr. Setyabudi) pulang ke tanah air. Dan ketika melihat teman-temannya ditangkap, dia juga membuat tulisan yang isinya menganggap KHD dan DD sang pahlawan. Merasa gusar juga dengan tuisan yang dibuat DD, akhirnya beliau juga ditangkap. Demikian juga yang diungkapkan oleh Nyi Iman diusianya yang semakin senja itu. Lanjutnya, di sidang terakhir di pengadilan Kolonial di bandung pada Agustus 1913, dimana penjatuhan vonis terhadap KHD, DD, Cipto M, pangeran Suryaningrat memerlukan hadir, diderekke oleh manantunya Ray Soelartinah Soeryaningrat. Semula putusan itu berbunyi : KHD di interneer ke pulau bangka, Cipto M di interneer ke Bandaneira dan DD ke timur Kupang. Atas kesepakatan mereka bertiga, lanjutnya, vonis dirubah menjadi externering (pengasingan diluar Indonesia) ke Nederland Belanda. Begitu palu diketuk, KHD bangkit dan menemui ayahnya untuk mohon doa restu. Sang ayahnya menurut Nyi iman memberikan salam dan berkata ”aku bangga atas perjuanganmu. Teruskan itu. Ingat, ksatria tak akan menjilat ludahnya kembali”. Kemudian KHD menemui istrinya. Sang istri memberi salam dan berucap ” tenangkan hatimu, god zij met jou” dan KHD menjawabnya dengan semangat ”Neen, god zij met ons”.
Setelah putusan itu, KHD menjalani hukuman buang ke negeri belanda selama empat tahun. Dan pada tahun 1917, masa hukuman KHD berakhir. Tapi beliau tidak segera pulang ketanah air karena terbentur masalah biaya transportasinya. Baru pada tahun 1919 beliau akhirnya bisa pulang ketanah air setelah berhasil mengumpiulkan tulisan lewat keahliannya dalam menulis artikel yang tidak hanya diterbitkan di media belanda, tapi juga di terbitkan di media-media Indonesia. Itulah kegigihannya KHD yang menurut Nyi Iman yang susah ditiru oleh orang lain. Padahal pada waktu itu kalau hanya untuk mengumpulkan uang, teman-temannya yang merasa sepenanggungan mengumpulkan uang untuk biaya pulang KHD dan istri serta dua orang anaknya sebesar 3.000 gulden. Tapi KHD menolaknya dengan halus dan mengatakan bahwasannya ia mau pulang ketanah air dengan hasil keringatnya sendiri.
Ceritera-ceritera mengenai KHD pada Aspiratif, akhirnya sampai pada akhir hayat sang pahlawan. Di mana Nyi Iman kembali mengingat bagaimana pesan KHD di akhir hayatnya. Terutama pesan pada sang istrinya Nyi Hadjar Dewantara. ” Jika nanti datang waktunya Tuhan memanggil saya, pada detik-detik terakhir bisikkanlah ditelingaku kata aan waarden. Saya ingin disembahyangkan oleh Hamka”. Ternyata dua pesan tersebut, menurut Nyi Iman, dapat terlaksana dengan baik. Sampai pada suatu sore, Iman Sudijat (suami dari Nyi Iman Sudijat) ditimbali ke padepokan KHD. Nyi iman pun juga ikut. Dan ternyata Iman Sudijat disuruh membaca Surat Yassin, didekat tempat tidur dimana KHD sudah terbaring dalam keadaan sakit. Samapi ayat yang berbunyai ”salamun chaolam mirrobi rochim” diucapkan KHD sebanyak tiga kali. Inilah yang menurut Nyi Iman bahwa KHD hapal akan urutan ayat-ayat dalam surat yassin itu. ”Kemudian KHD ngendika dengan suara yang agak lemah-”KETRIMA BANGET YA SOEDIJAT. SAIKI SAWANGEN BATUKKU”. Dengan gemetar pak Dijat melakukan itu” ungkap Nyi Iman. Kemudian, dua hari setelah itu, tepatnya 26 April 1959, KHD melepaskan nyawa dengan tenang menghadap sang ilahi dengan tenang. Itulah KHD tetaplah KHD ungkap Nyi Iman. Sulit untuk mencari bandingnya. Yang ditinggalkannya bukan harta benda yang melimpah, namun butir-butir mutiara ajaran hidup, amal perjuangan kemanusiaan demi kesalam bahagiaan bangsa dan negara inilah warisan yang paling berharga yang ditinggalkannya. Diakhir kunjungan itu, beliau yang usianya sudah memasuki kesenjaan inipun juga berharap dengan diperingatinya hari Ulang Tahun Ke 86 Tamansiswa kali ini, agar tamansiswa dikembalikan ke jati dirinya semula. Itu agar gaung dan manfaat dari ajaran luhur KHD bisa dimanfaatkan dalam kehidupan masyarakat.
Menjelang pukul lima sore, akhirnya ceritera-ceritera itu berakhir dan Aspiratif berpamitan pulang pada Nyi Iman. Ucapan salam selalu teriring dibibirnya seperti beliau menyambut Aspiratif diawal kunjungan. Begitupun ketika Aspiratif meninggalkan kediamannya yang berlokasi di jalan Teratai nomer 17 itu. Inilah salah satu ajaran KHD yang menganggap kesopan santunan dalam bermasyarakat itu sangat penting agar terjalin keharmonisan sesama umat. Sudah selayaknya tradisi yang masih relevan seperti itu selalu dijaga dan dilestarikan. Dengan dijunjungnya budaya seperti itu, niscaya dari tamansiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya benar-benar dapat menciptakan manusia yang tertib damai salam bahagia sesuai tradisi Indonesia. Memang KHD tidak bisa hidup lagi, tapi jiwa dan semangatnya akan selalu hidup dalam hati setiap orang yang menghargai jasa-jasanya. Semua orang, khususnya orang tamansiswa harus meneladani prinsip-prinsip seperti Ki Hadjar Dewantara.

Melki AS

0 komentar:

Posting Komentar

Featured

 

BIDADARI KECILKU

BIDADARI KECILKU

EKSPRESI

EKSPRESI

Once Time Ago

Once Time Ago

Aspiratif CyberMedia Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template