Pages

MIYABI



Memang ini bukan suatu kebetulan, tapi bukan pula suatu yang direncanakan. Senja sore di sebuah angkringan (tempat makan dan minum seadanya), saya dan beberapa orang kawan duduk santai sambil menyeruput segarnya es teh manis yang dihidangkan bakule (pedagangnya). Ngomong punya ngomong, pembicaraan pun mulai berganti dari masalah Merah menjadi masalah seseorang. Ya memang perempuan yang kami bicarakan ini sedang gencar di beritakan dan kontroversinya memang luar biasa. Miyabi, seorang aktris Jepang yang yang merupakan bintang porno ternama dan terkenal bahkan beromset milyaran setiap bulannya akan main film di Indonesia. Mungkin seantero dunia mengenal perempuan negeri sakura ini, lewat adegan-adegan porno yang piawai diperankannya. Bahkan, katanya, Miyabi-pun telah mempunyai penggemarnya (fans) berat dimana-mana. Tidak hanya didalam negeri tapi juga di luar negeri.
Perempuan berkulit sawo matang agak keputihan dengan rambut lurus sebahu tersebut memang terlihat lebih cantik. Pun di dalam akting ataupun aslinya. Mungkin karena dia-nya bukan keturunan asli negeri kimono tersebut, melainkan keturunan campuran antara Jepang, Francis dan Kanada. Dalam setiap adegan film pornonya itu, Miyabi yang masih berusia 23 tahun tersebut, bak seorang young professional worker, pandai menari-narikan tubuhnya, goyang kanan, goyang kiri, naik turun dengan keadaan sesama bugil plus setengah desahan merintih layaknya perawan pertama kali berhubungan intim. Dalam adegan lainnya, tak jarang di jumpai adegan seks Miyabi yang berbeda seperti lazimnya, misalnya oral (berhubungan seks dengan menggunakan mulut sebagai medianya). Mungkin karena berbisnis dalam film porno tersebut menjanjikan, tak ayal tak ada satupun dari lekuk tubuhnya Miyabi yang tertutupi dan tak satupun bagian tubuh nya yang tak tergunakan sehingga mampu membuat “nghess” semua yang menikmati adegan ranjangnya itu. Mulai dari leher panjangnya, dadanya, perutnya, pantatnya bahkan duburnya sampai kemaluannya. Cuma satu bagian saja yang tidak ditampakan jelas oleh produsernya, yaitu bagian kelaminnya. Sementara bagian lain terlihat dengan jelas. Mungkin karena ada aturan dalam undang-undang tentang pem-produksi-an film porno disana” seorang kawan berceletuk. “Tapi tidak juga, toh film porno yang lain, semuanya bahkan lebih jelas termasuk kelamin dan sekitarnya itu” timpal yang lain. Saya pun hanya bisa termanggu. Tapi dalam keasyikan membicarakan kepiawaia Miyabi sebagai pemeran adegan mesum tersebut, seorang teman (sedikit nyentrik penganut realis) menyeletuk, kok Miyabi ditolak? Bukankah kita menghargai hak-haknya sebagai manusia secara menyeluruh tanpa ada deskriminasi. Bukankah yang harus di tolak bangsa ini adalah penyebaran film pornonya atau sejenisnya, bukan dia-nya yang diundang dan bekerja untuk sebuah komedian? Semua diam.
Memang agak sulit celetukan seorang kawan realis satu ini. Tapi menurut saya, ada hal yang dia coba lupakan dalam mengeksplor kembali apa hakikat dari HAM itu sendiri. Menurut saya, pengertian HAM yang diuraikan kawan realis ini agaknya bergeser dari makna sesungguhnya sehingga baginya semua persoalan seolah harus terlepas dari berbagai etika, norma maupun religiusitas. HAM yang menyangkut hak dasar seseorang termasuk mendapat pekerjaan dan penghasilan yang layak, seolah terhembuskan dalam setiap kebebasan yang liberal sehingga dalam setiap kejadian, entah itu demonstrasi, membentuk serikat dan atau menyatakan pendapat dan lain-lainnya apapun caranya, bagaimanapun bentuknya tetap bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja tanpa batasan ruang waktu dan keadaan sekalipun itu meresahkan yang lain. Bagi saya pemaknaan HAM itu sendiri harus jelas apalagi menyangkut tatanan kehidupan bermasyarakat. Makna kebebasan justru tidak harus di persempit tapi harus di perluas dalam pengaplikasian ditiap kesehariannya. Artinya sekalipun bermakna bebas, bukan berarti bisa berbuat apapun, karena tetap dalam setiap kebebasan harus tunduk pada norma ataupun hukum yang teratur. Tidak bisa serta merta menyangkutkan berbagai kebebasan itu kedalam makna liar dan sesukanya (emangnya ini hutan). Apalagi, Indonesia yang selalu didengungkan dengan Ke-Timurannya, kehidupan masyarakatnya yang plural dan mejemuk yang terdiri dari bermacam-macam suku dan budaya. Tentunya jelas bangsa ini mempunyai tingkat berkebudayaan yang tinggi yang mempunyai etika ataupun norma yang beraneka ragam. Lalu pantaskah ketika kita mengatakan kebebasan itu tidak harus menurut pada tradisi, etik atapun norma yang berlaku dimasyarakat.
Lalu bagaimana pula kontroversi kedatangan Miyabi ke tanah air ini (terlepas dari strategi dan trik yang sebenarnya bukan untuk mendongkrak film di tanah air, tetapi hanya untuk mendongkrat popularitas serta pendapatan Miyabi sebagai seorang bintang film porno yang sekarang mempunyai banyak saingan di mata penggemarnya terutama penggemarnya dalam masyarakat Indonesia) ditinjau dari sudut pandang pencitraan bangsa dan kekhawatiran para generasi muda? Kiranya sebuah rumah produksi yang berniat mempekerjakan Miyabi dalam pembuatan film tersebut, harus mengkaji ulang tentang itu semua. Karena Miyabi bukanlah public figur yang selayaknya patut di contoh. Miyabi hanyalah salahseorang yang mencoba mengadu nasib di media berbeda. Artinya, ke-artis-an Miyabi boleh kita akui, tapi figurnya yang seorang pekerja pemeran film porno tidak layak dipertontonkan apalagi ditiru. Apalagi dengan mendatangkannya ke Indonesia, negara yang gampang menjiplak setiap perilaku serta atribut para artis, tentunya berpengaruh besar pada kehidupan social di masyarakat dan berpengaruh juga pada harkat dan martabat bangsa. Mungkin, masih segar dalam ingatan kita beberapa waktu lalu tentang kontroversi goyang dangdut seperti Inul, Dewi Persik dan lain-lainnya. Bukan lantaran goyangan mereka yang telanjang, tapi karena goyangnya yang mayoritas menonjolkan kemontokan pantatnya dan sedikit mengeluarkan bentuk daging di dadanya yang membuat anggapan masyarakat bahwa ini tidak pantas di pertontonkan karena berimbas buruk pada generasi mudanya (terlepas dari tendensi apapun itu). Bahkan Inul Daratista, ratu goyang ngebor itu, pernah dicekal di beberapa daerah sampai ke-luar negeri. Saya pun agak setuju, karena memang trendi yang dipakai seorang entertainer dalam televisi ataupun Koran dan majalah berpengaruh besar dalam pencitraan bangsa di mata internasional dan dalam kehidupan social bermasyarakat, terutama masyarakat kita di pedesaan yang masih awam melihat artis, tingkahnya, perilakunya bahkan busananya. Lihat bagaimana ketika, goyang “asereje” yang dipopulerkan oleh Trio Las Ketchup yang unik itu, cepat sekali menularnya bahkan anak-anak di pedesaan-pun mampu menirukan gaya itu secara sempurna. Begitupun dengan goyang HOT-nya Inul atapun Dewi Persik. Goyang ngebor atau goyang patah-patah memang sebuah kreasi seni untuk memuaskan para penikmatnya, tapi bagaimana ketika kreasi seni itu di pertontonkan untuk semua jenis usia? Ada yang memaklumkan sebatas itu tidak telanjang, tapi ada pula yang marah karena khawatir. Suatu kewajaran dalam kekhawatiran karena memang tradisi masyarakat kita di pengaruhi oleh tradisi yang dijarkan oleh Islam (bukan berarti tradisi agama lainnya buruk) dan citra bangsa kita di pengaruhi adab ketimuran tersebut.
Tapi kan Miyabi tidak datang untuk bermain film secara bugil yang dapat menunjukan tubuhnya (kelaminnya dan berbagai alat vital lainnya) yang mulus itu, lalu kenapa harus kita tolak? “ujar kawan menimpali. Kesengitan kawan ini memang ada benarnya, toh Miyabi datang untuk sebuah “seni komedi” bukan film porno. Parasnya yang ayu itu pun dipercaya dapat mendatangkan ketertarikan tersendiri dimata penggemar komedi tanah air maupun mancanegara. Ya, semua itu tidak salah, cuma penempatannya saja yang kurang tepat. Indonesia bukan Jepang ataupun Negara-negara Eropa lainnya yang telah melegalkan sebuah produksi pembuatan film porno, memproduksi bintang-bintang porno kenamaan bahkan bebas memutar sesuatu yang berbau porno (entah itu filmnya ataupun aktrisnya). Indonesia terikat oleh tradisi timur yang menjunjung tinggi kesopanan dalam pergaulan hidup, jangankan untuk seorang Miyabi yang semua orang didunia pun telah mengenal karakter dan isi tubuhnya, goyang erotis saja masih dianggap tabu.
Tapi akhirnya, Miyabi-pun batal datang ke Indonesia. Bagi kalangan yang beranggapan bangsa harus dicitrakan dengan niatan yang baik, keputusan ini sangat bagus. Tapi bagi yang menganggap Miyabi adalah seorang aktris terkenal “saja”, tentunya mengundang murung dan kekesalan. Terlihat dalam wajah seorang teman ini. Beliau masih tidak habis pikir, apakah besok negara juga akan mengatur bahkan sampai mimpi onani pun harus di kawal ketat dan diperiksai. Ha.ha.ha. Ini realita dari typical masyarakat yang berbeda yang tidak harus kita permasalahkan, bahkan keragaman berpikir inilah yang harus selalu dijaga untuk membuat bangsa ini lebih menghargai etika dan aturan yang mulai di tinggalkan.(Satu pesan bagimu kawan, teruslah berpola pikir, karena hanya pikiran yang akan mendewasakan bangsa dan masyarakatnya dalam menghargai kesantunan negeri di Timur ini).
Satu kesimpulan yang coba saya eksplor sendiri (terlepas dari benar atau tidak, setuju atau tidaknya), Pertama, suatu komedi atau film tidak harus menggunakan bintang porno, kan masih banyak perempuan atau artis lainnya yang lebih kreatif dan produktif bahkan lebih cantik dari Miyabi ( itu kalau benar untuk menyemarakan film di tanah air, kalau tidak, tidak usah harus membawa bintang porno seperti itu, entah Miyabi atau yang lainnya). Kedua, segala hal yang coba kita publikasikan sebaiknya tetap menghargai tradisi dan norma masyarakatnya, karena itu akan berhubungan langsung dengan perilaku dan kebiasaan masyarakat kita yang senang meniru trendi yang modern seperti artis atau entertainer (kita tentu tidak mau, besok hari, anak-anak kita, adik-adik kita yang perempuan meniru langkah Miyabi, bermain film porno dulu baru kemudian bisa terkenal). Ketiga, seni pun tidak harus selalu menuntut kontroversi untuk terkenal, tetapi masih banyak cara membuat karya seni kita lebih berkualitas, berbobot dan santun dalam penyampaian maksud (ini terletak pada tataran ide dan kreativitas creator seni. Karena hanya ide yang berkualitas yang bernilai, sedangkan yang tidak berkualitas, tidak bernilai sama sekali. Akhirnya hanya menjadi sampah kering yang siap diterbangkan angin kemana saja). Keempat dan ini yang terpenting, kita harus selalu tetap menjaga martabat bangsa ini dimata dunia (meskipun masih banyak permasalahan di negara kita). Kita punya budaya dan kesopan-santunan yang sudah terkenal. Dan dari setiap budaya dan kespan-santunan itu, kita mencoba tetap menunjukan bahwa bangsa ini bisa dihargai dunia. Bagaimana kita mau dihargai orang lain, ketika kita tidak menghargai budaya kita sendiri.


Melki Hartomi AS
Continue Reading...

Featured

 

BIDADARI KECILKU

BIDADARI KECILKU

EKSPRESI

EKSPRESI

Once Time Ago

Once Time Ago

Aspiratif CyberMedia Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template