Pages

Bung Karno Seniman Teater


Soekarno remaja menyumpal dadanya dengan dua potong roti manis. Nah, sekarang dua potong roti itu disulapnya menjadi payudara palsu yang nemplok di dadanya. Dengan bedak, lipstick dan gaun yang dikenakannya, sekarang dirinya tampak bak gadis jelita. “Untung saja di adegan itu aku tidak perlu mencium laki-laki”, kenang Bung Karno.

Masih lekat di ingatannya tentang pentas tonil yang sering diadakannya dengan teman sekolahnya. Di jaman itu belum banyak perempuan yang bersekolah. Karena itu Soekarno remaja sering terpilih memerankan wanita di setiap pentas tonil. Itu karena wajah remajanya yang karena begitu tampannya, hingga terkesan ayu seperti perempuan.
Dari serangkaian pertunjukan di panggung tonil itu, Soekarno remaja termotivasi oleh komentar-komentar bahwa dia punya bakat untuk tampil di depan umum. Dari situlah titik tolak mulainya tumbuh rasa percaya dirinya untuk meyakinkan massa melalui pidato-pidatonya. Setelah pertunjukan tonil itu, dia mulai berani tampil dengan pidatonya yang pertama di depan sebuah studie-club. Ketika itu usianya masih 16 tahun.

Oh ya, bagaimana nasib roti manis yang disumpal di dadanya tadi? Soekarno ABG tidak mau membuang-buang uangnya begitu saja hanya untuk sebuah...eh dua buah payudara palsu. Jadi begitu pentas usai, dia tak perlu menunggu lama-lama. Roti itu langsung disikatnya ludes.

Bung Karno memang bukan cuma seorang pemikir dan negarawan. Dia juga dikenal sebagai seniman. Kita sudah banyak mendengar bakat lukis Soekarno. Kesenimanan Soekarno yang lain juga tampak di bidang teater. Bukan cuma sekedar pemain tonil. Bung Karno juga beberapa kali menjadi sutradara drama dan punya perkumpulan sandiwara.

Selain itu tercatat sejumlah naskah drama yang telah ditulisnya. Di pengasingannya di Ende dan Bengkulu, Bung Karno menulis beberapa naskah dan mementaskan pertunjukan drama. Dia tidak saja bertindak sebagai penulis naskah, tapi juga sebagai sutradara, memilih dan melatih pemain, mendekorasi panggung, sekaligus sebagai manajer dan marketing pertunjukan itu.

Penulisan naskah dan pertunjukan tonil yang diolahnya itu bukan sekedar untuk mengisi waktu luang karena hidup sebagai tahanan. Tapi memang Soekarno selalu berusaha menularkan ide-ide perjuangannya kepada rakyat, di manapun dia berada. Ide-ide kemerdekaan dan kepahlawanan itu ditularkannya melalui simbolisasi cerita-cerita dan pertunjukan tonil yang dipentaskannya.
Ketika Soekarno dibuang di Ende Flores, di jaman itu belum ada bioskop. Sehingga pertunjukan tonil Soekarno yang diadakan di pastoran di paroki Santa Maria Imaculata selalu dipadati pengunjung. Nama grup teater Bung Karno itu diberi nama oleh Ibu Inggit. Namanya toneel-club Kelimutu. Ibu Inggit memberi nama itu sesuai dengan nama danau tiga warna di Flores, danau Kelimutu. Karena Ibu Inggit sangat sering mengunjungi danau itu dengan Ratna Djuami, anak angkatnya bersama Asmara Hadi, guru bahasa Inggris Ratna (kelak menjadi suami Ratna Djuami).
Patut dicatat, Soekarno leluasa mengadakan pertunjukan di paroki yang berada satu kompleks dengan gereja Katolik itu, tak terlepas dari jasa seorang pastor Belanda, yaitu Pastor Huijtink. Dengan pastor ini Bung Karno bisa menghilangkan rasa frustrasinya selama berada di pengasingan. Sebelum diasingkan dia memang biasa berdebat dengan lawan diskusi sepadan, yaitu dengan para pemikir dan pemimpin perjuangan.

Tapi setelah di Ende, dia kehilangan teman-teman berdiskusi. Padahal diskusi selalu dibutuhkannya untuk tetap mengasah ide dan pemikirannya. Nah, dengan pastor Huijtink yang dinilainya bisa mengimbanginya itu, Bung Karno ketemu lawan diskusi yang gayeng.

Ada yang mencengangkan dari salah satu naskah tonil Bung Karno. Di satu naskah drama bertitel 1945 yang ditulisnya, Bung Karno seakan punya indra keenam. Karena di naskah itu dia sudah menulis kisah tentang Indonesia merdeka Agustus 1945. Padahal naskah itu ditulis sekitar tahun 1930-an.

Mimpi Soekarno tentang kemerdekaan tampaknya sudah menjadi obsesi di alam bawah sadarnya. Sebuah mimpi mulia yang tidak berhenti diperjuangkan, pada dasarnya adalah sebuah doa. Dan doa yang dilandasi tujuan luhur, dipercaya oleh setiap orang beriman, akan membuat doa itu terkabul.

Biarpun tumbuh sebagai Islam abangan, tapi Bung Karno itu religius. Sayangnya di masa Orde Baru, ada usaha menggiring opini publik. Yaitu Soekarno dikonotasikan dengan segala yang berbau komunisme. Gagasannya tentang Nasakom dan paham Marxisme yang mewarnai pemikirannya telah secara naif dan hantam kromo diberi label “komunis”. Kalau sudah begini, orang menjadi takut ngomong tentang Bung Karno. Siapa yang berani melawan tangan besi Orde Baru kalau sudah terkena cap komunis? Cap ini terkenal sebagai senjata pembunuhan karakter paling ampuh di masa pemerintahan Orde Baru.
Salah satu naskah drama Bung Karno yang berisi obsesinya tentang kemerdekaan Indonesia, adalah naskah berjudul “Dokter Setan”. Naskah ini diilhami oleh film Frankestein yang ketika itu sedang ngetop. Kisah itu bercerita tentang Dokter Marzuki yang mampu membangkitkan mayat dengan menggunakan mesin. Mayat itu disimbolkan oleh Soekarno sebagai Indonesia yang sedang berusaha dibangkitkan dari mati surinya. Metafora yang cocok dengan apa yang diperjuangkannya.

Tercatat sebanyak 12 naskah drama yang dibuatnya selama masa pembuangannya di Ende. Naskah-naskah itu tergolong sebagai situs Bung Karno. Disayangkan belum ada pengelolaan yang baik terhadap situs Bung Karno. Karena delapan di antara naskah itu dinyatakan hilang. Di antaranya naskah Dokter Setan tadi. Naskah lainnya yang dinyatakan hilang yaitu, Rahasia Kelimutu, Rendo, Jula Gubi, KutKutbi, Anak Haram Jadah, Maha Iblis, Aero Dinamit.

Di pembuangannya di Bengkulu, Bung Karno juga mendirikan perkumpulan sandiwara Monte Carlo. Sampai sekarang di bekas rumah pengasingan Bung Karno di Bengkulu masih bisa dilihat lemari berisi beberapa properti perkumpulan tonil peninggalan Bung Karno, misalnya layar panggung dan kostum pemain.
Bung Karno sangat serius mengelola perkumpulan sandiwaranya. Dia sangat memperhatikan semua unsur dramaturgi dalam setiap pertunjukannya. Setting, lighting, rias, kostum, bahkan pamflet yang bisa merangsang orang membeli karcis masuk, dibuatnya semenarik mungkin. Pernah juga ditulis, tentang bagaimana sebelum pentas Bung Karno mengarak para pemain tonil (juga pakai peran primadona) dengan mobil sewaan keliling kota, untuk membuat penonton semakin penasaran.

Dalam setiap naskahnya, selalu ada pesan moral yang ingin disampaikan Bung Karno. Misalnya dalam naskah “Rainbow”, yang disusunnya di Bengkulu. Di situ Bung Karno menekankan pentingnya suatu bangsa mempelajari sejarah agar bisa menata masa depan. Di kemudian hari kita mengenal ungkapan Bung Karno yang terkenal yaitu Jas Merah (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah).

Pemahaman Bung Karno tentang dramaturgi, sedikit banyak mempengaruhi caranya mempresentasikan diri di pentas politik. Dia sadar benar, bahwa lampu sorot mengarah padanya sebagai pemimpin bangsa. Karena itu dia tahu betul bagaimana memukau publik. Baik dari segi bobot pidato, mimik wajah, bahasa tubuh, semuanya mampu dipersembahkannya dengan brilyan.
Pemilihan kostumnya sebagai presiden (plus tongkat komando) adalah hasil rancangan Bung Karno sendiri. Walau bukan militer, busana bergaya militer menjadi pilihannya. Wajah terangkat, dada tegap, cara berbicara penuh percaya diri, semua yang ditampilkannya nampak bagai presentasi unsur-unsur dramaturgi. Semua itu terasa dengan sadar ditampilkannya untuk memberi citra “harga diri” sebagai bangsa yang merdeka. Sekaligus ingin mengikis habis mental rendah diri yang masih tertanam di jutaan rakyatnya.

Penampilannya secara keseluruhan seakan kompensasi dari kemarahannya yang melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana bangsanya ditindas dan dihisap oleh kolonialisme selama ratusan tahun dan akhirnya menjadi lembek seperti “bangsa tempe” (ini istilah Bung Karno sendiri).
Penampilan Bung Karno di panggung politik semakin memukau juga karena ditunjang bakat alamnya. Yaitu kharismanya, kejeniusan- nya, bakat kepemimpi- nan disertai semangat perjuangan membara yang tampak dari sinar matanya bagai api menyala-nyala. Sinar matanya mampu menyihir jutaan rakyat untuk bangkit menolak penindasan kolonialisme.

Jangan sekal-kali melupakan sejarah, kata Bung Karno. Karena itu sangat sayang jika naskah-naskah drama Bung Karno yang bernilai historis tinggi terkesan kurang dipublikasikan ke generasi muda. Naskah drama import, Macbeth dan King Lear karya William Shakespeare bisa menjadi legenda dan juga dikenal luas di Indonesia. Mengherankan, naskah-naskah tonil tokoh sepenting Bung Karno malah belum ada tanda-tanda akan dipublikasikan. Yang kedengaran malah “hasil pertapaan” Bung Karno selama di pengasingan itu hilang. Arsip sepenting itu kok bisa hilang?

Jika suatu bangsa kehilangan terlalu banyak mata rantai sejarah, maka bangsa itu akan kehilangan navigasi untuk mencari arah yang tepat. Selama lebih dari 30 tahun kita sudah terlalu sering dijejali sisi negatif Soekarno. Kita tidak perlu memuja Soekarno secara berlebihan, sehingga menjadi pemuja fanatik yang tidak bisa lagi menilai secara obyektif. Sebaliknya kita juga tidak perlu begitu tinggi hati sehingga “buang muka” terhadap sisi positif seseorang. Menempatkan sisi kepahlawanan seorang tokoh secara proporsional akan menghindarkan sikap pemujaan kultus individu.

Sesungguhnya sejarah tidak memberi pelajaran muluk-muluk tentang arti kehidupan. Karena sejarah yang tidak ditutup-tutupi adalah pelajaran kehidupan itu sendiri.

Walentina Waluyanti
Nederland (Belanda), 19 Februari 2010
(Dilansir dari http://kolomkita.detik.com)
Continue Reading...

Komunisme dan Pan – Islamisme


(PIDATO TAN MALAKA)


Kamerad! Setelah mendengar pidato-pidato Jenderal Zinoviev, Jenderal Radek dan kamerad-kamerad Eropa lainnya, serta berkenaan dengan pentingnya, untuk kita di Timur juga, masalah front persatuan, saya pikir saya harus angkat bicara, atas nama Partai Komunis Jawa, untuk jutaan rakyat tertindas di Timur.

Saya harus mengajukan beberapa pertanyaan kepada kedua jenderal tersebut. Mungkin Jenderal Zinoviev tidak memikirkan mengenai sebuah front persatuan di Jawa; mungkin front persatuan kita adalah sesuatu yang berbeda. Tetapi keputusan dari Kongres Komunis Internasional Kedua secara praktis berarti bahwa kita harus membentuk sebuah front persatuan dengan kubu nasionalisme revolusioner. Karena, seperti yang harus kita akui, pembentukan sebuah front bersatu juga perlu di negara kita, front persatuan kita tidak bisa dibentuk dengan kaum Sosial Demokrat tetapi harus dengan kaum nasionalis revolusioner. Namun taktik yang digunakan oleh kaum nasionalis seringkali berbeda dengan taktik kita; sebagai contoh, taktik pemboikotan dan perjuangan pembebasan kaum Muslim, Pan-Islamisme. Dua hal inilah yang secara khusus saya pertimbangkan, sehingga saya bertanya begini. Pertama, apakah kita akan mendukung gerakan boikot atau tidak? Kedua, apakah kita akan mendukung Pan-Islamisme, ya atau tidak? Bila ya, seberapa jauh kita akan terlibat?

Metode boikot, harus saya akui, bukanlah sebuah metode Komunis, tapi hal itu adalah salah satu senjata paling tajam yang tersedia pada situasi penaklukan politik-militer di Timur. Dalam dua tahun terakhir kita telah menyaksikan keberhasilan aksi boikot rakyat Mesir 1919 melawan imperialisme Inggris, dan lagi boikot besar oleh Cina di akhir tahun 1919 dan awal tahun 1920. Gerakan boikot terbaru terjadi di India Inggris. Kita bisa melihat bahwa dalam beberapa tahun kedepan bentuk-bentuk pemboikotan lain akan digunakan di timur. Kita tahu bahwa ini bukan metode kita; ini adalah sebuah metode borjuis kecil, satu metode kepunyaan kaum borjuis nasionalis. Lebih jauh kita bisa mengatakan; bahwa pemboikotan berarti dukungan terhadap kapitalisme domestik; tetapi kita juga telah menyaksikan bahwa setelah gerakan boikot di India, kini ada 1800 pemimpin yang dipenjara, bahwa pemboikotan telah membangkitkan sebuah atmosfer yang sangat revolusioner, dan gerakan boikot ini telah memaksa pemerintahan Inggris untuk meminta bantuan militer kepada Jepang, untuk menjaga-jaga kalau gerakan ini akan berkembang menjadi sebuah pemeberontakan bersenjata. Kita juga tahu bahwa para pemimpin Mahommedan di India – Dr. Kirchief, Hasret Mahoni dan Ali bersaudara – pada kenyataannya adalah kaum nasionalis; kita tidak melihat sebuah pemberontakan ketika Gandhi dipenjara. Tapi rakyat di India sangat paham seperti halnya setiap kaum revolusioner disana: bahwa sebuah pemberontakan lokal hanya akan berahir dalam kekalahan, karena kita tidak punya senjata atau militer lainnya di sana, oleh karena itu masalah gerakan boikot akan, sekarang atau di hari depan, menjadi sebuah masalah yang mendesak bagi kita kaum Komunis. Baik di India maupun Jawa kita sadar bahwa banyak kaum Komunis yang cenderung ingin memproklamirkan sebuah gerakan boikot di Jawa, mungkin karena ide-ide Komunis yang berasal dari Rusia telah lama dilupakan, atau mungkin ada semacam pelepasan mood Komunis yang besar di India yang bisa menentang semua gerakan. Bagaimanapun juga kita dihadapkan pada pertanyaan: apakah kita akan mendukung taktik ini, ya atau tidak? Dan seberapa jauh kita akan mendukung?

Pan-Islamisme adalah sebuah sejarah yang panjang. Pertama saya akan berbicara tentang pengalaman kita di Hindia Belanda dimana kita telah bekerja sama dengan kaum Islamis. Di Jawa kita memiliki sebuah organisasi yang sangat besar dengan banyak petani yang sangat miskin, yaitu Sarekat Islam. Antara tahun 1912 dan 1916 organisasi ini memiliki sejuta anggota, mungkin sebanyak tiga atau empat juta. Itu adalah sebuah gerakan popular yang sangat besar, yang timbul secara spontan dan sangat revolusioner.

Hingga tahun 1921 kita berkolaborasi dengan mereka. Partai kita, terdiri dari 13,000 anggota, masuk ke pergerakan popular ini dan melakukan propaganda di dalamnya. Pada tahun 1921 kita berhasil membuat Sarekat Islam mengadopsi program kita. Sarekat Islam juga melakukan agitasii pedesaan mengenai kontrol pabrik-pabrik dan slogan: Semua kekuasaan untuk kaum tani miskin, Semua kekuasaan untuk kaum proletar! Dengan demikian Sarekat Islam melakukan propaganda yang sama seperti Partai Komunis kita, hanya saja terkadang menggunakan nama yang berbeda.

Namun pada tahun 1921 sebuah perpecahan timbul karena kritik yang ceroboh terhadap kepemimpinan Sarekat Islam. Pemerintah melalui agen-agennya di Sarekat Islam mengeksploitasi perpecahan ini, dan juga mengeksploitasi keputusan Kongres Komunis Internasional Kedua: Perjuangan melawan Pan-Islamisme! Apa kata mereka kepada para petani jelata? Mereka bilang: Lihatlah, Komunis tidak hanya menginginkan perpecahan, mereka ingin menghancurkan agamamu! Itu terlalu berlebihan bagi seorang petani muslim. Sang petani berpikir: aku telah kehilangan segalanya di dunia ini, haruskah aku kehilangan surgaku juga? Tidak akan! Ini adalah cara seorang Muslim jelata berpikir. Para propagandis dari agen-agen pemerintah telah berhasil mengeksploitasi ini dengan sangat baik. Jadi kita pecah. [Ketua: Waktu anda telah habis]

Saya datang dari Hindia Belanda, dan menempuh perjalanan selama empat puluh hari .[Tepuk Tangan]

Para anggota Sarekat Islam percaya pada propaganda kita dan tetap bersama kita di perut mereka, untuk menggunakan sebuah ekspresi yang popular, tetapi di hati mereka mereka masih bersama Sarekat Islam, dengan surga mereka. Karena surga adalah sesuatu yang tidak bisa kita berikan kepada mereka. Karena itulah, mereka memboikot pertemuan-peretemuan kita dan kita tidak bisa melanjutkan propaganda kita lagi.

Sejak awal tahun lalu kita telah bekerja untuk membangun kembali hubungan kita dengan Sarekat Islam. Pada kongres kami bulan Desember tahun lalu kita mengatakan bahwa Muslim di Kaukasus dan negara-negara lain, yang bekerjasama dengan Uni Soviet dan berjuang melawan kapitalisme internasional, memahami agama mereka dengan lebih baik, kami juga mengatakan bahwa, jika mereka ingin membuat sebuah propaganda mengenai agama mereka, mereka bisa melakukan ini, meskipun mereka tidak boleh melakukannya di dalam pertemuan-pertemuan tetapi di masjid-masjid.

Kami telah ditanya di pertemuan-pertemuan publik: Apakah Anda Muslim - ya atau tidak? Apakah Anda percaya pada Tuhan – ya atau tidak? Bagaimana kita menjawabnya? Ya, saya katakan, ketika saya berdiri di depan Tuhan saya adalah seorang Muslim, tapi ketika saya berdiri di depan banyak orang saya bukan seorang Muslim [Tepuk Tangan Meriah], karena Tuhan mengatakan bahwa banyak iblis di antara banyak manusia! [Tepuk Tangan Meriah] Jadi kami telah mengantarkan sebuah kekalahan pada para pemimpin mereka dengan Qur’an di tangan kita, dan di kongres kami tahun lalu kami telah memaksa para pemimpin mereka, melalui anggota mereka sendiri, untuk bekerjasama dengan kami.

Ketika sebuah pemogokan umum terjadi pada bulan Maret tahun lalu, para pekerja Muslim membutuhkan kami, karena kami memiliki pekerja kereta api di bawah kepemimpinan kami. Para pemimpin Sarekat Islam berkata: Anda ingin bekerjasama dengan kami, jadi Anda harus menolong kami juga. Tentu saja kami mendatangi mereka, dan berkata: Ya, Tuhan Anda maha kuasa, tapi Dia telah mengatakan bahwa di dunia ini pekerja kereta api adalah lebih berkuasa! [Tepuk Tangan Meriah] Pekerja kereta api adalah komite eksekutif Tuhan di dunia ini. [Tertawa]

Tapi ini tidak menyelesaikan masalah kita, jika kita pecah lagi dengan mereka kita bisa yakin bahwa para agen pemerintah akan berada di sana lagi dengan argumen Pan-Islamisme mereka. Jadi masalah Pan-Islamisme adalah sebuah masalah yang sangat mendadak.

Tapi sekarang pertama-tama kita harus paham benar apa arti sesungguhnya dari kata Pan-Islamisme. Dulu, ini mempunyai sebuah makna historis dan berarti bahwa Islam harus menaklukkan seluruh dunia, pedang di tangan, dan ini harus dilakukan di bawah kepemimpinan seorang Khalifah [Pemimpin dari Negara Islam – Ed.], dan Sang Khalifah haruslah keturunan Arab. 400 tahun setelah meninggalnya Muhammad, kaum muslim terpisah menjadi tiga Negara besar dan oleh karena itu Perang Suci ini telah kehilangan arti pentingnya bagi semua dunia Islam. Hilang artinya bahwa, atas nama Tuhan, Khalifah dan agama Islam harus menaklukkan dunia, karena Khalifah Spanyol mengatakan, aku adalah benar-benar Khalifah sesungguhnya, aku harus membawa panji [Islam], dan Khalifah Mesir mengatakan hal yang sama, serta Khalifah Baghdad berkata, Aku adalah Khalifah yang sebenarnya, karena aku berasal dari suku Arab Quraish.

Jadi Pan-Islamisme tidak lagi memiliki arti sebenarnya, tapi kini dalam prakteknya memiliki sebuah arti yang benar-benar berbeda. Saat ini, Pan-Islamisme berarti perjuangan untuk pembebasan nasional, karena bagi kaum Muslim Islam adalah segalanya: tidak hanya agama, tetapi juga Negara, ekonomi, makanan, dan segalanya. Dengan demikian Pan-Islamisme saat ini berarti persaudaraan antar sesama Muslim, dan perjuangan kemerdakaan bukan hanya untuk Arab tetapi juga India, Jawa dan semua Muslim yang tertindas. Persaudaraan ini berarti perjuangan kemerdekaan praktis bukan hanya melawan kapitalisme Belanda, tapi juga kapitalisme Inggris, Perancis dan Itali, oleh karena itu melawan kapitalisme secara keseluruhan. Itulah arti Pan-Islamisme saat ini di Indonesia di antara rakyat kolonial yang tertindas, menurut propaganda rahasia mereka – perjuangan melawan semua kekuasaan imperialis di dunia.

Ini adalah sebuah tugas yang baru untuk kita. Seperti halnya kita ingin mendukung perjuangan nasional, kita juga ingin mendukung perjuangan kemerdekaan 250 juta Muslim yang sangat pemberani, yang hidup di bawah kekuasaaan imperialis. Karena itu saya tanya sekali lagi: haruskah kita mendukung Pan-Islamisme, dalam pengertian ini?

Saya akhiri pidato saya. [Tepuk Tangan Meriah]

Ini adalah sebuah pidato yang disampaikan oleh tokoh Marxis Indonesia Tan Malaka pada Kongres Komunis Internasional ke-empat pada tanggal 12 Nopember 1922. Menentang thesis yang didraf oleh Lenin dan diadopsi pada Kongres Kedua, yang telah menekankan perlunya sebuah “perjuangan melawan Pan-Islamisme”, Tan Malaka mengusulkan sebuah pendekatan yang lebih positif. Tan Malaka (1897-1949) dipilih sebagai ketua Partai Komunis Indonesia pada tahun 1921, tetapi pada tahun berikutnya dia dipaksa untuk meninggalkan Hindia Belanda oleh pihak otoritas koloni. Setelah proklamasi kemerdekaan pada bulan Agustus 1945, dia kembali ke Indonesia untuk berpartisipasi dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda. Dia menjadi ketua Partai Murba (Partai Proletar)), yang dibentuk pada tahun 1948 untuk mengorganisir kelas pekerja oposisi terhadap pemerintahan Soekarno. Pada bulan Februari 1949 Tan Malaka ditangkap oleh tentara Indonesia dan dieksekusi.
Penerjemah ; Ted Sprague, Agustus 2009
Continue Reading...

Haji Misbach: Muslim Komunis


Haji Misbach memiliki posisi yang unik dalam sejarah di Tanah Air. Namanya sedahsyat Semaun, Tan Malaka, atau golongan kiri lainnya. Di kalangan gerakan Islam, memang namanya nyaris tak pernah disebut lantaran pahamnya yang beraliran komunis. Menurut Misbach, Islam dan komunisme tidak selalu harus dipertentangkan, Islam seharusnya menjadi agama yang bergerak untuk melawan penindasan dan ketidakadilan.
Lahir di Kauman, Surakarta, sekitar tahun 1876, dibesarkan sebagai putra seorang pedagang batik yang kaya raya. Bernama kecil Ahmad, setelah menikah ia berganti nama menjadi Darmodiprono. Dan usai menunaikan ibadah haji, orang mengenalnya sebagai Haji Mohamad Misbach.
Kauman, tempat Misbach dilahirkan, letaknya di sisi barat alun-alun utara, persis di depan keraton Kasunanan dekat Masjid Agung Surakarta. Di situlah tinggal para pejabat keagamaan Sunan. Ayah Misbach sendiri seorang pejabat keagamaan. Karena lingkungan yang religius itulah, pada usia sekolah ia ikut pelajaran keagamaan dari pesantren, selain di sekolah bumiputera "Ongko Loro".
Menjelang dewasa, Misbach terjun ke dunia usaha sebagai pedagang batik di Kauman mengikuti jejak ayahnya. Bisnisnya pun menanjak dan ia berhasil membuka rumah pembatikan dan sukses. Pada 1912 di Surakarta berdiri Sarekat Islam (SI). Bicara kepribadian Misbach, orang memuji keramahannya kepada setiap orang dan sikap egaliternya tak membedakan priyayi atau orang kebanyakan. Sebagai seorang haji ia lebih suka mengenakan kain kepala ala Jawa, Misbach mulai aktif terlibat dalam pergerakan pada tahun 1914, ketika ia berkecimpung dalam IJB (Indlandsche Journalisten Bond)-nya Marco. Pada tahun 1915, ia menerbitkan surat kabar Medan Moeslimin, yang edisi pertamanya tertanggal 15 Januari 1915 dan kemudian menerbitkan Islam Bergerak pada tahun 1917. Surat-surat kabar ini menjadi media gerakan yang sangat populer di Surakarta dan sekitarnya.
Marco Kartodikromo, salah satu tokoh pergerakan pada saat itu berkisah tentang Misbach:

".. Di Pemandangan Misbach tidak ada beda di antara seorang pencuri biasa dengan orang yang dikata berpangkat, begitu juga di antara rebana dan klenengan, di antara bok Haji yang bertutup muka dan orang bersorban cara Arab dan berkain kepala cara Jawa. Dan sebab itu dia lebih gemar memaki kain kepala dari pada memakai peci Turki atau bersorban seperti pakaian kebanyakan orang yang disebut "Haji".
Apa yang tersirat dari tulisan Marco adalah populisme Misbach. Populisme seorang Haji, sekaligus pedagang yang sadar akan penindasan kolonialis Belanda dan tertarik dengan ide-ide revolusioner yang mulai menerpa Hindia pada jaman itu.
Misbach langsung terjun melakukan pengorganisiran di basis-basis rakyat. Membentuk organisasi dan mengorganisir pemogokan ataupun rapat-rapat umum/vergadering yang dijadikan mimbar pemblejetan kolonialisme dan kapitalisme.Bulan Mei 1919 akibat pemogokan-pemogokan petani yang dipimpinnya, Misbach dan para pemimpin pergerakan lainnya di Surakarta ditangkap.
Pada 16 Mei 1920, ia kembali ditangkap dan dipenjarakan di Pekalongan selama 2 tahun 3 bulan. Pada 22 Agustus 1922 dia kembali ke rumahnya di Kauman, Surakarta. Maret 1923, ia sudah muncul sebagai propagandis PKI/SI Merah dan berbicara tentang keselarasan antara paham Komunis dan Islam. Bulan Juli 1924 ia ditangkap dan dibuang ke Manokwari dengan tuduhan mendalangi pemogokan-pemogokan dan teror-teror/sabotase di Surakarta dan sekitarnya. Walaupun bukan yang pertama diasingkan tapi ia-lah orang yang pertama yang sesungguhnya berangkat ke tanah pengasingan di kawasan Hindia sendiri.
Orang menggambarkan Haji Misbach sebagai sosok yang tak segan bergaul dengan anak-anak muda penikmat klenengan (musik Jawa) dengan tembang yang sedang populer. Satu tulisan tentang Misbach menyebutkan, di tengah komunitas pemuda, Misbach menjadi kawan berbincang yang enak, sementara di tengah pecandu wayang orang Misbach lebih dihormati ketimbang direktur wayang orang.

"... di mana-mana golongan Rajat Misbach mempoenjai kawan oentoek melakoekan pergerakannya. Tetapi didalem kalangannya orang-orang jang mengakoe Islam dan lebih mementingkan mengoempoelken harta benda daripada menolong kesoesahan Rajat, Misbach seperti harimau didalem kalangannya binatang-binatang ketjil. Kerna dia tidak takoet lagi menyela kelakoeannja orang-orang yang sama mengakoe Islam tetapi selaloe mengisep darah temen hidoep bersama."
Takashi Shiraisi mengungkapkan perbedaan dinamika sosial Islam di Yogya dan Surakarta. Ini dikaitkan dengan persamaan dan perbedaan antara KH Achmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah dan, Misbach, seorang muslim ortodoks yang saleh, progresif, dan hidup di Surakarta.
Di Yogya, Muhammadiyah yang lahir pada 1912 di Kauman, segera menjadi sentral kegiatan kaum muslimin yang saleh yang kebanyakan berlatar belakang keluarga pegawai keagamaan Sultan. Ayah Dahlan adalah chatib amin Masjid Agung dan ibunya putri penghulu (pegawai keagamaan kesultanan) di Yogya. Dahlan sendiri sempat dipercaya menjadi chatib amin. Para penganjur Muhammadiyah umumnya anak-anak pegawai keagamaan. Kala itu birokrat keagamaan umumnya adalah alat negara sehingga, kata Shiraisi, wewenang keagamaannya tidak berasal dari kedalaman pengetahuan tentang Islam tetapi karena jabatannya. Meskipun mereka berhaji dan belajar Islam, masih kalah wibawa dibandingkan para kiai yang pesantrennya bebas dari negara.
Kendati demikian, reformisme Muhammadiyah berhasil menyatukan umat Islam yang terpecah-pecah. Tablig-tablignya, kajian ayat yang dijelaskan dengan membacakan dan menjelaskan maknanya di masjid-masjid, pendirian lembaga pendidikan Islam, membangunkan keterlenaan umat Islam. Mereka tumbuh menjadi pesaing tangguh misionaris Kristen dan aktivis sekolah-sekolah bumiputera yang didirikan pemerintah.
Lain dengan di Surakarta. Kala itu belum ada pengaruh sekuat Dahlan dan Muhammadiyah. Ini karena di Surakarta sudah ada sekolah agama modern pertama di Jawa, Madrasah Mamba'ul Ulum yang didirikan patih R. Adipati Sosrodiningrat (1906) dan SI pun sudah lebih dulu berkiprah sebagai wadah aktivis pergerakan Islam. Di Surakarta, pegawai keagamaan yang progresif, kiai, guru-guru Al-Quran, dan para pedagang batik mempunyai forum yang berwibawa, Medan Moeslimin. Di situlah pendapat mereka yang kerap berbeda satu sama lain tersalur. Kelompok ini menyebut diri "kaum muda Islam".
Beda pergerakan Islam Surakarta dan Yogya, di Yogya reformis tentu juga modernis, tetapi di Surakarta kaum muda Islam memang modernis tetapi belum tentu reformis. Kegiatan keislaman di Solo banyak dipengaruhi kiai progresif tapi ortodoks, seperti Kiai Arfah dan KH Adnan. Sampai suatu ketika ortodoksi yang cenderung menghindar ijtihad itu terpecah pada 1918.
Perpecahan kelompok Islam di Surakarta dipicu artikel yang dimuat dalam Djawi Hiswara, ditulis Martodharsono, seorang guru terkenal dan mantan pemimpin SI. Ketika artikel itu muncul di Surakarta tidak langsung terjadi protes, tetapi Tjokroaminoto memperluas isi artikel dan menyerukan pembelaan Islam atas pelecehan oleh Martodharsono. Seruan itu muncul di Oetoesan Hindia, sehingga bangkitlah kaum muda Islam Surakarta.
Tjokroaminoto membentuk Tentara Kanjeng Nabi Muhammad (TKNM), yang mencuatkan nama Misbach sebagai mubalig vokal. Mengiringi terbentuknya TKNM, lahir perkumpulan tablig reformis bernama Sidik, Amanah, Tableg, Vatonah (SATV). Haji Misbach menyebar seruan tertulis menyerang Martodharsono serta mendorong terlaksananya rapat umum dan membentuk subkomite TKNM. Segeralah beredar cerita, Misbach akan berhadapan dengan Martodharsono di podium. Komunitas yang dulunya kurang greget menyikapi keadaan itu tiba-tiba menjadi dinamis. Kaum muslimin Surakarta berbondong-bondong menghadiri rapat umum di lapangan Sriwedari, pada 24 Februari 1918 yang konon dihadiri 20.000-an orang. Tjokroaminoto mengirim Haji Hasan bin Semit dan Sosrosoedewo (penerbit dan redaktur jurnal Islam Surabaya, Sinar Islam), dua orang kepercayaannya di TKNM. Waktu itu terhimpun sejumlah dana untuk pengembangan organisasi ini. Muslimin Surakarta bergerak proaktif menjaga wibawa Islam terhadap setiap upaya penghinaan terhadapnya. Inilah awal perang membela Islam dari "kaum putihan" Surakarta. Belakangan, muncul kekecewaan jamaah TKNM ketika Tjokro tiba-tiba saja mengendurkan perlawanan kepada Martodharsono dan Djawi Hiswara setelah mencuatnya pertikaian menyangkut soal keuangan dengan H Hasan bin Semit. Buntutnya, Hasan bin Semit keluar dari TKNM. Beredar artikel menyerang petinggi TKNM. Muncul statemen seperti "korupsi di TKNM dianggap sudah menodai Nabi dan Islam".
Dalam situasi itu muncul Misbach menggantikan Hisamzaijni, ketua subkomite TKNM dan menjadi hoofdredacteur (pemimpin redaksi) Medan Moeslimin. Artikel pertama Misbach di media ini, Seroean Kita. Dalam artikel itu Misbach menyajikan gaya penulisan yang khas, yang kata Takashi, menulis seperti berbicara dalam forum tablig. Ia mengungkapkan pendapatnya, bergerak masuk ke dalam kutipan Al-Quran kemudian keluar lagi dari ayat itu. "Persis seperti membaca, menerjemahkan, dan menerangkan arti ayat Al-Quran dalam pertemuan tablig."
Sikap Misbach ini segera menjadi tren, apalagi kemudian secara kelembagaan perkumpulan tablig SATV benar-benar eksis melibatkan para pedagang batik dan generasi santri yang lebih muda. Menurut Shiraisi, ada dua perbedaan SATV dibanding Muhammadiyah. Pertama, Muhammadiyah menempati posisi strategis di tengah masyarakat keagamaan Yogya, sedangkan SATV adalah perhimpunan muslimin saleh yang merasa dikhianati oleh kekuasaan keagamaan, manipulasi pemerintah, dan para kapitalis non muslim. Kedua, militansi para penganjur Muhammadiyah bergerak atas dasar keyakinan bahwa bekerja di Muhammadiyah berarti hidup menjadi muslim sejati. Sedangkan militansi SATV berasal dari rasa takut untuk melakukan manipulasi, dan keinginan kuat membuktikan keislamannya dengan tindakan nyata. Di mata pengikut SATV, muslim mana pun yang perbuatannya mengkhianati kata-katanya berarti muslim gadungan.
SATV menyerang para elite pemimpin TKNM, kekuasaan keagamaan di Surakarta, menyebut mereka bukan Islam sejati, tetapi "Islam lamisan", "kaum terpelajar yang berkata mana yang bijaksana yang menjilat hanya untuk menyelamatkan namanya sendiri." Dasar keyakinan SATV dengan Misbach sebagai ideolognya, "membuat agama Islam bergerak". Misbach kondang di tengah muslimin bukan sekadar karena tablignya, melainkan ia menjadi pelaku dari kata-kata keras yang dilontarkannya di berbagai kesempatan. Ia dikenal luas karena perbuatannya "menggerakkan Islam": menggelar tablig, menerbitkan jurnal, mendirikan sekolah, dan menentang keras penyakit hidup boros dan bermewah-mewah, dan semua bentuk penghisapan dan penindasan.

"Jangan takut, jangan kawatir"
Misbach sangat antikapitalis. Siapa yang secara kuat diyakini menjadi antek kapitalis yang menyengsarakan rakyat akan dihadapinya melalui artikel di Medan Moeslimin atau Islam Bergerak. Tak peduli apakah dia juga seorang aktivis organisasi Islam. Berdamai dengan pemerintah Hindia Belanda adalah jalan yang akan dilawan dengan gigih. Maka kelompok yang anti politik, anti pemogokan, secara tegas dianggapnya berseberangan dengan misi keadilan.
Misbach membuat kartun di Islam Bergerak edisi 20 April 1919. Isinya menohok kapitalis Belanda yang menghisap petani, mempekerja-paksakan mereka, memberi upah kecil, membebani pajak. Residen Surakarta digugat, Paku Buwono X digugat karena ikut-ikutan menindas. Retorika khas Misbach, muncul dalam kartun itu sebagai "suara dari luar dunia petani". Bunyinya, "Jangan takut, jangan kawatir". Kalimat ini memicu kesadaran dan keberanian petani untuk mogok. Ekstremitas sikap Misbach membuat ia ditangkap, 7 Mei 1919, setelah melakukan belasan pertemuan kring (subkelompok petani perkebunan). Tapi akhirnya Misbach dibebaskan pada 22 Oktober sebagai kemenangan penting Sarekat Hindia (SH), organisasi para bumiputera.
Misbach menegaskan kepada rakyat "jangan takut dihukum, dibuang, digantung", seraya memaparkan kesulitan Nabi menyiarkan Islam. Misbach pun sosok yang selain menempatkan diri dalam perjuangan melawan kapitalis, ia meyakini paham komunis. Misbach mengagumi Karl Marx, dia sempat menulis artikel Islamisme dan Komunisme di pengasingan. Marx di mata Misbach berjasa membela rakyat miskin, mencela kapitalisme sebagai biang kehancuran nilai-nilai kemanusiaan. Agama pun dirusak oleh kapitalisme sehingga kapitalisme harus dilawan dengan historis materialisme.
Misbach kecewa terhadap lembaga-lembaga Islam yang tidak tegas membela kaum dhuafa. Berjuang melawan kapitalisme tak membuat Misbach tidak menegakkan Islam. Baginya, perlawanan terhadap kapitalis dan pengikutnya sama dengan berjuang melawan setan. Misbach pun ketika CSI (Central Sarekat Islam) pecah melahirkan PKI/SI Merah, memilih ikut Perserikatan Kommunist di Indie (PKI), bahkan mendirikan PKI afdeling Surakarta.
Terkait dengan "teror-teror" yang terjadi di Jawa, Misbach tetap dipercaya sebagai otaknya. Misbach ditangkap. Dalam pengusutan sejumlah fakta memberatkannya meskipun belakangan para saksi mengaku memberi kesaksian palsu karena iming-iming bayaran dari Hardjosumarto, orang yang "ditangkap" bersama Misbach. Hardjosumarto sendiri juga mengaku menyebarkan pamflet bergambar palu arit dan tengkorak, membakar bangsal sekatenan, dan mengebom Mangkunegaran.
Namun Misbach tetap tidak dibebaskan. Dia dibuang ke Manokwari, Papua, beserta dengan istri dan tiga anaknya. Selama penahanan di Semarang, tak seorang pun diizinkan menjenguknya. Misbach hanya dibolehkan membaca Al-Qur’an. Di pengasingan, selain mengirim laporan perjalanannya, Misbach juga menyusun artikel berseri "Islamisme dan Komunisme".
Medan Moeslimin kemudian memuat artikel Misbach tersebut,
“…agama berdasarkan sama rata sama rasa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa hak persamaan untuk segenap manusia dalam dunia tentang pergaulan hidup, tinggi dan hinanya manusia hanya tergantung atas budi kemanusiaannya. Budi terbagi tiga bagian: budi kemanusiaan, budi binatang, budi setan. Budi kemanusiaan dasarnya mempunyai perasaan keselamatan umum; budi binatang hanya mengejar keselamatan dan kesenangan diri sendiri; dan budi setan yang selalu berbuat kerusakan dan keselamatan umum.”
Ditengah ganasnya alam di tempat pembuangannya Misbach terserang malaria dan meninggal di pada 24 Mei 1926 dan dimakamkan di kuburan Penindi, Manokwari, di samping kuburan istrinya.****

Sumber : Tabloid Pembebasan Edisi V/Thn II/Februari 2003
Kontributor : Dewan Redaksi Tabloid Pembebasan, Januari 2004
Continue Reading...

Iwan Fals, Penyanyi Jalanan & Jerit Kemanusian


Siapa yang tak mengenal sosok Iwan Fals? musisi sekaligus penyanyi yang lantang dengan lirik lagu-lagunya. Berbagai kritik politik dan social menjadi cirri khas dalam setiap penampilannya. Lagunya demikian dicintai dan menjadi favorit orang-orang di berbagai kalangan. Tapi pernahkah anda melihat dia berbicara panjang tentang kehidupannya di balik semua nyanyiannya? Iwan Fals yang bernama lengkap Virgiawan Listanto (lahir di Jakarta, 3 September 1961; umur 48 tahun) adalah seorang penyanyi beraliran balada yang menjadi salah satu legenda hidup di Indonesia.
Lewat lagu-lagunya, ia 'memotret' suasana sosial kehidupan Indonesia di akhir tahun 1970-an hingga sekarang, serta kehidupan dunia pada umumnya, dan kehidupan itu sendiri. Kritik atas perilaku sekelompok orang (seperti Wakil Rakyat, Tante Lisa), empati bagi kelompok marginal (misalnya Siang Seberang Istana, Lonteku), atau bencana besar yang melanda Indonesia (atau kadang-kadang di luar Indonesia, seperti Ethiopia) mendominasi tema lagu-lagu yang dibawakannya. Namun demikian, Iwan Fals tidak hanya menyanyikan lagu ciptaannya sendiri tetapi juga sejumlah pencipta lain.
Iwan yang juga sempat aktif di kegiatan olahraga, pernah meraih gelar Juara II Karate Tingkat Nasional, Juara IV Karate Tingkat Nasional 1989, sempat masuk pelatnas dan melatih karate di kampusnya, STP (Sekolah Tinggi Publisistik). Iwan juga sempat menjadi kolumnis di beberapa tabloid olah raga.
Bagaimana masa kecil Iwan Fals? Mengapa seorang anak tentara, menjadi “pemberontak” dengan lagu-lagunya yang membuat merah telinga para pejabat dan aparat? Iwan lahir dari Lies (ibu) dan mempunyai ayah Haryoso almarhum (kolonel Anumerta).
Masa kecil Iwan Fals dihabiskan di Bandung, kemudian ikut saudaranya di Jeddah, Arab Saudi selama 8 bulan. Bakat musiknya makin terasah ketika ia berusia 13 tahun, di mana Iwan banyak menghabiskan waktunya dengan mengamen di Bandung. Bermain gitar dilakukannya sejak masih muda. Iwan memulai karirnya dari seorang pengamen sejak masa SMP. Bahkan ketika di SMP, Iwan pernah menjadi gitaris dalama paduan suara sekolah. Seorang tukang bengkel di Bandung sempat menjadi “manajernya” dan mencarikan Iwan panggung-panggung di berbagai hajatan atau acara sekolahan. Dan dari urusan ngamen inilah kemudian “sang manajer” memiliki ide mudah untuk menamai penyanyinya “Iwan Fals”. Siapa tukang bengkel itu dan bagaimana reaksinya saat Iwan menerima kertas berisi sepotong lirik yang pernah ia ciptakan bersama “sang manajer” dulu? Selanjutnya, datang ajakan untuk mengadu nasib di Jakarta dari seorang produser. Ia lalu menjual sepeda motornya untuk biaya membuat master. Iwan rekaman album pertama bersama rekan-rekannya, Toto Gunarto, Helmi, Bambang Bule yang tergabung dalam Amburadul, namun album tersebut gagal di pasaran dan Iwan kembali menjalani profesi sebagai pengamen. Album ini sekarang menjadi buruan para kolektor serta fans fanatik Iwan Fals.
Setelah dapat juara di festival musik country, Iwan ikut festival lagu humor. Arwah Setiawan (almarhum), lagu-lagu humor milik Iwan sempat direkam bersama Pepeng, Krisna, Nana Krip dan diproduksi oleh ABC Records, tapi juga gagal dan hanya dikonsumsi oleh kalangan tertentu saja. Sampai akhirnya, perjalanan Iwan bekerja sama dengan Musica Studio. Sebelum ke Musica, Iwan sudah rekaman sekitar 4-5 album. Di Musica, barulah lagu-lagu Iwan digarap lebih serius. Album Sarjana Muda, misalnya, musiknya ditangani oleh Willy Soemantri.
Iwan tetap menjalani profesinya sebagai pengamen. Ia mengamen dengan mendatangi rumah ke rumah, kadang di Pasar Kaget atau Blok M. Album Sarjana Muda ternyata banyak diminati dan Iwan mulai mendapatkan berbagai tawaran untuk bernyanyi. Ia kemudian sempat masuk televisi setelah tahun 1987. Saat acara Manasuka Siaran Niaga disiarkan di TVRI, lagu Oemar Bakri sempat ditayangkan di TVRI. Ketika anak kedua Iwan, Cikal lahir tahun 1985, kegiatan mengamen langsung dihentikan.
Dikenal sebagai salah seorang seniman garda terdepan melawan penindasan yang dilakukan rejim represif Soeharto pada dekade 80-an, namun penyanyi folk legendaris Iwan Fals secara terbuka menyatakan terimakasih dan kekagumannya kepada Orde Baru pimpinan Presiden Ke-2 RI, Soeharto. “Saya terus terang berterimakasih kepada Orde Baru karena mereka berjasa ikut melahirkan lagu-lagu seperti `Guru Oemar Bakrie`, `Wakil Rakyat`, `Bento`, `Bongkar` dan sebagainya. Kalau nggak ada Orde Baru, nggak ada yang namanya Iwan Fals. Saya berterimakasih untuk itu. Tapi ini tidak berarti saya setuju dengan segala tindakannya selama berkuasa,” jelas Iwan ketika melakukan proses taping untuk acara Kick Andy di Metro TV pada Rabu (27/1) malam. Tapi, selama Orde Baru pula, banyak jadwal acara konser Iwan yang dilarang dan dibatalkan oleh aparat pemerintah, karena lirik-lirik lagunya dianggap dapat memancing kerusuhan. Pada awal karirnya, Iwan Fals banyak membuat lagu yang bertema kritikan pada pemerintah. Pada kenyataannya Iwan Fals adalah salah seorang “korban” penindasan Soeharto. Di tahun 1989 Tur 100 Kota untuk mempromosikan album Mata Dewa miliknya dibatalkan secara sepihak oleh aparat kemananan tanpa alasan yang jelas. Beberapa lagu itu bahkan bisa dikategorikan terlalu keras pada masanya, sehingga perusahaan rekaman yang memayungi Iwan Fals enggan atau lebih tepatnya tidak berani memasukkan lagu-lagu tersebut dalam album untuk dijual bebas. Belakangan Iwan Fals juga mengakui kalau pada saat itu dia sendiri juga tidak tertarik untuk memasukkan lagu-lagu ini ke dalam album.
Rekaman lagu-lagu yang tidak dipasarkan tersebut kemudian sempat diputar di sebuah stasiun radio yang sekarang sudah tidak mengudara lagi. Iwan Fals juga pernah menyanyikan lagu-lagu tersebut dalam beberapa konser musik, yang mengakibatkan dia berulang kali harus berurusan dengan pihak keamanan dengan alasan lirik lagu yang dinyanyikan dapat mengganggu stabilitas Negara. Beberapa konser musiknya pada tahun 80-an juga sempat disabotase dengan cara memadamkan aliran listrik dan pernah juga dibubarkan secara paksa hanya karena Iwan Fals membawakan lirik lagu yang menyindir penguasa saat itu.
Pada bulan April tahun 1984 Iwan Fals harus berurusan dengan aparat keamanan dan sempat ditahan dan diinterogasi selama 2 minggu gara-gara menyanyikan lirik lagu Demokrasi Nasi dan Pola Sederhana juga Mbak Tini pada sebuah konser di Pekanbaru. Sejak kejadian itu, Iwan Fals dan keluarganya sering mendapatkan terror. Hanya segelintir fans fanatik Iwan Fals yang masih menyimpan rekaman lagu-lagu ini, dan sekarang menjadi koleksi yang sangat berharga.
Saat bergabung dengan kelompok SWAMI dan merilis album bertajuk SWAMI pada 1989, nama Iwan semakin meroket dengan mencetak hitsBento dan Bongkar yang sangat fenomenal. Perjalanan karir Iwan Fals terus menanjak ketika dia bergabung dengan Kantata Takwa pada 1990 yang didukung penuh oleh pengusaha Setiawan Djodi. Konser-konser Kantata Takwa saat itu sampai sekarang dianggap sebagai konser musik yang terbesar dan termegah sepanjang sejarah musik Indonesia.
Setelah kontrak dengan SWAMI yang menghasilkan dua album (SWAMI dan SWAMI II) berakhir, dan disela Kantata (yang menghasilkan Kantata Takwa dan Kantata Samsara), Iwan Fals masih meluncurkan album-album solo maupun bersama kelompok seperti album Dalbo yang dikerjakan bersama sebagian mantan personil SWAMI.
Sejak meluncurnya album Suara Hati pada 2002, Iwan Fals telah memiliki kelompok musisi pengiring yang tetap dan selalu menyertai dalam setiap pengerjaan album maupun konser. Menariknya, dalam seluruh alat musik yang digunakan baik oleh Iwan fals maupun bandnya pada setiap penampilan di depan publik tidak pernah terlihat merek maupun logo. Seluruh identitas tersebut selalu ditutupi atau dihilangkan. Pada panggung yang menjadi dunianya, Iwan Fals tidak pernah mengizinkan ada logo atau tulisan sponsor terpampang untuk menjaga idealismenya yang tidak mau dianggap menjadi wakil dari produk tertentu.
Kharisma seorang Iwan Fals sangat besar. Dia sangat dipuja oleh kaum 'akar rumput'. Kesederhanaannya menjadi panutan para penggemarnya yang tersebar diseluruh nusantara. Para penggemar fanatik Iwan Fals bahkan mendirikan sebuah yayasan pada tanggal 16 Agustus 1999 yang disebut Yayasan Orang Indonesiaatau biasa dikenal dengan seruan Oi. Yayasan ini mewadahi aktivitas para penggemar Iwan Fals. Hingga sekarang kantor cabang OI dapat ditemui setiap penjuru nusantara dan beberapa bahkan sampai ke manca Negara. (Melki AS)

(Dari berbagai sumber)
Continue Reading...

Kasih, Ku Damba Kau Dalam Kerinduan

Berdecaak kagum ketika ku melihati engkau
Terbayang semua kenangan masa lalu nan indah
Kita berlari
Kita bernyanyi
Bersama

Setelah sekian lama ku tinggalkan
Rindu menebal di dalam perasaan
Menyelimuti mimpi setiap malam
Menggebu asa ingin segera berjumpa

Kasihku,
Dulu kita sering berjumpa
Merajut kisah nan molek di depan cermin
Membakar asmara di dedaunan
Lantunkan lagu gambaran jiwa
Menyemilir air menerpa arus
Kita tertawa

Pantai menjadi saksi indah masa itu
Debur ombak seirama nada di hati
Di tepian riak kecil menggoda pelan
Ikan berdansa cha…cha…cha….

Tapi kini kau dimana
Parasmu menambah kerisauan malam
Hening terkekang sepi membentang
Tertusuk sukma kecil ini yang tak lekang ingatan
Dalam sketsa kecil gambar tua
Dalam lapuknya sinar sang mentari

Kasihku,
Kini ku hanya bisa memandangmu sekejap mata
Dari lembaran foto usang tua tak bercahaya
Dari paras yang mengguratkan masa-masa
Aku Bangga
Ku Bahagia

Meski kita sekarang jauh terpisah
Tapi kenangan bersama adalah anugerah
Yang tak tergantikan dari apapun
Tak pernah lekang oleh waktu
Tak tergerus air di laut

Kasihku…
Saat melihatmu hati bergetar
Kala mengenangmu hati terbakar
Aku meleleh dalam kerinduan panjang
Cair ku dalam khusyuknya sukma
Ingin mengulang masa lalu

Menangis daku kala ingat dirimu
Terhanyut daku dalam aliran tak bermuara
Mimpi menyelimuti malam-malam panjang
Menerawang kenyataan kita terpisah
Jauh….
Jauh…….
Tak terkira…..

Kasihku
Kini kita tinggal cerita
Selembar foto dan kenangan lama
Seuntai nada tak berirama

Tuhan…
Mungkinkah ada mukjizatmu untukku
Dengar satu permintaan kecil nurani terbelenggu ini
Aku ingin berjumpa, Ingin bersenda gurau
Tertawa bersama-sama lagi dengan Kekasihku
Yang tlah lama kutinggalkan
Yang tlah lama tak ter-kabarkan
Yang tlah lama kurindukan.

kasihku
Sungguh aku tak bisa lepaskan dirimu
Tinggalkan kasihmu hingga ku kembali
Hingga akhir nanti.
Hingga mati.


Melki AS, Jogja 09/02/10 (Hening Sepi Dalam Kerinduan)

(Untuk semua kekasihku yang lama kita tidak berjumpa, bersua dan bersenda gurau ria. Terimakasih Dini Destini atas kiriman fotonya. Kalianlah yang kurindukan. Kalianlah kekasihku semua. Semoga waktu kelak mempertemukan kita kembali. Amin)
Continue Reading...

Cerita Untuk Negeri;

Suara mengalun di keheningan malam
Denting gitar mendawai pecahkan kepenatan
Mengasa galau di tengah kepalsuan
Nyanyikan kasih kisah yang pilu

Semakin lama suara berdentang
Nada sumbang tak di hiraukan
Saksi luka hanyalah kebisuan

Pengamen kecil tidur di ubin toko tak beralas
Melawan dingin menyergap raga
Pikirkan nasib mungkinkah berubah

Merah matanya tanda kelelahan
Keringat mengucur di sela mimpi-mimpi
Tapi Pengamen kecil tetap bertahan

Ia tidak mengenal agama
Tidak mengenal arti pendidikan
Hanya tahu mencari nafkah
Menyambung hidup hari demi hari
Menambal nyawa yang tinggal separuh
Menanggung beban yang tidak pernah sirna

Menangis ia dalam keheningan
Tertawa dalam kepedihan hidup
Tapi
Ia bahagia
Ia sejuk bagai embun di dedaunan
Meski panas terik membakarnya
Meski hujan dingin mengguyur tubuhnya
Ia tetap bernyanyi untuk negeri

Oh……angin
Dengarkan suara sumbang ini
Kabarkan pada negeri ini sebuah kenyataan
Dan saksi tidak hanya menjadi cerita sunyi lorong yang gelap
Tidak menjadi nyanyi di kesepian remang

Pengamen kecil tidur di ubin toko tak beralas
Kau cerita untuk negeri

(Melki AS, Jogja 15/01/10; Pengamen kecil tidur di ubin toko tak beralas)
Continue Reading...

Sketsa Cinta Orang Jalanan

Gemericik air merintik hujan
Angsa kecil menari gembira
Bunga bernyanyi du…du….du…..

Pengemis tua duduk di jalan
Menanti pesan menanti berkah
Satu dua mata berbinar
Ingat nasib, ingat keluarga
Yang lama tlah di tinggalkan

Sekali pejamkan mata ia menangis
Meratap sendu rindu kampung halaman
Meski dengan asa dia bunuh sunyi
Meski rindu selimuti hati

Kelaparan menjadi semangat hidup
Bahagia di tengah guratan matahari, Kau..
Bergelut dengan selubung hujan
Kau masih berkorban
Suara kecil derita kemiskinan
Takkan pernah di hiraukan
Tinggal sepi menunggu Tuhan
Runduk..

Bocah kecil berlari telanjang dada
Nasib memakimu dan berpaling muka
Kau manyum menatap malam

Lentera redup teman tidurmu
Lorong gelap jalan takdirmu
Tapi..
Kau tak pernah menyerah
Kau akrab dengan pahit, perih dan terpuruk
Mendung malam membuka jalan untuk hidup
Membuka mimpi menyibak derita

Dan ketika
Hijau bunga menyambut pagimu
Bernyanyi kupu-kupu di rerantingan
Kau mantap menatap hidup
Setelah melewat rinai gerimis malam
Melangkahkan kaki bernyanyi menyambut mentari
Du….du…..du…………

(Melki AS, Jogja 09/01/10 ; Sketsa Cinta Orang Jalanan)
Continue Reading...

Ku Peluk Bara dalam Kekalutan

Kalut membelenggu tak bersuara
Menyimpan bara di tengah damai
Meneteskan asa panjang jalan sutera

Datang kau tawarkan impian dunia
Pergi kau tawarkan harapan hampa
Membalik fakta dari kebodohan
Membingkai rasa tinggalkan gulana

Aku terjebak ditengah jalan
Sesat dalam rimbanya pencarian
Gelap dalam terangnya binar
Tertekan dalam menyisakan penat

Kalut…………………
Semuanya remang

Aku jatuh di tikam impian
Perih meradang menusuk jiwa
Meratap dalam ketidakpastian jalan
Terbakar keinginan tak berpanjang

Bara bagai pisau bermata dua
Merah darah dekap derita dan air mata
Tapi tetap kan ku peluk cerita ini
Walau menggores luka menyayatkan hati

Jatuh daun kedalam api
Mentari jingga tiba di padangan
Tinggalkanlah budi tinggalkan hati
Hidup sendiri tak baik terkenang

Tapi satu yang kupinta
Lihat dan dengarkan suara ini

Karena derita adalah sepotong roda kecil pedati
Yang berputar dan jauh berlari
Meski berlumur dusta sepenggal derita
Bara……….
Ku peluk dikau dalam kekalutan
Ku genggam dikau meski terhinakan
Bara…….
Perhiasan hidup anak manusia

(Melki AS, Jogja 15/01/10, Bara; Sepotong Cerita Anak Manusia)
Continue Reading...

Sajak Kembara Sunyi

Terawang malam menemani kelam
Gugur senja diterpa angin
Bersimpuh ku dalam pelukan sang alam

Bersama duka ku lalui kenyataan
Dan layu lah bunga sebelum berkembang

Satu per satu gadis desa menari
Menyeringai, lugu berwarna warni
Tak kuasa mata terpejam
Dan harum aroma nafas tak seindah lamunan

Terduduk ku dalam beku nya harapan
Membisu sejuta pertanyaan
langkah gontai tak pernah berteriak
Kandas terkubur dalam bayangan
Bara pun padam tersiram luka
Terguncang
Bergetar
Diam
Mati

Dan...
Ketika jerit tak lagi di dengar
Kuntum pun kering, sepi, sunyi
Meninggalkan kenangan

Lelah ku bergelut dengan bayangan
Kembara padang tiada berujung
Rasa pun sirna terbuang di terpa gelombang

Aku ingin pulang

Aku ingin tidur
Mimpi bersenda dengan rembulan
Bernyanyi dengan bidadari-bidadari malam

Aku ingin pulang......

(Melki AS, Jogja 08/01/10; Sajak Kembara Sunyi)
Continue Reading...

Kelana Tua

Guratan wajah keriputmu masih membekas di pipi
Pekat bau matahari tak lekang dari tubuh
Kau pun tetap berdiri

Tergilas pahitnya zaman kau bertahan
Bertaruh dengan kejamnya sang asa
Berpacu dengan lincah nya putaran waktu
Kau terus berjalan

Cerita laut adalah kisahmu
Belantara liar nafas semangatmu
Badai dan ilalang selimuti kulit tipismu
Oh…..Kelana tua kecil dan kurus

Kini…..
Kegagahanmu mengarung samudera usai lah sudah
Belantara pun tak kau hiraukan lagi
Dan embun menangis melihatmu
Berteman melati setaman lemah tak berdaya
Dan cerita berganti masa
Mengubah sajak pudarkan sukma
Tinggalkan senyum kecil yang melintas dari bisunya sang nisan

Oh…….. Kelana tua……………
Senandung malam camar berdendang tak bisa kau dengarkan lagi
Langitlah tempatmu
Dalam sangkar kereta malam
Hidupmu terkurung
Tenanglah…
Tenang dalam tidur panjangmu
Dalam peluk kasih sang pemilik alam
Kau di kasihi
Kau di cintai
Dan kau kan terus dekat dalam hati ini

Bernyanyilah untuknya Tuhan
Senyumlah sebesar ketabahan yang ditaburkannya

Kelana tua….
Jangan kau sesali yang telah terjadi
Yakinlah Tuhan akan mengirim biduknya untukmu

Dan esok ketika kau buka jendela
Temukan damai dalam pembaringan
Kelana tua kecil kurus
Bapakku………

(Melki AS, Jogja 09/01/10 ; Telaga Renungan Sang Kelana Tua)
Continue Reading...

'Dan Sebelum Senja..

Samar dari jauh suara itu menyahut namaku
Suara yang berasal dari jeritan nurani terdalam
Mengisak gelak tawa menyisahkan pilu
Pelan...pelan....pelan.....
Pelan....pelan....pelan.....pelan.....
Pelan.......
Tapi sakit menusuk hati

Ku pejam mata bulat ini
tapi bayangnya selalu melambung
Kuasanya berenang menguasai akal

Oh Tuhan....tidak miriskah engkau
Aku menderita, aku sakit, aku terjerumus dalam jurang kehampaan
Aku hancur.....

Kerontang aku berusaha menepi
Semakin dekat tapi,
Tepian pun tak hendak aku menumpang hadir
Dan bidadari malam menanti lingkar
Menghadang jalan pupus harapan
Aku terjerembab ke dalam keputus asaan panjang

Tuhan Ilahi..............
Kau lah penolongku
Tiada kuasa aku menentang kehendakmu
Sejuta harap kenapa.....
kenapa.....
kenapa...........

Aku yakin kau tak pernah lelap
Dan aku yakin pintumu pasti banyak jalan
Untukmu
Untukku,
Untuk kami semua........
Takdir adalah keputusan

Mekar bunga karena-MU, Mati pun karena-MU
Dan, sebelum senja menyelimut
Tuhan....
Tolong Aku

Melki AS
Jogja 07/01/10, Sendiri Ku Renungi Takdirku
Continue Reading...

“Petang di Ujung Moncong Meriam Berkarat Di Pinggir Pantai’

Kepada kisah kau serahkan jasadmu
Petang membayang di ufuk barat
Di ujung moncong meriam berkarat di pinggir pantai

Ramah ilalang menyambut kedatangan
Bocah kecil botak beringus di pipi
Sambil berlari menepuk dada
Inilah sejarah
Inilah cerita

Sepoi angin berhembus menerpa pelan
Sejuk terasa damai dihati

Tapi sisa adalah sisa
Membias makna tersirat cerita
Meriam karat pun sirna
Rusak karena kepongahan dan kekuasaan sesat

Kini hanya kenangan bekas membayang
Usang dimakan hasrat kota
Dan cerita meriam berkarat berakhirlah sudah
Tanpa penantian dan perjuangan
Tanpa menjelma di dalam sukma

Kau sejarah
Kau ponggah
Ketegaranmu menatap laut
Kebengisanmu menakluk alam
Sia-sia tanpa guna

Kau kalah dengan tangan kuasa
Keangkuhanmu tak berkutik ketika orang mulai memperkosamu
Membawamu dalam Ketiadaartian

Sejenak damai pun berakhir
Membayang menatap langit
Mengingat Perjuangan dari dirimu
Yang kini mati...mati dan mati.....

Berantai hari terasa ingin bersatu
Setelah sekian lama tak berjumpa
Mengurai kisah, cinta dan manisnya bocah kecil
Menanti perjumpaan yang tertunda tertunda

Petang di ujung moncong meriam berkarat di pinggir pantai

(Melki AS, Jogja 12/01/10; Bengkulu Selatan, Kisah Kecil Bocah Ingusan)
Continue Reading...

Dari Sepucuk Surat, Kuhampiri Dirimu

Salam Sayang Selalu Padamu,

Semenjak engkau meninggalkan surat terakhirmu waktu itu, berjuta perasaan datang berhamburan. Was-was menyelimuti seluruh tubuh ini. Gemetar terasa lebih mengencang ketika surat itu kubacai kembali. Puitik memang terasa dan cukup argumentatif tentang apa yang telah engkau jelaskan. Tapi mungkin disini engkau melupakan sesuatu, Sayangku, Kekasihku tercinta. Aku sebenarnya tidak perlu menceritakannya lagi padamu, apalagi telah banyak yang telah kita ceriterakan, kita diskusikan sehingga akhirnya keputusan ini yang harus kita ambil (tapi oke lah, mungkin nanti aku-pun akan sedikit mengulas tentang apa yang sebenarnya belum engkau pahami)
Ayam mulai berkokok ketika pagi datang menyembul dari ufuk timur. Daun-daun-pun terlihat menari menantikan datangnya sang pembawa cerah. Begitupun aku melogikannya diantara kita. Entah apakah itu terpaut pada diriku atau dirimu. Tapi sebelumnya aku yakin akan ada bentuk terang yang akan coba kita bawa. Memang akhirnya semua itu nihil. Kedatangan suratmu itu telah merubah segalanya dalam diriku, dalam tiap detik detak jantungku. Tapi biarlah, mungkin ini yang namanya suratan takdir.

Ah…takdir, apa pula itu.
Apa benar takdir itu kejam seperti yang pernah di-lagukan.
Yang jelasnya hanya Tuhan yang tahu semua.

Dari awal ku melihati dirimu, terbesit aku tentang seorang tokoh perempuan yang sekaligus ibu bangsa kita ini (semoga aku tidak munafik). Ya, siapa lagi kalau bukan R.A Kartini. Seorang yang berdarah ningrat, tapi tidak mau terikat dalam kungkungan feodalisme keningratannya itu. Bisa kau bayangkan, seorang Kartini Muda yang waktu itu sebenarnya sudah terbilang enak hidupnya karena tidak akan pernah ada kekurangan yang diraihnya. Tapi siapa nyana, justru keberlebihan itulah yang menjadi kekurangan dari Kartini Muda. Beliau ingin sekali melihat dunia luar, bertemu bahkan bercakap tidak hanya dengan kalangan keluarganya saja dan hanya orang-orang tertentu. Beliau ingin sekali berbaur dengan semua orang dari semua golongan. Beliau ingin bercakap dengan pemuda-pemudi kita waktu itu. Ya, bercakap atau mungkin kalau di Indonesia-kan artinya bicara, berbicara. Beliau ingin sekali berbagi, sharing dengan siapa saja. Mungkin itu yang dibilang Habermas ataupun Georg Simmel tentang pondasi peradaban manusia di masa depan dalam teori komunikasi-nya. Sehingga Kartini mampu menjadi pelopor perubahan gender negeri ini dengan Emansipasi yang coba dirangkainya.
Mungkin engkau bertanya-tanya, siapa pula Habermas, siapa pula Georg Simmel dan apa pula teori Komunikasi itu. Tak penting kuceritakan padamu. Intinya, mereka menyimpulkan bahwa untuk keinginan dalam membangun peradaban masa depan yang baik, harus dimulai dengan membuat pondasi komunikasi secara sehat. Komunikasi yang dapat mem-pengertikan semua orang dengan penuh keterbukaan dan kejujuran. Karena diatas segala hal yang akan kita lakukan, selain niat, ada kejujuran yang harus selalu menjadi peran utamanya (tapi ini pendapatku sendiri lho, karena aku tidak ingin engkau menafsirkannya salah). Niat dan kejujuran. Itulah sebenarnya yang coba kita lakukan kemarin ketika kita mulai merajut asa. Engkau berusaha untuk jujur padaku, begitupun aku yang selalu dan selalu ingin jujur padamu. Tapi ternyata perjalanan panjang ini teramat banyak halang rintangnya. Berusaha untuk terus berjalan lurus, ternyata pun membawa dampak buruk pada hubungan kita. Bahkan kita tidak mengetahui kalau lobang besar telah siap untuk memangsa. Memangsa hubungan baik kita, memutus rajutan pondasi asa yang coba di urai.
Aku senang sebenarnya engkau telah mau jujur padaku. Terlebih lagi tentang apa yang pernah kita jalani. Mungkin engkau tidak atau bukan diciptakan untukku. Ku hargai itu semua. Aku-pun sadar dan kita pun telah sering mendiskusikan ini bukan! Bahwa cinta tidak harus memiliki karena kalau terlalu possesif, maka gelaplah semua terasa. Aku ingat sebait lirik lagunya Airsuplay yang lebih kurang bunyinya “ I can see the pain living in your eyes, and I know how hard you try, You deserve to have much more. I can feel your heart and I sympathize and I’ll never criticize all you’ve ever meant to my life”. Tapi akupun berharap sama seperti Bryan Adam, Please Forgive Me. Maukah kau memafkanku atas semua kesalahanku ini? Mungkin karena aku telah salah mengartikan dirimu, mengartikan bahasa cinta darimu. Aku memang mengakui bahwa aku terlalu masuk kedalam prinsip kecilku, bahwa apa sedang kulakukan harus diraih atau dicapai secara sempurna. Ini mungkin membawa perbedaan padamu. Sekali lagi forgive me sayangku (kalau masih boleh memanggilmu begitu). I would rather hurt myself than to ever make you cry. Biarlah prinsipku menjadi bagian diriku, dan prinsipmu menemani setiap perjalananmu.
Kita telah sama-sama membuat penegasan dan kita-pun akan menanggung resikonya sendiri-sendiri. Tapi jika engkau ingin sharing denganku, aku tidak akan menutup diri. Aku menghambakan diriku untuk suatu komunikasi. Tidak hanya engkau, bahkan siapa pun itu, aku tetap akan menemani dalam sharing-nya,. Terrmasuk engkau, Teman yang pernah kusayang. Mungkin dengan berakhirnya asa ini, membuat kita lebih khusyu pada pencapaian diri. Memang terkadang aku merindukan ketika jauh darimu. Bayangmu tidak gampang untuk dilupakan. Nama dan parasmu terlalu kuat bertengger di kepala yang keras ini. Tapi semoga ini tidak memusingkan dirimu. Memang tragis, tapi kita akan menjalani semuanya. “Manusia itu seperti aktor diatas panggung yang tanpa skenario, teks atau tuntunan peran, tapi mesti mamainkan suatu lakon entah itu apa” ungkap Jean Paul Sartre. Termasuk kita contohnya. Jadi janganlah engkau berpusing akan hal itu.
Keputusan yang kita buat memang terasa final dari cerita panjang ini. Memang awalnya dulu ketika orang bicara cinta itu adalah rasa yang suci, yang untuk mencapainya, kita benar-benar harus ikhlas dan melepaskan segala atribut yang berkaitan dengan kebendaan, yang juga hadir dari sanubari terdalam lalu terhembus pada tiap tarikan nafas, ku anggap itu semua paradoks yang besar (Big Illusion). Tapi sekarang aku merasakan hangatnya realitas yang nyata seperti yang pernah di ungkapkan Miguel de Unamuno dalam The Tragic Sense Of Life, bahwa cinta itu anaknya penipuan dan bapaknya ilusi (mungkin ini hanya protes ku saja pada cinta, tapi masih perlu di uji lagi hipotesisnya kemudian hari). Tapi ya namanya cinta, semuanya membingungkan kok. Logikanya tidak hanya muncul dalam satu layar bahkan bisa dua ataupun tiga layar secara bersamaan. Kahlil Gibran bahkan menuliskan bahwa cinta hadir tidak harus karena pendekatan yang intens sekalipun dilakukan berhari, bertahun atau berabad-abad lamanya. Ya bingung semua aku akan hal itu. Atau mungkin cinta itu suci, atau malah hanya sekedar keturunan dari sang penipu. Atau bisa jadi justru ia adalah penipu yang suci. Si suci yang suka menipu. Aku tidak tahu. Entahlah, biar waktu yang menjawab. Begitupun juga dengan cinta kita.
Sebenarnya aku terkejut ketika dalam suratmu, engkau menegaskan bahwa lebih memilih menyukai “dia” yang sedari awal menjadi temanmu, temanku, teman kita semua. Tapi tak mengapalah. Aku tidak akan mempersalahkanmu. Bukankah Kejujuran memang pahit dan Kehidupan musti kejam!! Jadi hidup sempurna harus dilalui dengan kemampuan survive (bertahan) dalam kepahitan dan kekejaman. Itu namanya gentle. Itu kenapa aku tidak ingin menyalahkanmu. Aku banyak harap, engkau tahan mengahadapinya dan aku dapat melewatinya. Biarlah cinta diantara kita menjadi buih yang terbang dibawa angin. Akhirnyapun toh tetap Tuhan yang tahu. Mungkin tidak padaku, padanya atau pada yang lain. Atau mungkin pula sekoci hatimu berlabuh pada orang lain, padanya ataupun padaku. Wallahualam.
Luka tetap akan selalu ada dan sudah menjadi bagian hidup dalam keseharian makhluk yang benafas. Apalagi makhluk nisbi seperti kita yang masih kotor dan berkeruh dalam menganyam samudra hidup. Perpisahan itu muncul didalam diri karena ketidakpuasan sehingga menimbulkan bercak cacat antara kita. Maka akhirnya ada suatu kewajaran ketika engkau meminta berpisah denganku karena terluka. Luka yang pernah terjadi padamu, padaku, pada hubungan kita, karena ada hati yang teraniaya. Ada sesama yang berbeda dan sebab itu coba ku binasakan. Dan kalau kau perlu tahu (seperti yang kubilang bahwa aku akan menjelaskannya), luka kita itu adalah luka hati yang terpaksa mengorbankan perasaan. Aku menyebutnya luka karena persoalan “hati dan perasaan” itu bukanlah sesuatu yang abstrak, tapi konkrit menyangkut tubuh, melibatkan perasaan, membangkitkan terenyuh dan juga amarah. Bukankah itu yang terjadi padamu saat ini?
Bilakah kau pernah membacai lagi novel Layla dan Majnun karangan Syaikh Nizami, kau pun akan akan bertanya-tanya. Begitupun aku. Tapi kuyakin terselip makna mendalam dalam kisah yang coba dituturkannya dalam novel tersebut. Makna yang mencoba menguak dalam hati dan perasaan manusia yang punya cinta. Cinta abadi seorang kelana korban hidup ber-kasta. Akhir cerita yang ternyata cintapun ternyata punya ruang tersendiri di hadapan sang khalik. Tentu engkau tahu itu, bagaimana cinta Layla dan Majnun yang terusik beragam rintang dan halang sampai akhirnya Qays (nama asli Majnun) yang sangat mencintai Layla ikut terbaring, mati, disamping pusara pujaan hatinya. Qays yang di bilang Majnun, yang berarti si Gila, setelah lama menderita karena cintanya yang teramat besar pada Layla memang menjadi gila setelah pertemuannya ketika Ibnu Salam, suami Layla yang terpaksakan meninggal dunia. Saking tidak kuatnya beliau menerima kebahagiaan sehingga tubuhnya bergetar dan kekuatannya melebihi kemampuan manusia biasa, sehingga padang pasir yang ada didepannya terlintasi dengan cepat dan sangat jauh. Mungkin begitu padaku hari ini, puisi yang coba dibuat Majnun, sekarang seolah menjadi wali dari perasaan kecilku ini terhadapmu. Ya, puisi yang dibuatnya di bagian akhir cerita sang pengelana. “Kesengsaraan ini milikku, kesedihan telah menyatu dalam jiwaku, kenangan tentang bibir yang begitu manis, telah membelenggu lidahku untuk mengungkap pesonanya. Saat sayap cintaku terluka dan tidak dapat terbang, burung indah mempesona yang telah lama aku cari datang dihadapanku. Sesungguhnya, engkau merangkai pesona bidadari, dan apalah artinya diriku? Aku tidak mengetahui apapun selain bayangmu. Tanpa engkau aku tiada. Khayalan telah menyatukan kita berdua. Kita melebur menjadi satu, menyatu dalam ketetapan cinta. Kita adalah dua tubuh dengan hati yang satu dan jiwa yang sama. Dua lilin dengan satu nyala api murni, semurni surga. Dari bentuk-bentuk yang sama digabung menjadi satu, dua titik menjadi satu, tiap jiwa mendukung satu sama lain”
Ya memang begitulah kiranya bayang-bayang. Selalu ada hal yang tidak tampak nyata. Cintapun membayang yang sebetulnya bukan keputusan final untuk suatu ikatan. Bisa saja sekarang cinta, besoknya benci. Ataupun sekarang cinta dan selamanya tetap cinta. Hehehe, jangan pula kau bingung, itu hanya lamunan kotorku saja. Bayang-banyangpun bisa jadi membawa keyakinan yang baik karena selalu akan ada kebaikan dibalik setiap keburukan yang kita dengar yang seolah dalam setiap kejadian (bencana secara kasarnya), adalah blessing in disguise, rahmat yang tersembunyi. Sebab bayang itu bukan selamanya suatu kegelapan semata, melainkan hanya sekadarnya. Sebab dibalik bayang itu tersembunyi terang yang sedikit terhalang. Terangku padamu ataupun terangmu padaku. Bahkan Sindhunata pernah membuat suatu kutipan bahwa bayang-bayang adalah kenyataan yang selalu menyertai kehidupan manusia. Bisa jadi bayang itu adalah lamunannya, impiannya atau cita-citanya. Tapi bisa juga bayang-bayang itu adalah kegagalannya, kesia-siannya, atau kesedihannya. Manusia tak mungkin ada tanpa bayang-bayangnya. Dimanapun ia berada, kemanapun ia mengembara, bayang-bayang itu tak mungkin lepas dari hidupnya. Makanya kenapa ku bilang bahwa sulit bagiku untuk melupakanmu, melupakan masa indah yang coba kita bangun bersama diatas ponggahnya kuasa cinta kita!!
Bayang ini juga yang mencoba menerangkan pada kita tentang arti dan kesia-siannya sebuah cinta seperti yang dialami Abelard dan Heloise. Kisah Abelard dan Heloise dalam the letter of Abelard and Heloise menunjukan pada kita bahwa dalam hidup selalu tersimpan sesuatu yang komplik, mulai dari kebahagiaan sampai kesengsaraan. Seperti kesengsaraan yang dialami mereka karena cinta. (semoga itu tidak pada kita). Mungkin kau belum sempat membacanya kemarin, karena baru saja aku mendapatkan buku itu. Cinta suci nan abadi, yang dibuat Abelard untuk Heloise, ataupun dari Heloise untuk Abelard menyiratkan bahwa keabadian cinta tidak harus menyatu selamanya. Bahkan keabadian itu, yang mereka nikmati justru lewat keterpisahan yang memilukan. Sebagaimana Abelard yang seorang guru dan Heloise sebagai muridnya menikah dalam ketersembunyian karena citra dan derajat masa itu. Namun pada akhirnya upaya bersatu yang suci ini-pun harus terlibat konspirasi yang menjatuhkan keduanya ke dalam aib yang tidak ter-peri-kan. Tapi cinta mereka tetap abadi meski harus terpisah. Justru keabadian dari keterpisahan ini, hingga akhirnya Abelard-pun mampu meninggal dalam senyum manusia sempurna. Dalam keheningan dan ketenangan apapun, cinta itu terus membara, menyeruak tanpa pernah menemukan apalagi yang diinginkan. Cinta mereka kemudian menjadi roh yang gelisah. Disatu pihak, roh itu memang murni, tapi dilain pihak juga dipenuhi keinginan dan hasrat yang tidak semurni itu karena ia juga manusiawi. Kegelisahan itu sungguh suatu kegelisahan. Namun justru kegilisahan itulah yang ikut merintis lahirnya zaman Renaissance, zaman yang penuh dengan kemanusiaan, menggantikan zaman yang terlalu keilahian.
Akupun tidak berharap kita tidak harus seperti Layla Majnun ataupun Abelard dan Heloise. Kita punya bayang sendiri yang selalu menyertai. Kisah mereka adalah rekaan sang pengarang dan kisah kita adalah sejarahnya kita. Meskipun kini harus terpisah. Keyakinanku padamu tidak akan pernah berubah. Aku yakin kau wanita tangkas, kuat menahan problema seperti Kartini, Layla atau Heloise. Entah mungkin suatu saat kita akan dipertemukan lagi atau tidak, cinta yang dulu pernah besemi diantara kita adalah corak tersendiri dari sebuh eksistensi manusia, termasuk kita. Ceritanya memang panjang dan berliku karena setelah hampir dua tahunan kita rajut, kitapun tak kuasa menahannya ketika ia akan jatuh. Tapi aku akan tetap berusaha mantap melangkahkan kaki gontai ini. Kucoba tegas seperti Sysiphus (Le Myth of Sysiphus karya Albert Camus) yang selalu bahagia meskipun terhukum harus membawa batu kepuncak tapi berulang kali juga sebelum mencapai bibir puncak, batu itu menggelinding kembali kebawah dan sysiphus tidak pernah menunjukan keputusasaannya meskipun itu absurd dilakukan. Itulah bayang yang coba aku tegakkan terus dari sepotong hati kecil ini, Sayangku.
Tak terasa karena ingin sekali aku membalas suratmu, sang terang mulai menyelinap dalam bayang redupnya rembulan. Ayam yang tadinya berkokok lantang, daun-daun yang tadinya riang menari, kini mulai terlihat melayu dan pulang ketempat seharusnya. Sekarang hanya kicauan jangkrik dan remangnya laron yang ganti menemani dalam kesendirian. Sesekali aku melihat kerlap-kerlip nya bintang dilangit. Kupandangi, sampai tak terasa mata ini berkaca. Ku usir nyamuk yang pengecut (karena mengigit dari belakang dan sembunyi-sembunyi) dengan membaca karya-karya sastra Portugis. Buku-buku sastra mereka mengulas tentang Dunia Sajak dan Ke-penyair-an. Mungkin akan berguna sedikit bagimu yang sedang memperdalam sastra. Dalam buku-buku Portugis itu, mereka menyebutkan bahwa Portugal adalah tanahnya penyair (barangkali kau belum tahu itu). Adalah Celina Bittencourt seorang penulis, pelukis dan penyair renta Brasil yang kini telah berusia 81 tahun yang tetap meneruskan keasyikan sastra Portugis yang mengurai tentang “amor atau cinta” tersebut. Oh iya, sastra Portugis dahulu berjaya dengan terkenalnya puisi ataupun sajak-sajak yang bergenre cinta sejak Luis Vas de Camoes (1524-1580), dan seteru sejarahnya Fernando Pessoa (1888-1935), sampai penyair kontemporer Alexandre Manuel O’Neil (1924-1986) dan Nuno Judice yang berjaya pada kurun 1972-an.
Mungkin kau perlu tahu, ada satu hal yang sangat kusenangi dalam membaca karya Celina. Judulnya “Acorda, Meu Amor” (Tegaskan, Sayangku). Begitulah kira-kira. Karena sedikit banyak ini mewakili perasaanku.

Vamos, acorda meu amor, que e curta a hora!...
Relembra, oh desvairado amor,
Cantigas e cantares que te disse
La bem distante ao nosso abraco debil
O quanto te queria e com que impeto?
Portanto acorda, amor, que que vai raiando a aurora!
Desperta, meu amor, que a curta a hora.

(Gegaslah, tegaskan sayangku, kini saatnya!...
Lihatlah, kekasih yang jauh,
Para penyanyi dan nyanyiannya selalu tentang itu
Sebaiknya jarak dan kerenggangan dienyahkan
Bilakah keinginan dan kebersamaan seiring?
Pastikan, sayang, untuk bersama wujudkan impian!
Tegaskan, sayangku, kini saatnya!)

Sangat enak bukan kalau dibacai, sampai perihnya mata ini membaca dalam remang seakan tiada berasa.
Ya kenapa aku bilang bahwa sengaja kutuliskan ini padamu, bukan hanya untuk memperdalam sastra saja, tapi seperti kubilang diawal tadi, ketegasan dan kejujuran memang sangat perlu dalam pengambilan keputusan. Begitupun ketika engkau percaya dengan keputusan kita harus berpisah.
Bilakah kau membacai bait terakhirnya, bila keinginan dan kebersamaan seiring maka akan lebih mudah menggapai impian. Maka itu aku tidak ingin menyalahkanmu dari keputusan yang telah dibuat. Karena masih sangat jauh kembara yang akan kita tempuh kemudian. Aku hanyalah salah satu contoh absurd yang mencoba masuk menemani jelajah cintamu yang luas. Dan aku yakin, suatu saat engkau akan berlabuh di dermaga yang sesungguhnya, yang penuh dengan seribu macam kembang dan kebahagiaan. Kejarlah itu, kawan, kejarlah itu sayang, kejar sampai dapat, sampai engkau benar-benar menemukan pelabuhan yang pantas untuk sebuah hatimu. Tak usah kau hiraukan daku. Aku akan menjalani pengembaraanku sendiri. Aku akan mencoba mencari dan bergelut dengan dunia kecilku ini. Biarlah paradoks ini ku tanggungkan dalam diriku. Tapi kumita padamu satu hal, tetaplah jaga komunikasi ini, meskipun kita tidak bisa membagi perasaan satu sama lain lagi. Karena dengan banyak berpola cakap, “derita dan beban akan tertangguhkan ketika ia menjelma menjadi cerita” ujar Hanna Arendt. Tidak ada yang perlu kita sesalkan dan tidak ada yang perlu kau tangisi. Pilihanmu adalah yang terbaik untukmu. Akupun senang bilamana engkau bahagia bersamanya.
Sebelum menutup suratku yang tiada guna ini, ingin sekali aku mengucapkan sesuatu padamu, “nothing gonna change my love for you”. Meski sudah terlambat karena sudah diambang perpisahan, tapi tak mengapa. Biar engkau tahu, biar semesta mencatat bahwa aku atau kita pernah memadu kasih, mereguk duniawi yang fana ini. Terakhir, ku berharap engkau tidak melupakan kata bijak “ to err is human, to forgive is divine”….kesalahan itu manusiawi tetapi memaafkan itu surgawi (Alexander Pope). Maafku ku hamburkan sebanyak-banyaknya untukmu. Sebanyak nafas yang berhembus dalam diriku. Begitupun harapku padamu tentang apa yang telah dan pernah kulakukan padamu sekalipun itu menyakiti hatimu, menyakiti perasaanmu atau bahkan fisik mungilmu. Biarlah bulan dan bintang yang menjadi saksi perjalanan cinta kita yang sepenggal ini serta sejarah yang selalu bertengger jadi teman sejatinyanya. Raihlah citamu, raihlah anganmu, dan raihlah cintamu sampai engkau benar-benar merasakan kepuasan dan kenikmatan seperti yang kau dambakan. Semoga kau bahagia selalu. Amin.

Melki Hartomi AS
Continue Reading...

BIOGRAFI POLITIK IMAM KHOMEINI


Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan

Ayatullah al-Uzmah Sayyid Ruhullah al-Musavi al-Khomeini dilahirkan di kota Khomein, dekat Isfahan, sekitar 300 kilometer selatan Taheran, pada 24 September 1902 (20 Jamadi-al-Thani 1320 H), bertepatan dengan hari ulang tahun Hazrat Fatimah, putri Nabi Muhammad SAW dan Istri Ali Bin Abi Thalib (Imam Syiah Pertama). Nama Khomeini berasal dari nama kota Khomeyn. Di Iran memang ada semacam tradisi menggunakan nama kota/daerah sebagai nama orang, biasanya dengan menambahkan akhiran”i”. Contoh lain, Rafsanjan menjadi Rafsanjani, Tehran menjadi Tehrani dan sebagainya. Sedangkan gelar Sayid menunjukan adanya garis keturunan dari Nabi Muhammad SAW.1

Ia berasal dari keluarga yang sangat religius. Baik ayahnya, Ayatullah Sayyid Mustafa al-Musavi al-Khomeini,kakeknya Sayyid Ahmad Hindi lahir di kintur, maupun kakek ayahnya, Sayyid Din Ali Syah, dikenal sebagai tokoh agama yang disegani pada masanya. Keluarga kakeknya adalah keluarga ulama terkemuka, Mir Hamed Husein Hindi Nesyaburi, yang karyanya, Abaqat Al-Anwar, jadi kebanggan Syiah India.2 Begitu pula kakek dari ibunya (Hajar Agha Khanon), Ayatullah Aqa Mirza Ahmad Khwasari. Sayyid Din Ali Syah adalah seorang cendikiawan muslim (Religious Scholar) dari Nishapur atau Nesyhabur (Iran timur Laut) yang bermigrasi ke Kashmir di mana kemudian ia menetap untuk selamanya . Anaknya Sayyid Ahmad Hindi, meninggalkan India pada sekita 1830 dan mengembara ke Karbala dan Najab (dua kota suci ummat Islam syiah Irak) kemudian mngunjungi kota Khumayn untuk memenuhi undangan temannya, Yusuf Khan. Di Khumayn ia menikah dengan adik yusuf Khan yaitu Sakinah, dan memperoleh empat orang anak (seorang laki-laki, tiga perempuan). Anak laki-lakinya, Sayyid Mustafa al-Musavi yang lahir pada tahun 1856. Mustafa belajar di Najaf di bawa bimbingan Mirza Hasan Syirasi kemudian pada tahun 1894 ia kembali ke Khomeyn. Sayyid Ahmad meninggal dunia pada saat Mustafa berumur 8 tahun. Sayyid Mustafa juga mendapat bimbingan dari ayatullah Aqa MirzaAhmad Khwansari dan kemudia menikah dengan anak Mirza Ahmad, Hajar Agha Khanom. Sayyid Mustafa dikaruniai anak sebanyak enam orang dan Ruhullah Khomeini yang bungsu dan satu-sdatunya yang panggilannya adalah Khomeini.

Pada tahun 1903, Ayah Ruhollah meninggal dunia pada usia 42 tahun. Kabarnya sayyid Mustafa dibunuh oleh dua orang bernama Ja’far Quli Khan dan Ridha Quli Sultan, agen-agen dinasti Qajar(1796-1926). Waktu itu Sayyid Mustafa sedang dalam perjalanan menuju ibukota provinsi Arak untuk menemui Gubernur Adhuh al-Sultan, guna melaporkan situasi yang tidak aman di kota Khomayn, jenazah Sayyid Mustafa segera di bawah ke Najaf. Paara Ulama Taheran, Arak, Isfahan, Golpaygan, dan Khumayn, mengadakan upacara untuk mengenang kematian sayyid Mustafa.

Periode bergolak ini tidak pelak lagi mwninggkan kesan pada Ruhullah mudaa, kendatipun di disayangi oleh Sahebeh, bibinya yang tinggal bersama keeluarga ruhullah. Sahibeh memiliki mental dan pikiran yang kuat, keehidupan Ruhullah di dominasi Sahebeh dan Ibunya. Keduanya meeninggal keetika Ruhullah berusia enam belas tahun.

Pada usia dua puluh tuju tahun, khomeini menikah dengan Batul, putri seorang Ayatullah dari Taheran. Mereka dikarunia lima anak, dua putra dan tiga putri.
Pendidikan

Sebagai anak, Khomeini belajar bahasa Arab, syair Perssia dan kaligraafi disekolah neegeri dan ‘maktab’. Maktab, tempat menulis dalam bahasa arabnya, sebenrnyaameupakan ‘tempat meembaca’ di Iran. Seorang mullah atau wanita seteempatmengajarkan abjad daan pelafalan huruf-huruf Arab. Anak-anak duduk di lantai, danmenirukan apasaja yang dikatakan sang guru. Disiplin di maktab sangatlah keras. Kalau diatur dengan standar dewasa ini, hukuman untuk salah melafalkan kata-kata Al-Quran disana amat keras.

Seperti anak-anak lain, Ruhullah diajar meenghapal bebeerapa surah terakhir Al-Quran dan beberapa frase seerta kata Arab tentang Nabi dan Para Imam. Selai berbagai buku riwayatpara imam dan sebuah buku hadis NabiMuhammad SAW, diajkarkan pula sejaarah versi Syia’ah. Misalnya ada keyakinan bahwa Nabi maupun keluarga Nabi (termasuk para Imam Syiaah) wafat secara tidak alamiah. Ini ditunjukan dengan perkataan yang dinisbahkan kepada para imam Syiah, kami kalau tidak diracun , yaa dibuna. Perjuanganantara kebenaran dan kebatilan ini, atau melihat segalanya dengan hitam dan putih, membekas pada jiwa dan pkiran ruhullah. Kosa kata dan rasa dizalimi, senantiasa menyertainya sepanjang hayatnya. Jika menyangkut rasa tragedi yang mendalam, tak ada wilayah yang kelabu. Ruhullah mendengar hal ini berulang kali dalam hidupnya, dari rumah sampai maktab, mesjid dan madrasa. Dalam interpretsdi sejarah seperti ini, Nabi muhammad disalimi musuh-musuhnya. Putrinya Fatimah, yang dihormati oleh kaum Syiah, diperlakukan secara tidak adil oleh Umar. Suaminya Ali diperlakukan secara tidak adil oleh Abu Bakar, Umar dan Utsman yang merampas haknya untuk menggatikan Nabi seabagi kahalifah. Kaum Sunni hanya mengannggap ali sebagai Kahalifah keempat setelah nabi Muhammad SAW, sedangkan kaum Syiah memandang Ali sebagai Imam pertama. Setelah diperlakukan secara tidak adil, Ali kemudian dibunuh. Merupakn tugas segenap kaum Syiah untuk mengtasi ketidakadilan-ketakadilan semacam itu.

Menjelang dewasa, Khomeini mulai belajar agama dengan lebih serius. Ketika berusia lima belas tahun, dia mulai belajar tatabahasa Arab kepada saudaranya, Murtaza, yang belajar bahasa Arab dan teologi Isfahan. Khomeini tekun belajar, punya bakat khusus dalam menulisdan menyusun syair Persia. Dia banyak belajar syair Syair klasik, dengan penekanan setidak-tidaknya pertama-pertama pada syair moral dan etika seperti klasik besar’Golistan Sa’di’ (Taman Mawar). Paduan liririsme dan mistitisme Hafes, juga diajarkan. Hampir tak ada penyair besar yang tidak dicatat oleh khomeini dalam tulisan-tulisannya dikemudian hari. Nader-e Naderpour, seorang penyair Iran kontemporer yang bertemu Khomeini pada awal 1960-an di Qum, berkata: kami membacakan syair selama empat jam. Setiap baris pertama yang saya bacakan dari seorang penyair, dia membacakan baris keduanya. Khomeini juga memperlihtkan minat pada kaligrafi Persia, mempelajarinya dari seorang Syaikh yang bernama Hamzah Mahallati. Inilah kecakapan yang dipraktikkannya, bahkan ketika sudah usia tua.

Khomeini merupakan prodak Iran tengah, yang selama berabad-abad telah melahirkan ulama-ulama dan ahli-ahli agama. Dan bergurunya Khomeini kepada mahallati merupakan bagian dari tradisi ini. Yang pada waktu itu didambakan oleh Khomeini muda Mujtahid. Khomein bukan lagi lahan yang subur bagi aspirasinya. Najaf menjadi pilihan yang ideal. Namun runtuhnya imperium ‘Utsmaniah, dan digantikannya imperium ini di Irak olem mandat Inggris, menyebabkan terjadinya pergolakan politik. Lagi pula Khomeini belum cukup pendidikannya untuk pergi ke Najaf. Di pihak lain Isfahan, yang merupakan pusat ulama Syiah selama beberapa abad, merupakan kota penting yang letaknya sangat dekat letaknya dengan Khomein. Khomeini memutuskan untuk pergi ke Isfahan. Begitu di Isfahan, dia mendengar Syaikh ‘Abdul Karim Ha’ri Yazdi, seorang ulama terkemuka yang meninggalkan Karbala, untuk menghindari pergolakan politik, mendorang banyak ulama terkemuka untuk menyatakan penentangan pada kepada pemerintah Inggris di Irak. Hairi tinggal di kota Sultanabad atau Arak, dekat Isfahan. Bagi siswa yang impiaannya adalah Najaf, ini merupakan peluang yang menarik. Khomeini berusia tujuh belas tahun ketika berangkat ke Arak.

Di Arak, Ha’eri mendidik satu generasi ulama terkemuka disebuah madrasah yang mendapat bantuan dari Haj Aqa Mohsen araki (1325/1907), seorang ulama anti kontitusi terkemuka, Sebagai seorang yang baru dalam lingkunagn ilmu, Khomeini belajar ‘Suyuti’, sebuah teks tata bahasa Arab karya ulama Mesir, Jalaluddin Suyuti (atau As-Suyuti). Ketika belajar Khomeini hanya sedikit Kompromi, suatu sifat yang senatiasa menyertainya sepanjang hayatnya . Suatu hari, keyika sedang belajar suyuti bersama siswa lain dihalaman sekolah, Haeri sedang mengajar studi lanjutan kepada talabeh lain. Khomeini terusik oleh kebisingannya. Karena tak mau bertele-tele, Khomeini berpaling ke Hae’ri dan meminta dengan sopan namun tegas, agar berbicara lebih lembut. Ha’eri terkejut ditegur seperti ini oleh seorang murid. Khomeini saat itu merupakan talabeh yang sudah berpengalaman dan terdidik, serta memakai serban hitam.

Dengan runtuhnya imperium ‘Utsmania, ulama terkemuka ini enggan tinggal di kota-kota yang ada dibawah mandat inggris. Namun Qum dipandang sebagai kota Syiah yang pas. Sebagai pusat Syiah awal Qum merupakan tempat suci Ma,sumeh, saudara perempuan Imam Ridha, Imam kedelapan Syiah. Kebangkitan Qum sebagai pusat teologi utama pada hakekatnya berkaitan dengan Ha’eri, yang mendapat sambutan hangat ketika berzziarah ke kota ini pada 1921. kemudian dia diundang untuk pindah ke Qum. Setelah Ha,eri pindah ke Qum, Ahmad Syah, raja terakhir Qajar, megadakan perjalanan khusus untuk menyambutnya. Segera saja, banyak ulama dari arak maupun dari kota-kota lain berdatangan ke Qum, dan mengubah Qum menjadi pusat teologi yang maju, yang mempunyai guru-guru untuk semua cabang ilmu Islam. Sekitar lima bulan kemudiaan, Khomeini yang pada waktu itu sedang belajar Motawwal, sebuah buku retorika dan semantik, mengikuti jejak Ha,eri pergi ke Qum, dan tinggal sekolah teologi dekat tempat suci itu.

Salah seorang guru pertama Khomeini ditempaat tinggalnya yang baru adalah Muhammad Reza Masjed Syahi. Dari Syahi inilah dia belajar retorika dan syair. Dan karena Syahi pula dia jadi tertarik pada topik baru, teori evolusi Darwin yang digunakan oleh kaum sekularis anti ulama untuk mencela dan mengejek ulama. Masjed Syahi adalah satu diantara banyak mullah yang berupaya membantah darwin. Khoemini segera mempelajari dan mendiskusikan buku gurunya, kritik terhadap filsafat Darwin.

Khomeini menyelesaikan studi fiqih dan ushul dengan seorang guru dari Kasyan, yang sebelas tahun lebih tua darina, yaitu Ayatulllah Ali Yasrebi Kasyani (meninggal 1959). Kemudian Khomeini mengikuti kelas Ha’eri. Kalau Orang mengikuti kuliah seperti itu, berari ia memasuki tingkat tiga . Ha’eri mengajar Dars-e Kharej (studi diluar teks). Pada tingkat ini tidak ada buku pegangan, para siswa berusaha membentuk pendapatnya sendiri mengenai soal-soal hukum. Inilah tahap pendidikan Final Khomeini. Pada awala tahuan 1930-an, dia menjadi mujtahid dan menerima ijazah untuk menyampaikan hadis dari empat guru terkemuka. Yang pertama dari kempat guru itu adalah Muhsin Amin Ameli (wafat 1952), seorang ulama terkemuka dari Libanon. Yang kedua adalah Syaikh Abbas Qumi (wafat 1959) ahli hadis terkemuka dan sejarahwan Syiah. Qumi adalah penulis yang tulisannya digemari digemari di Iran Modern, terutama bukunya yang berjudul Mafatih Al-Jinan (kunci surga). Mafatih Al-Jinan diberikan kepada setiap sukarelawan perang setelah revolusi, suatu praktek yang salh ditafsarkan lawan Khomeini. Guru ketiganya adalah Abdul Qasim Dehkordi Isfahani (wafat 1934) seorang mullah terkemuka di Isfahan. Guru keempatnya adalah Muhammad Reza Masjed Syahi (wafat 1943) yang datang di Qum pada 1925 karena protes menentang kebijakan anti-Islam Reza Syah.

Setelah studi hukum dan fiqih di Qum, Khomeini juga mempelajari dua tradisi Islam yang tidak lazim yaitu irfan dan hikamah. Pelajaran inilah sangat besar dampaknya pada pandangan Khomeini mengenai dirinya dan dunia . Irafan (gnosis adalah pengetahuan mistis dunia bathiniah manusia yang mengupayakan keakraban dengan Allah0 merupakan tradisi spiritual yang terdapat terutama di dunia Syiah. Hikmah yang diwarnai oleh sistem pemikiran yang sepenuhnya logis dan skolastik, danjuga oleh eksplorasi pengalaman tentang hakekat realitas puncak. Perwujudan lain irfan, yang juga penting sehubungan dengan Khomeini, adalah syair mistis persia, kendati tidak terbatas pada penyair Syiah saja, tapi juga pada penyair Sunni yaitu Jalaluddin Rumi dan Hafiz.

Setelah mempelajari filsafat, Khomeini mulai mempelajari tasawuf. Dia terutama tertarik kepada syarh-i fushush, sebuah ulasan oleh Syarifuddin Daud Qaisari (wafat 1450) atas fushush Al-Hikmah, salah satu karya Ibn Arabi yang memaparkan secara mistis sifat-sifat Allah yang tercermin dalam sifat para Nabi seejak Adam hingga Muhammad. Pada 1937, Khomeini menulis ulasan mengenai fushush tersebut.

Khomeini terpengaruh dari salah seorang gurunya , Syahabadi. Khomeini perna berkata pada Syahabadi; yang anda katakan tidak ada dalam buku . Dari mana itu? Jawab Syahabadi; itu pendapatku sendiri. Syahabadi adalah seseorang yang tak suka bersikap diam. Dia salah seorang anggota kelompok kecil mullah yang aktif menentang kebijakan Reza Syah, dan juga mempeengaruhi pandangan politik Khomeni. Syahabadi menekankan pentingnya perencanaan untuk mendidik dan mengoeganisasikan kaum muslimin.

Ketika mengulas sebuah yang dikenal dengan nama Doa Fajar, Khomeini menunjukkan keselarasan syariat dengan logika mistisme. Dia mengatakan tidak ada kontradiksi intrinsik antara irfan dan tasawuf di satu pihak, dan berpegang teguh pada syariat di pihak lain. Kepribadian Khomeini berkembang selaras dengan tradisi Islam. Sebagai pemuda yang cerdas, introvet dan kecewa (kepada keadaan yang ada disekelilingnya ) ditambah dengan kemunduran dan keruntuhan kemapanan ulama, maka pemenuhan pencerahan batin lewat mistisme merupakan saat yang menentukan bagi Khomeini. Dia tak puas dan tak terpenuhi oleh agama versi ortodoks yang begitu lazim dikalangan mayoritas ulama.

Khomeini biasanya menulis dengan bahasa yang sangat sederhana. Dan tulisan misytisnya senantiasa dibungkus dengan bahasa simbolik Posturnya di publik sebagai mujtahid sejak awal selalu selaras dengan kecenderungan umum ulama. Dia menghindari subyek yang mencurigakan seperti filsafat dan mistisme, demi disiplin umum seperti hukum, fiqih, ilmu Al-Quran, dan hadis Nabi serta para Imam. Dalam beberapa hal, Khomeini adalah salah satu diantara sedikit orang yang menjad faqih terkemuka, mencapai tingkat tertinggi dalam mistisme teoritis, dam sekaligus menjadi guru filsafat Islam yang sangat dihormati. Dia juga dipandang sebagai praktisi islam militan terkemuka.

Konsep manusia sempurna menguasai imajinasi Khomeini, karena memberi Khomeini cara baru yang lebih efektif untuk mengungkapkan kemunduran Islam. Dia juga menerima pandangan kaum sufi seperti pra-eksistensi Nabi. Kaum Syiah percaya bahwa setelah wafatnya Nabi, cahaya beralih ke Alih, dan melalui Ali dan beralih kepada Imam Ahlul Bait. Logos merupakan hal yang sentral bagi pemahaman mistis mengenai alam semesta dan kedudukan manusia di alam semesta.

Ketika mengulas Doa Fajar Khomeini mengutip sufi besar Islam seperti Ibn Arabi, Mullah Shadra, Hafizh da Rumi, untuk mendukung pandangannya bahwa: “ Manusia sempurna adalah pemegang rantai eksistensi, yang melengkapi siklusnya… Dia adalah tanda agung Allah Yng diciptakan dalam imaji Allah. Setelah menerima pandangan manusia sempurna Ibn Arabi, Khomeini kemudian berpaling ke pahlawannya, yaitu Mullah Shadra. Dan teosofi transendental (Hikmat-e Muta’aliyeh) Mullah Shadra ini berdasar pada irfannya ibn Arabi, filsafat pencerahan (falsafeh-ye isyraq) Suhrawardi, filsafat rasional (falsafeh-ye masyya’I) pengikut Ibn Sina dan teologi (kalam) Syiah. Mullah Shadra telah menelaah persoalan ini sebagai perjalanan intlektual dan spiritual, dan merasionalisasikan argumennya dengan penjelasan mistis dan filosofis. Khomeini melangkah lebih jauh. Baginya perjalanan pertama adalah dari makhluk ke Tuhan dimana sang musafir yang mencari kebenaran berupaya keras meninggalkan wilayah batas-batas manusia. Perjalanan keduanya adalah dengan Tuhan dalam Tuhan. Dia akan mengetahui keindahan nama-nama dan sifat Allah, menyaksikan berbagai perwujudan sejatinya, pengaruh dan kekuasaanya. Perjalanan ketiganya adalah perjalanan dimana sang musafir kembali ke masyarakat, namuntak lagi terpisah dengan Tuhan karena Dia kini melihat zat mahakuasa-Nya. Perjalanan terakhirnya adalah dimana sang muusafir mendafat sifat-sifat Tuhan, sehingga dia dapat membimbing dan membantu orang lain mencapai Tuhan. Inilah tahap yang sangat penting. Disinilah Wilayat dan kenabian terealisasikan, memberi sang musafir misi penyampaian firman Allah. Dia harus memandu manusia dari yang banyak ke yang tunggal, dari penghujatan ke iman, dari kesyirikan dan tauhid, dari kekurangan ke sempurnaan. Yang lebih penting dengan menegakkan kebijakan yang benar, pemerintahan yang mutlak adil dan pemerintahan Tuhan , manusia sempurna memandu masyarakat menuju kesempurnaan mutlak.

Ketertarikan Pada politik.

Untuk menerapkan hukum islam, dan mendorong masyarakat menuju kesempurnasas, Khomeini harus mendapatkan sarana yang diperlukan. Di pusat teologi, yang dikemudian hari digambarkan oleh Khomeini sendiri sebagai sarang ular, yang menjadi norma adalah vaksionisme, lobi dan populisme. Otoritas moral, imbalan finansial dan pembuhuan karakter disingkirkan. Guru dan murid merupakan aktor utama yang dapat mengubah guru menjadi ayatullah besar, atau menghancurkannya. Dia kurang memperhatikan diskusi yang dimaksudkannya sekedar diskusi. Dia mengemukakan topik dengan cara yang jelas dan mantap. Pertama dengan menjelaskan pendapat yang lain mengenai topik itu, dan kemudian pendapatnya sendiri, sebelum mencari argumen.

Perhatian Khomeini pada mistisisme, dan non konformitasnya, tidak menghalangi perhatiannya kepada apa yang sedang berlangsung di Qum dan di dalam negeri pada umumnya.didorong oleh apa yang dilihatnya sebagai kemunduran moral di iran, pada tahun 1930-an dia mulaimengajar etika. Dikemudian hari dia mengatakan betapa periode sekarang ini orang’…pada egois, lemah dan melempem,’sehingga’ mereka tak mampu menghadapi kediktatoran Reza Syah’. Bagi Khomeini, bangsanya tak memiliki moral yang diperlukan untuk mengatasi kemunduran ini, dan Iran sebagai bangsa dengan demikian jadi terbengkalai. Khomeini memberikan kuliah di sekolah Faiziyeh Qum. Khomeini memilih tempat umum yang terkenal disebelah makam Fathimah di Bazar. Dia memilih hari kamis dan jum’at, ketika beribu-ribu peziarah berdatangan ke kota itu.ini menjamin tersebarnya reputasi Khomeini di luar kalangan agama. Memeang banyak orang berdatangan dari kota-kota dan dusun-dusung di sekitarnya, dan bahkan dari Teheran, hanya untuk mendengarkan ceramahnya. Pihak berwenang segera melihat bahwa Khomeini merupakan ancaman bagi ketertiban umum. Mereka lalu berupaya agar Khomeini tidak memberikan ceramah, sekalipun di sekolah teologi. Menurut muridnya Khomeini menjawab “saya berkewajiban melanjutkan ceramah ini. Jika politi hendak menghentikannya, polisi harus datang sendiri dan mencegah jangan sampai ada ceramah”. Meski polisi tidak menyambut himbauan Khomeini agar campur tangan langsung, namun polisi mulai melakukn penekanan langsung atas diri Khomeini, sehingga Khomeini terpaksa memindahkan ceramahnya dari Faiziyeh, dan kemudian melanjutkan kuliahnya. Tak seperti kebanyakan Mullah yang berupaya menakuti dengan ancaman hukuman di neraka dan mendorong mereka dengan mengiming-iming surga, Khomeini berceramah tentang baik dan buruk, kesadaran agama, disiplin diri dan sebab-sebab kemunduran dalam Islam. Setelah mengahadapi tekanan pemerintah pada tahun 1930-an, Khomeini akhirnya mengalah pada tekanan sesama ulama pada akhir tahun 1940-an, dan tak lagi memberikan kuliah umum. Sejak itulah dia mulai belajar fikih, meskipun tetap mengajar akhlak, tasawuf dan filsafat secara pribadi. Merka memandang putraku tidak bersih agamanya, hanya karena aku mengajar filsafat dan tasawuf. Keluhnya sedih bertahun-tahun kemudian. Ali Akbar Hasyemi Rafsanjani, murid Khomeini yang kemudian menjadi presiden Iran, berkata bahwa Khomeini dipaksa uzlah oleh orang-orang yang menentang Khomeini mengajar filsafat, termasuk Ayatullah Burujerdi. Selama hampir tiga tahun , Khomeini mengajar di rmah, seringkali menyembunyikan dirinya sedang mengajar filsafat dan tasawuf. Namun, tiga diantara murid dekatnya, Ayatullah Murtadha Mutahhari, Ayatullah Husein ‘Ali Montazeri, dan ayatullah Javadi Amuli, tetap melanjutkan kuliah pribadi dibidang teosofi transendental dengan Khomeini.

Khomeini memasuki debat agama dan politik nasional sekalipun tidak terang-terangan, setelah perang Dunia kedua, ketika Reza Syah tak lagi berkuasa. Untuk menghadapi pemerintahan Reza Syah yang anti ulama, para ulama setelah sebelumnya berjuang, merasa tak mempunyai banyak pilihan kecuali untuk tunduk. Suatu masa yang begitu sulit, sampai-sampai rezim Syah tentu akan menghancurkan Qum, jelas seorang rekan dekat Khomeini, Ayatullah Saduqi. Pendekatan pasif ini dibenarkan oleh gagasan taqiyah dalam Syiah, untuk melindungi orang Islam ketika dalam keadaan bahaya yang tak mungkin diatasinya. Tak syak lagi selama pemerintahan Reza Syah, inilah sikap para ulama. Dan ada bukti bahwa Khomeini sendiri termasuk yang bersikap seeprti ini. Seorang muridnya menuturkan, ketika Bafki (seorang ayatullah yang tak disukai Reza) balik ke Qum, setelah di bunag, Khomeini mengunjunginya. Bafqi marah karena mullah membiarkan pihak berwenang menghancurkan Masjid Imam di Qum untuk pembangunan jalan. Bafki berkata kepada Khomeini : ‘anda ada di sini, dan membiarkan mereka menghancurkan mesjid Imam?’ jawab Khomeini : ‘Taqiyah adalah jalanku, dan jalan leluhurku’ (At-taqiyyatu dini wa dinu aba’I).

Pada periode pasca Syah, Khomeini bisa tidak bertaqiyah. Pernyataan politik pertamanya direkam pada 1944 dalam buku tamu disebuah mesjid di Yazd. Pada bagian atas halaman dia menulis “Untuk dibaca dan diamalkan” dia mengawali dengan ayat Al Qur’an : “Katakanlah, aku nasehatkan kepadamu satu hal, agar kamu bangkit demi Allah, bersama-sama atau sendiri-sendiri”. Dia menekankan gagasan bangkit demi atau dengan nama Allah it. Dia mengomentari apa yang telah terjadi pada bangsa yang tidak bangkit atas nama Allah itu. Karena egois dan mengabaikan bangkit karena Allah, maka hari-hari kita sekarang ini jadi gelap, dan kitapun jadi sasaran dominasi dunia. Karena egois maka dunia Muslim jadi terongrong. Karena kecewa melihat orang muslim, Khomeini mendesak mereka untuk belajar ‘tentang dedikasi kepada agama’ dari kaum Baha’i (meskipun kaum ini dianggap sesat). Tak lama kemudia, Khomeini mengemukakan pandangan nya mengenai pemerintahan Reza Syah dalam karya politik pertamanya, Kasyf Al Asrar (menyingkap rahasia), yang diselesaikannya pada tahun 1942.

Dengan menggelar gaya polemik yang didapatnya di sekolah teologi, Khomeini berbicara secara retoris bahwa Reza Syah adalah ‘prajurit buta huruf yang tahu bahwa jika dirinya tak menindas mereka (ulama),dan membungkam mereka dengan bayonet, maka mereka akan menentang perlakuannya terhadap negara dan agama’. Kasyf Al asrar ditujukan terutama kepada Reza Syah. Sasaran utamanya adalah mereka yang bekerjasama dengan Reza Syah., khususnya ulama penghianat. Memang ini merupakan tanggapan langsung terhadap serangan atas kemampanan ulama dalam sebuah pamflet yang berjudul Asrar-e Hezar saleh (rahasia seribu tahun), yang ditulis Hakamizadeh, editor Homayoun. Khomeini dikemudian hari bertutur bahwa ketika ia melihat karya ini, dia jadi marah. Sekalipun pada waktu itu matanya sedang dakit, Khomeini tak melihat alternatif lain, selain cuti mengajar selama empat puluh delapan hari untuk menjawab tuduhan itu.mengenai Hakamizadeh dan orang yang seperti dia, Khomeini berpendapat bahwa sementara dunia dilanda perang, dan berbagai bangsa sedang berjuang menyelamatkan diri, ada beberapa orang yang tak punya pikiran dan jiwa, yang mencoba sekuat daya menyebarkan perpecahan dan fitnah, bukannya membantu saudara sebangsa mereka yang terdesak untuk berperang. Orang-orang seperti ini telah melakukan ‘langkah jahat’, seperti menyebarkan gagasan beracun mereka yang memfitnah ulama. Khomeini merasa berkewajiban membuat fakta-fakta ini menjadi perhatian orang. Sehingga sumber-sumber korupsi, kerusakan dan kesengsaraan Iran dapat diketahui. Satu kecenderungan reformis yang mendapat kemajuan, dan yang terutama di cerca Khomeini, mengatakan bahwa ritual Syiah dan beberapa sekte Sufi, sedikit hubungannya dengan agama yang di bawa Muhammad. Pandangan ini yang diserukan oleh Kasrawi dan sejumlah mantan mullah, tidak berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh sekte Wahhabi Puritanis di Saudi Arabia.

Khomeini menulis bagian-bagian pamfletnya dengan cara jau lebih sederhana dan arif. Dengan sistematis, Khomeini membantah dan menyeleksi keragu-raguan akan keesaan Allah, Imamah, Ulama, pemerintah, hukum, dan hadis. Dengan memperlihatkan pengetahuan filsafat, logika dan polemiknya, dia menentang lawan-lawannya. Dia menerangkan latar belakang pokok persoalannya, dan mengemukakan kasusnya. Teknik yang juga dikemukakannya adalh membangkitkan rasa patriotisme dan sentimen keagamaan pembacanya. Berbeda dengan mulla segenarasinya, dia bahkan selalu menggunakan istilah filosofis yang pada waktu itu jadi mode dikalangan unsur anti ulama, yaitu kherad, atau kekuatan nalar. Orang yang tak rasional ini (Hakamizadeh) menganggap orang yang religius menginjak-injak kaidah nalar, dan tak menghargainya. Ini menunjukkan kebodohan Hakamizadeh dan kurangnya informasi. Bukankah orang religiuslah yang menulis filsafat dan prinsip fikih ? Bukankah mereka memandang beribu-ribu soal filsafat dan teologi melalui kaca mata nalar dan akal ? Bukankah tokoh-tokoh teologi ini yang memandang nalar sebagai salah satu masalh yang penting ?

Diperlihatkannya sensitifitas politik seperti itu diselang-selingi dengan kecaman. Ketika menyrang balik lawan ulama, Khomeini tidak merasa perlu menahan diri, menuduh mereka bidih, pengkhianat, jahil dan menyimpang dari agama. Namun ktik memulai pernyataan final polemiknya, dengan nada ofensif dia menulis bahwa mereka yang memandang diri sebagai pelindung agama mestilah ‘meremukkan gigi orang tak berakal ini dengan kepalan tinju bsi dan menginjak-injak kepalanya’ (yakni menutup mulut dan merendahkan mereka). Ada hal lain dalam ksyf Al-Asrar. Disini kita melihat pernyataan pertama gagasan konstitusi negara Islam. Khomeini menghimbau pembacanya, khususnya ulama, agar membaca bab mengenai pemerintah.

Kata Khomeini, ‘pemerinta baru sah bila menerima aturan Allah. Aturan Allah artinya adalah menerapkan syariat. Segenap hukum yang bertentangan dengan syariat harus digugurkan, karena hanya hukum Allah sajalah yang sah dan tak berubah, meskipun zaman berubah’. Orang asing dan peradaban Barat, dalam hal ini, ‘mencuri nalar dan kecerdasan dari kaum Muslim’.

Katanya, bentuk pemerintahan itu sendiri tak jai soal, selama hukum Islam diterapkan. Namun jika pemerintahnya berbentuk monarki, maka rajanya harus diangkat oleh Mujtahid, yang memilih raja yang adil yang tak melanggar hukum Allah, yang tak menindas, yang tak melanggar hak milik, jiwa dan kehormatan orang. Dia mengharap pemerintah Islam mengikuti aturan agama dan melarang penerbitan yang bertentangan dengan aturan hukum dan agama, --dan dihadapan pendukung religiusnya-- menggantung mereka yang menulis omong kosong seperti itu. Pembuat fitnah, yang membuat kerusakan di muka bumi (musid fi al-ardh), katanya haruslah dimusnahkan, agar orang lain tak melanggar kesucian agama.

Pahlawan yang dikagumi Khomeini menggunakan persuasi Islam yang berbeda. Pada satu ujung, Modares, seorang anggota parlemen yang tak tercela, dan pada ujung yang lain, Syaik fadhlullah Nuri, pembela syariat yang anti konstitusionalis dan konservatif. Khomeini sering menyebut eksekusi Syek Fadhullah, bersama dengan tumbangnya imperium Utsmania dan intervensi Inggris dalam urusan Irak, sebagai tiga malapetaka yang menimpa Islam. Kekaguman Khomeini kepada para pemikir Islam dan perintis perubahan diperkuat oleh militansi mereka dalam membela syariat. Meski memuji pemikiran konstitusional terkemuka seperti Ayatullah Na’ini (1860-1936) yang menghadapi Inggris di Irak, Khomeini tidak banyak memuji upaya Na’ini merujukkan demokrasi dengan Islam. Na’ini menulis buku teori politik Syi’ah, yang menanggapi pandangan ulam aanti konstitusionalis.
Pada akhir tahun 1940-an, Khomeini mulai meninggalkan uzlahnya. Khomeini percaya bahwa politik –seperti juga filsafat, tasawuf dan fikih merupakan bagian dari Islam. Untuk memajukan pandangannya, dia mengamati dari dekat dua tokoh zaman itu, Ayatullah Kasyani , yang penting perannya dalam politik dan Ayatullah Burujerdi, seorang marja Taqlid paling penting sejak tahun 1947. dalam banyak soal, seperti anti kolonialisme, universalime Islam, aktivisme politik dan populisme pandanga Khomeini sam dengan Kasyani. Tapi mereka juga berbeda dalam banyak hal. Kayani adalah politisi berbudi bahasa, yang cenderung luwes, sedangkan Khomeini lebih keras dan kurang akomodatif. Sementara Kasyani melepaskan jabatannya sebagai guru di pusat Teologi, Khomeini menyerukan bersatunya kepemimpinan ulama. Memang, Kasyani barangkali lebih dikenal dikalangan ulama muda dan kelas menengah seperti Khomeini, namun yang memimpin pusat-pusat teologi adalah ulama terkemuka di Qum dan Najaf, dan bukan Kasyani. Setelah Ayatullah Burujerdi, yang selanjutnya dipuji Khomeini adalah Kasyani. Khomeini berharap Burujerdi dapat mengatasi perpecahan dan kelembaman ulama.

Sebagai guru teologi di Qum, Khomeini sesungguhnya memanikan peran aktif dalam mencari orang kuat dan dapat diterima semua kalangan untuk menyatukan dan melindungi ulama. orang kuat dan dapat diterima seperti itu ditemukan Khomeini pada diri Burujerdi. Seorang Mullah terkemuka yang terkenal luas pengetahuan teologi dan fiqihnya. Burujerdi juga dipandang sangat saleh, sangat meyakini dialog Sunni-Syiah dan administrator yang piawai. Kepribadian dan Kharisma Burujerdi, maupun visi reformisnya, mengalahkan pengaruh Syi’ah lainnya. Menjadikan dirinya pemimpin mereka yang hampir universal. Ini menimbulkan berbagai persoalan antara dirinya dan mullah politik sehingga dia bersikap hati-hati ketika menjalankan status non politiknya sebagai marja’-I taqlid. Tidak campur tangannya Burujerdi dalam politik, pada saat Irang sedang mengalami kebangkitasn nasional besar selam aDR. Mosaddeq, menjauhkan kaum nasionalis dan sekutu Muslim yang mengharapkan dukungan dari ulama. Namun, Kasyani mwngabaikan nasehat Burujerdi, dan menerima jabatan sebagai juru bicara Majelis.

Mosaik politik yang kaya di Iran pasca perang dunia II, lebih didominasi oleh DR. Mosaddeq, ketimbang oleh politisi lain. Pada pertengahan 1940-an inilah Mosaddeq menjadi pemimpin Front Nasional, sebuah koalisi wakil nasionalis liberal di Majelis. Dalam pandangan Khomeini, niat Mosaddeq baik. Dia ingin melayani bangsa, namun kekeliruan utamanya adalah Mosaddeq tak menyingkirkan Syah, ketika Mosaddeq sedang kuat, sementara Syah sedang lemah. Burujerdi tak pernah mendukung Mosaddeq.

Pada tahun 1953, selama kontroversi berdarah sehubungan dengan Sayyid Ali Akbar Borqa’I, seorang ulama pro-Tudeh (partai Kiri) yang diduga keras menghina Burujerdi, Islam dan Al Qur’an pada kongres Partisan perdamaian di Wina, Khomeini yang menjadi pembantu dekat Burujerdi. Ketika reporter jurnal mingguan Taraqqi mewawancarainya, Burujerdi meminta agar mereka mewawancarai Khomeini sebagai wakil resminya. Dalam wawancara itu Khomeini mengutip Burujerdi mengatakan bahwa Borqa’I harus pergi dari Qum, dan tidak boleh ikut pemilihan. Ketika wartawan meminta kesediaannya untuk difoto, Khomeini menolak dan inilah yang merupakan wawancara pertamanya.

Selama tahun-tahun ini, seorang sejarawan agama menulis : [Khomeini] adalah salah seorang guru besar, dan figur terkemuka di pusat-pusat teologi Qum. Dengan gaya bahasa berbunga yang lazim pada masa itu, dia menggambarkan Khomeini sebagai filosof piawai, mufti ahli, yang berkat dirinya tercerahkanlah mata pusat teologi. Dia menambahkan bahwa Khomeini bahwa ‘…merupakan pusat perhatian banyak pelajar dan orang dari Qum, Teheran, dan kota-kota lain. Kuliah etika Khomeini diikuti beratus-ratus orang bijak dari pusat itu sendir, dan dari tempat lain. Mengenai kuliah teologi Khomeni, sejarahwan ini menulis, kuliahnya lebih baik dibanding lainnya, dan seraya meramalkan masa depan Khomeini, dia menambahkan bahwa banyak yang diharapkan dari Khomeini.

Pada akhir tahun 1950-an, Khomeini merupkan salah stu bintang di pusat teologi. Sebagai buah bertahun-tahun mengajar akhlak, teologi, teosofi transendental dan filsafat, dua ratus lebih muridnya tersebrluas kpenjuru Iran dan dikalangan umat Syi’ah di luar negeri, .mereka jadi ulama lokal terkemuka, jadi imam shalat, mengajar teologi dan berkotbah. Perlahan-lahan Khomeini mendapat keprcayaan sebagai ulama terkemuka. Sebelum bergerak kearena politik agar dapat memperkuat kedudukannya dikalangan kemapanan agama dan memperluas basis kekuasaannnya secara umum. Khomeini memandang dua patron utamanya yakni Kasyani dan Burujerdi, sebagai dua segi Muhammad : Kasyani pemimpin politik dan Burujerdi pemimpin agama. Bagi Khomeini keduanya tidak ada yang ideal, sekalipun keduanya pernah menyebut Khomeini sebagai pemimpin agama di Iran dikemudian hari. Naluri politik Khomeini mendorngnya untuk mengungkapkan pandangannya yang seringkali tidak lazim dan radikal, menghimbau orang untuk bersikap sama, sekaligus berpegang pada konsensus kemapanan Qum di bawah perlindungan Burujerdi.

Secara teologi, posisi Khomeini bukan untuk menjadi Burujerdi yang lain. Sebab, Khomeini masih muda dan masih banyak ayatullah senior yang masih hidup. Banyak ulama yang menghadapi keadaan yang sulit seperti Ha’eri dan Na’ini. Keduanya telah mencapai tingkat ilmu tertinggi, tapi tak ada peung untuk mencapai posisi puncak, untuk menjadi marja’-I Taqlid senior, karena masih ada senior mereka. Disatu pihak Khomeini tak ingin menjadi Kasyani yang lain. Menurut Khomeini, Kasyani disalah pahami oleh ulama Qum dan Teheran. Nasionalis religius seperti Mehdi Bazargan, ayatullah Reza, Abulfadhl Zanjani, dan Taleqani menjauhkan diri dari Kasyani. Mereka menuduh Kasyani sebagai penyebab jatuhnya Mosaddeq. Dan mnjadikan Feda’ian-e Islam dan Kasyani sebagai contoh kekuatan yang tak mendapatdukungan mayorita ulama, dan pada akhirnya diisolasikan dan dikalahkan, Khomeini tak mau putus hubungan dengan kalangan teologis.sesungguhnya, kritiknya terhadap Kasyani adalah bahwa Kasyani bukannya mencoba mengislamisasi politik, malah mempolitisasi islam.. Khomeini ingin menjamin hal ini tidak terjadi pendapatan asli daerah adirinya sendiri.

Setelah kudeta terhadap Mosaddeq, Syah berangsur-angsur mulai percaya diri. Dan ini mmpenagruhi hubungannya dengan Burujerdi. Syah tak ingin lagi berkunjung ke rumah Burujerdi, dan pertemuan terakhir mereka tak lagi penting. Laki-laki sakit ini dibantu di bawa dari tempat tidurnya kekereta kuda menuju Tempat Suci dimana dia dipaksa duduk dikursi hampir sejam menunggu Syah. Dua pegawai membantunya berdiri ketika Syah datang mengahmpiri. Syah tidak berjabat tanngan dengan laki-laki tua ini, padahal dulu tangan laki-laki ini selalu di ciumnya. Syah tak memberi hormat kepadanya. Syah Cuma mengucapkan salam yang lazim, ‘Ahval-e Aqa Chetor Ast’ (bagaimana kesehatan anda ?). Syah tak menunggu jawabannya atau bertukar kata. Syah kemudian berlalu begitu saja. Pertemuan ini dipandang sengaja menghina Burujerdi dan ulama. Khomeini dan murid-muridnya melihat semakin angkuhnya Syah sebagai pertanda melemahnya Burujerdi. Menurut mereka, Burujerdi sudah dikelilingi agen-agen Syah.

Burujerdi meninggal pada Maret 1961. dan dimulailah proses suksesi. Pada hari ketujuh belas sepeninggal Burujerdi, ayatullah Behbani yang pro Syah pergi ke Qum mengunjungi mullah-mullah terkemuka Qum, untuk membentuk kelompok yang akan mengurusi sekolah tinggi teologi, dan mungkin juga mencari pengganti Burujerdi. Pada saat itu, Khomeini baru berusia lima puluh sembilan tahun. Karena merasa tak bahagia dengan peranan Behbani di istana, dan marah ketika melihat Behbani tidak turun tangan ketika Nawwab Safawi (seorang ulama muda, tokoh pergerakan Islam di Iran) dieksekusi, Khomeini ikut pertemuan itu namun tidak berdiskusi. Di Qum Masyhad dan Najaf ada ulama yang lebih senior. Khomeini memperlihatkan kesan bahwa ia ingin dikenal sebagai guru dan bukan sebagai marja’-I taqlid (sumber panutan). Murid Khomeini memintanya tampil. Konon Khomeini menolak dengan menunjukkan bahwa masih ada yang lebih senior daripada dia. Alasan lain Khomeini enggan menampilkan namanya adalah karena sebagian gurunya masih hidup dan dipandang lebih pas. Hal ini merupakan satu faktor dipusat teologi. Justru karena tidak punya ambisi, Khomeini jadi lebih populer dikalangan orang yang mengenalnya. Khomeini sudah menempatkan banyak muridnya di posisi-posisi pentingg diseluruh Iran dan di negara lain. Ketika sudah tiba saatnya bangkit menghadapi rezim Syah, dukungan berdatangan dari mana-mana. Pengaruhmurid-muridnya sedemikian rpa, sehingga mereka bahkan dapat memperoleh dukungan lebih lanjut dari ulama apolitik yang enggan.

Meninggalnya Burujerdi, dalam banyak hal, merupakan titik penentu dalam hubungan ulama-negara. Bagi pemerintah, meninggalnya Burujerdi merupakan anugerah terselubung. Dengan tidak adanya tokoh kuat seperti ini, pemerintah mrasa lebih mudah melakukan perubahan sosial dan dengan demikian menguragni tekanan dari dalam maupun dari luar, Burujerdi yang sebelumnya mendukung Syah, beberapa kali menggugurkan upaya pemburuan pemerintah, seperti land reform.

Sepeninggal Burujerdi, Syah tampaknya melakukan campur tangan tidak langsung dalam urusan ulama, seperti mengirim telegram belasungkawa kepada ayatullah Agung Hakim di Najaf. Sayyid Hakim, sang ayatullah sama sekali bukan hal yang tepat untuk menggantikan Burujerdi. Posisinya tak pernah seperti Burujerdi. Mungkin dia adalah ulama yang sangat populer di kalangan Syi’ah Lebanon, Irak dan Teluk. Tapi diatak bgitu tahu politik Iran. Yang mungkin lebih jelas, kandidat lainnya antara lain Ayatullah Sayyid Abdul Hadi Syirazi, Khu’I dan Syahrudi di Irak,dan sedikitnya enam ayatullah di Iran. Meninggalnya Burujerdi juga berarti bahwa Syah tidak perlu berkonsultasi dengan ulama untuk rencana-rencana yang mungkin ada implikasi agamanya. Ini jugamemberikan peluang kepada ulama seperti Khomeini untuk bertindak menurut ijtihadnya sendiri, karena sudah tidak lagi memerlukanpersetujuan Burujerdi.

Tidak adanya Burujerdi dan Kasyani juga memberikan dorongan ekstra bagi Khomeini untuk melakukan hal-hal yang gagal dilakukan oleh keduanya :meadukanagama dan politik, Khomeini banyak melakukan kampanye secar diam-diam. Dan sepeninggal Burujerdi Khomeini melakukan kampanye umum untuk membersihkan noda yang melekat pada Akhund-e siasi (mullah politik). Politik dan agama itu satu. Ini yang sering diutarakannya. Khomeini kenal politisi di Teheran. Dia bertemu dengan beberapa menteri dan perdana menteri, ketika berperan sebagai penasehat Burujerdi. Yang prnah ditemuinya antara lain DR. Eqbal dan DR. ‘Ali Amini, masing-masing mantan perdana menteri dan perdana menteri pada waktu itu.

Di pagi hari 2 Januari 1962, bertepatan dengan hari kelahiran Imam Ali Amini –yang berupaya memprakarsai perbaikan tertentu, dan juga berupaya menegakkan otoritasnya sebagai perdana menteri ditengah-tengah kian otokrasinya Syah—pergi ke Qum untuk menemui Khomeini, Golpaygani, Syariat Madari dan Mar’asyiNajafi. Skeitar tengah hari bersama pembantunya, Amini bertemu Khomeini. Pada waktu itu Khomeini adalah satu diantara empat teolog terkemuka Qum. Setelah salam para tamu disuguhi the dan biskuit persia. Khomeini dan Amini berbicara masalah soal peranan ulama dan pemerntah dalam masyarakat, maupun soal harapan ulama terhadap pemerintah dan sebaliknya. Perbincangan Khomeini dengan Amini menunjukkan keinginan Khomeini untuk mendapatkan konsesi dari pemerintah, ketika pemerintah mencaridukungan ulama bagi pembaruannya. Pada Januari 1962, sekitar sepuluh bulan setelah meninggalnya Burujerdi, pemerintah sudah waktunya mewujudkan rencana land reform-nya. Ulam konservatif dan pemilik tanah kecewa, namun Khomeini dan ayatullah yang baru mapan menyetujuinya. Pada pertemuan itu, Khomeini menyebut soal land reform. Seperti dikatakan Amini, ‘Dia tak suka dengan prosedur pemisahan. Aku meyakinkan dia bahwa kita perlu perlu kerjasama untuk meralat isu itu’. Namun Amini dgntikan oleh Asadullah Alam, seorang tuan tanah terkenal yang kawan dekatnya Syah.

Setelah sekitar dua puluh tahun hubungan ulama – Syah relatif harmonis, benturan pertama dimenangkan ulama, terutama berkat bantuan Khomeini. Tantangannya dawali oleh sebua laporan di koran Teheran pada 7 Oktober 1962, mengenai sebuah peraturan baru. Peraturan baru ini meghapus syarat legal Islam, mengganti Al Qur’andengan kitab suci. Berita ini menghebohkan di Qum. Khomeini menggunakan kesempatan ini untuk menarik perhatian kaum Muslim kepada “ancaman Pemerintah” terhdap Islam. Agar tidak melanggar protokol, Khomeini memutuskan untuk mengundang ulama lainnya untuk datang kerumah guru mereka. Kemudian malam itu, Khomeini bersama dua ulama terkenal lainnya di Qum, Ayatullah Syari’at Madari dan Golpaygani, bertemu di rumah Ha’eri. Pada prtemuan luar biasa ini, keyiga orang ini mendiskusikan hal tersebut, konsekuensinya dan tindakan apa yang perlu dilakukan. Pada pertemuan sangat penting inilah mulai terlihat sebagian kualitas kepemimpinan Khomeini.

Setelah pertukaran sejumlah telegram antara ulama dan negara, merebaklah protes menentang rancangan undang-undang itu di Qum dan Teheran. Dua bulan setelah rancangan UU ini disahkan, kabinet terpaksa harus menyingkirkan keangkuhannya danmembatalkan rancangan UU itu. Dengan dmikian bukan saja tekad Syah untuk melaksanakan pembruannya mendapat kemunduran besar meskipun temporer, namun juga menghadapi miltansi politik religius, dengan pemimpin yang maksimalis. Mundurnya pemerintah, menyusul hukum pemilihan lokal, mendorong kaum Bazari tradisional untuk membantu ulama sekutu mereka mengembalikan basis kekuasaan historis yang sudah dihilangkan rezim pahlevi setahap demi setahap. Setelah dicabutnya rancangan undang-undang pemilihan lokal, sekelompok Bazari pergi menemui Khomeini di Qum. Diskusi mreka menyebabkan disepakatinya satu sistem yang lebih terorganisasi untuk menginformasikan kepada pendukung mereka dan untuk mengecam praktek rezim yang tak islami. Sejak saat itu, penggandaan dan petunjuk-petunjuk Khomeini lebih terorganisasikan. Bertindak sebagai mata rantai dan pembimbing berbagai kelompok Bazari, dia membantu merek amembentuk aliansi dengan nama Hay’athay-e Mo’talefeh-e Eslami (Koalisi Islam Kelompok-kelompok berkabung).

Pada Januari 1963, Syah mengambil apa yang barangkali merupakan keputusan sangat berani bagi kerajaannya, yaitu menerima tanggung jawab langsung untuk melakukan pembaruan sosial. Meniru jejak ayahnya, Syah bermaksud mengadakan perubahan , dan membuktikan siapa sebenarnya yang berkuasa. Syah mengatakan bahwa dia saja yang dapat mengatasi berbagai persoalan sosial, politik dan ekonomi yang dihadapi negara, tanpa perlu bersekutu politik dengan kelompok kiri maupun kanan. RUU pembaruan enam pointnya yang direferendumkan, melipiuti land reform dan pembaruan hukum pemilihan yang mengikut sertakan wanita. Proram ini merupakan upaya berani untuk mengubah wajah masyarakat Iran dan juga merupakan tantangan bagi ulama. Karena yakin bahwa sejumlah ulama terkwemuka tak akan mendukung kelompok militan pimpinan Khomaeni, Syah mengira otoritasnya tak akan menghadapi tantangan besar. Barangkali Syah tidak dapat meramalkan bakal terjadinya peristiwa dramatis

Pada 23 Januari 1963, Qum menyaksikan ledakan kekecewaan dan amarah ulama. Benturan kerusuhan berdarah yang terjadi merupakan tantangan bagi Syah, dan akhirnya menyebabkan ditahan dan dibawanya Khomeini ke Teheran. Ketika dikembalikan ke Qum pada 7 Maret 1964, Khomeini tak lagi dipandang sebagai salah seorang ayatullah terkemuka semata, namun juga sebagai ayatullah yang pemimpin politik. Peluang lain bagi Khomeini untuk mengkonsolidasikan posisi politiknya ada pada musim gugur 1964, ketika parlemen mengesahkan RUU yang memberikan hak-hak ekstra-teritorial kepada personil militer Amerika Serikat. Serangan Khomeini terhadap pemerintah, dan disebut-sebutnya oleh Khomaeni ini-pada pidato 27 Oktober 1964-fakta bahwa kedaulatan Iran telah diinjak-injak, bukannya tanpa konsekuensi. Sekali lagi, Khomeini ditahan dan dibawa ke Teheran. Namun kali ini Syah memutuskan membuang Khomaeni.

Kepergian Khomeini, pertama ke Turki dan kemudian ke Irak, bagi Syah berarti hilangnya rintangan utama pembaruannya, dan juga hilangnya sumber penting penentangan terhadap pemerintahannya. Namun, pengaruh Khomeini tidak sepenuhnya pudar. Pengaruhnya kini bersifat di bawah tanah. Pernyataan politik umum pertama Khomeini di Najaf, membuktikan bahwa SAVAK beralasan kalau mengkhawatirkan tekad Khomeini. SAVAK mencoba, meski gagal, membendung sumber pendapatan Khomeini di Iran, dan kehilangan kontak langsung dengan pendukungnya di Iran, dan kehilangan harapan untuk memobilisasi mullah di Najaf, Khomeini mulai membina hubungan dengan pelajar Iran di luar negeri, seperti Abul Hasan Bani Shadr, Ibrahim Yazdi, dan Sadeq Qotbazadeh, yang kemudian menjadi tokoh terkemuka pada Revolusi Islam 1979.

Sementara itu Khomeini menulis Tahrir Al- Wasilah, sebuah ulasan mengenai teks tradisional, yang juga meliputi soal-soal sosio-politik yang diabaikan oleh orang-orang semasanya- seperti jihad, amar ma’ruf nahi munhar (menyuruh kebaikan dan melarang kemungkaran). Buku ini menjadikan Khomeini kembali memiliki status faqih. Di sini, Khomeini kembali ke soal pemerintahan Islam, dan menyempurnakan apa yang tertinggal dalam Kasyf Al-Asrar. Khomeini kini mulai menyatakan bahwa Imam (pemimpin umat Muslim) berhak menentukan harga atau mengenakan batasan perdagangan, jika dirasa perlu untuk kepentingan masyarakat Islam. Dia juga menjawab banyak isu politik, dari segi kebijakan asing, dengan tujuan mencegah agar umat Islam tak terpengaruh pihak asing.

Ketika di Najaf, Khomaeni berada di tengah-tengah mullah yang tak dipercayainya. Khomeini juga tak dipercaya oleh mereka. Setelah lima tahun di Najaf barulah Khomeini merasa cukup yakin untuk mengatakan kepada kalangan ulama bahwa mereka belum cukup berbuat. Sesungguhnya Khomeini tidak menantang ulama Najaf ketika Ayatullah Sayyid Muhsin Hakim aktif dan sehat. Pada 1970, kesehatan Hakim menurun, dan dia mendapat tekanan dari pemerintah Irak. Khomeini, yang tak melihat adanya hambatan dari ayatullah terkemukan lainnya, kembali ke topik pemerintahan Islam. Dia, memberi banyak kuliah, dari 21 Januari sampai 8 Februari 1970. Dia mengemukakan bahwa dunia Islam sedang dilanda keputusasaan dan impotensi. Khomeini menyebutkan bagaimana kaum Muslim dizalimi kaum Yahudi, Kristen, imperialisme dan kolonialisme, dengan bantuan penguasa yang korup dan merendahkan diri. Khomeini mengkritik ulama yang asyik dengan soal-soal skolastis dan sok pamer ilmu, seperti topik menstruasi dan kebersihan jasmani. Khomeini berbicara kepada audiennya yang- katanya- kelak bertanggung jawab menyampaikan hukum dan sistem Islam.

Khomeini mendorong muridnya menyadari bahwa kewajiban merekalah ‘untuk menegakkan pemerintahan Islam,’ dan untuk yakin akan kemampuan sendiri dalam menuaikan tugas ini. Dia mendesak ulama untuk berupaya menegakkan negara Islam, dengan cara mengemban tanggung jawab posisi eksekutif, legistlatif, dan yudikatif. Dia juga memaparkan program aksi untuk mencapai ini dengan diawali pembaruan di pusat-pusat teologi.

Sikap teoretis utama Khomeinidalam memberikan legitimasi kepada negara Islam seperti itu doktrin Vilayat-e Faqih, yang terjemahannya bervariasi, seperti Kekhalifahan Teolog, Pemerintahan Faqih, atau Faqih.

Meski terkadang ada aktivitas dari oposisi, posisi Syah kuat sejak pertengahan 1960-an sampai pertengahan 1970-an, ketika dia memperkenalkan Iran sebagai ‘negara yang stbil’ dan makmur. Fakta bahwa Khomeini hanya mengeluarkan kurang lebih dua belas pernyataan yang ditujukan kepada masyarakat Iran di dalam negeri selama periode ini, menunjukkan bahwa dia bukan sedang menginjak tanah yang subur.

Keretakan pada dinding kukuh pada ‘stabilitas’ dan kontinuitas muncul pada tahun 1977, ketika Syah mencopot perdana menterinya yang loyal, Amir ‘Abbas Hoveyda, yang telah mengabdi selama dua belas tahun, dan digantikan oleh seorang yang lebih bersemangat, Jamsyid Amouzegar. Pada masa ini, tak ada yang tahu kalau Syah sedang mengidap kanker dan menjalani perawatan sebulan sebelumnya. Pada Oktober, ulama terkejut ketika mendengar bahwa putra sulung Khomeini, Mustafa meninggal secara misterius (diduga dibunuh oleh agen Syah-peny). Peristiwa ini membuat Khomeini banyak diliput media. Orangpun berdatangan ke rumah keluarga Khomeini di Qum, untuk menyampaikan bela sungkawa kepada saudara Mustafa yang bernama Murtaza Pasandideh serta keluarga lainnya. Ia juga banyak menerima telegram dan surat bela sungkawa. Kejadian ini menjadikan Khomeini lebih popular. Ia pun makin tampil sebagai simbol perlawanan terhadap Syah.

Munculya artikel yang menghina Khomeini pada pada6 Januari 1978 di harian Etela’at, memicu berbagai demonstrasi dan bentrokan dengan tentara di Qum. Demonstrasi ini menelan enam orang korban. Pada hari keempat puluh (arba’in) korban menyulut pergolakan di kota-kota lain. Ketika api sudah menyebar, Syah menjadi sasaran penghinaan. Merenungi perasaan nasional, dalam wawancara dengan Le Monde, Khomeini menyatakan bahwa dinasti Pahlevi harus ditumbangkan. Khomeini menambahkan bahwa tujuan idealnya adalah menegakkan negara Islam. Setelah melihat kedudukan sebagai pemimpin gerakan anti-Syah tidak perlu dipersoalkan lagi, Khomeini menjaga jarak dengan golongan kiri. Khomeini menyerukan langsung kepada agar bergabung dengan gerakan rakyat. Di Paris, Khomeini berbicara soal ‘Islam progresif,’ dimana wanita dapat jadi presiden, dan ‘aturan Islam,’ seperti retribusi (balas jasa atau ganti rugi) tak akan diberlakukan, kecuali kalau sudah cukup persiapan untuk menerapkan keadilan Islam total.

Pada periode ini, Khomeini tidak mendiskusikan teori Wilayat Faqihnya. Apalagi pandangan ulama sebagai pengawas. Bagi kubu Khomeini, hanya ada dua sasaran lagi yang perlu dicapai: perginya Syah, dan kembalinya Khomeini. Tujuan pertama semakin dekat, ketika pada 10 dan 11 Desember 1978, dua hari agama yang penting, yaitu Tasu’a dan Asyura, 9 dan 10 Muharram, berjuta-juta orang berbaris di Teheran menuntut perginya Syah dan kembalinya Khomeini. Khomeini mengambil prakrsa, menerbitkan rencana aksi tiga poinnya yang sudah diedarkan dikalangan kandidat dewan revolusi dan pemerintah provisional (sementara). Ketika mengungkapkan rencananya kepada rakyat Iran, Khomeini mengatakan bahwa ‘…berdasarkan hak-hak agama dan kepercayaan kepada saya dari mayoritas mutlak rakyat, sebuah dewan yang bernama Dewan Revolusi Islam telah dibentuk. Anggota dewan ini akan disebutkan sesegera mungkin.’ Penunjukan Dewan Revolusi merupakan langkah pertama menuju berdirinya institusi yang diperlukan untuk pemerintahan di Iran.

Pada 16 Januari 1978, Syah yang sedih dan sakit-sakitan berkemas-kemas meninggalkan negerinya, dan tak pernah kembali. Dua minggu kemudian, pada 1 Febuari, Khomeini tiba di Iran, disambut hangat berjuta-juta rakyat Iran sebagai pemimpin revolusi.

Sang Pemimpin

Orang yang berbicara soal penciptaan pemerintahan yang sempurna, masyarakat sempurna, dan manusia sempurna, kini memegang otoritas. Politisi, Faqih, dan sufi itu, kini berkuasa. Setelah berada di Teheran, Khomeini sadar betul bahwa dia harus segera mengambil alih aparat negara. Diperlukan suatu organisasi. Dia juga harus memantapkan posisinya sendiri, tanpa menjauhkan mereka yang membantu revolusi. Berdasarkan legitimasi dari konsep Wilayat-I Faqih tak diperhatikan orang.

Kini Khomeini berencana mendirikan pemerintahan Islam seperti teorinya. Yang segera jadi perhartiannya adalah konsolidasi kekuatan. Dia percaya bahwa tanpa kekuatan, kemungkaran tak mungkin dapat disingkirkan, kebenaran tak mungkin dapat ditegakkan dan Islampun tak mungkin dapat diterapkan. Langkah pertamanya adalah membersihkan revolusi dari kekuatan ‘mungkar’ dan mereka yang mengabdi pada rezim lama. Dala masa yang singkat, Amir ‘Abbas Hoveyda, mantan perdanan menteri , dan lebih dua ratus Jenderal dan pejabat teras Syah dihukum mati.kemudian diikuti eksekusi atas personel militer, pejabat, dan para pelaku berbagai kejahatan.
Sistem nilai baru yang diperkenalkan Khomeini tidak dapat dikenali sebagai secara tradisional Islami. Khomeini dan pengikutnya menggunakan kosakata yang pada esensinya kosakata ‘Islam Revolusioner’. Tuhan yang disebut-sebut oleh kebanyakan kaum revolusioner, sudah tak lagi hanya ‘pengasih dan penyayang’, seperti yang termaktub dalam setiap surat dalam Al Qur’an, tetapi juga sebagai pengahncur tiran’.

Perbedaan antara Khomeini yang revolusioner dan Bazargan yang gradualis, bukan saja alam soal HAM, seperti yang terjadi dimasa rezim baru. Tapi juga dalam sikap, pandangan dunia, dan pandangan masa depan Iran.


Dikronik dari; Ayatullah Ruhullah Khomeini's notes
Friday, January 30, 2009 at 3:02am
Continue Reading...

Featured

 

BIDADARI KECILKU

BIDADARI KECILKU

EKSPRESI

EKSPRESI

Once Time Ago

Once Time Ago

Aspiratif CyberMedia Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template