Pages

Kepemimpinan Bangsa


Menyeruaknya wacana capres muda sekarang menandakan kran demokrasi yang ada di negeri ini mulai terbuka lebar dan menyeluruh. Artinya ada harapan lahirnya pemimpin-pemimpin bangsa yang benar-benar qualified dan transparan. Tapi persoalan yang substansial, bukan terletak pada masalah “tua atau mudanya” calon yang diharapkan, melainkan keinginan untuk membawa bangsa ini ke dalam perubahan positif yang lebih jelas. Berkaca pada masa lalu, sudah cukup menjadi pelajaran bahwa ada yang harus dibenahi didalam bangsa yang majemuk ini. Tingginya praktik korupsi, kacau balaunya penafsiran nasionalisme, krisis ekonomi yang berkepanjangan dan lain-lain sudah sangat jelas mengindikasikan kinerja pemerintahan sangat buruk. Inilah yang seharusnya menjadi wacana dan dicarikan solusinya bersama untuk menatanya kembali agar lebih baik dan sejalan dengan Pancasila dan UUD 45.
Maju mundurnya suatu Negara secara kepemerintahan menjadi tanggung jawab presiden dan aparatur negaranya melalui penyampaian visi dan misi yang jelas, akurat, bertanggungjawab dan tidak hanya sekedar gombal. Sudah menjadi kebiasaan bahwa di setiap pemilu pilpres, ketika kampanye dimulai, semua calon yang terpilih dari setiap partai (meskipun sekarang boleh independent) menggunakan kemampuan merayu untuk menggaet suara yang lebih banyak. Tak jarang dalam kampanye seperti ini, tebar pesona dan akal-akalan turut digunakan. Padahal semua janji yang pernah dikatakan, rata-rata bohong dan sebenarnya tidak bisa di pertanggungjawabkan. Hal inilah yang semestinya patut diperdebatkan dalam setiap ruang, waktu dan tempat.
Majunya calon tua sebagai capres mendatang memang tidak ada penghalang di negeri ini, begitupun dengan naikknya generasi muda, pun juga tak ada yang merintang. Tapi ada beberapa hal yang perlu dibahas mengapa generasi muda yang dahulunya berteriak lantang disetiap pelosok negeri, sekarang mulai mencari jalan dengan mencalonkan diri. Pertama, mungkin karena mosi ketidakpercayaan dengan golongan tua atas kinerjanya selama ini. Karena walaupun kerap kali menyampaikan aspirasi baik lewat aksi maupun seminar-seminar, tapi hasil yang didapat hanya beberapa persen saja (bahkan nol). Dan ini tidak sesuai seperti yang diharapkan. Kedua, geliat untuk memajukan bangsa ini serasa tidak dirasakan oleh masyarakat dengan pemimpin yang berstatus tua yang pernah ada waktu lalu. Faktanya tarik ulur kepentingan dari berbagai kelompok sangat kental. Bahkan bangsa ini terjebak dalam krisis di semua sektoral (multi krisis) pada waktu lalu. Nah mungkin inilah yang mengharuskan generasi muda mengubah haluan guna mencari akar permasalahan kemudian mencari solusi. Bukan hanya win-win solution yang bersifat jangka pendek, tapi solusi yang mutlak.
Tapi walaupun seperti apa masalah yang dihadapi, evaluasi terhadapnya tetaplah harus se-obyektif mungkin. Apalagi ini menyangkut kepentingan bangsa sendiri. Secara logika pun, antara tua dan muda juga bukan jaminan yang mutlak. Tidak bisa dipastikan ketika golongan tua yang memimpin, bangsa ini bisa lebih baik atau malahan mundur. Begitupun sebaliknya. Yang harus menjadi fokus kita ialah bagaimana bangsa ini bisa maju baik internal maupun eksternalnya. Mampu berkembang didalam dan bersaing diluar tanpa harus meninggalkan sifatnya. Tua ataupun muda semuanya sama. Sama berdasarkan satu kesatuan, yaitu semangat menjaga keutuhan NKRI. Jadi walaupun tua atau muda yang memimpin negeri ini, haruslah bisa meletakkan kepentingan rakyat dan bangsa diatas kepentingan segala-galanya. Dan yang paling penting, untuk memimpin negeri ini harus berkarakter; Ideologis dan Visioner. Titik.

by : Melki As
Continue Reading...

Mencetak Jurnalis Muda Profesional

Didalam tatanan Negara yang menganut sistem demokrasi seperti bangsa kita sekarang ini, sudah bukan ancaman lagi bagi wartawan dalam turut serta menegakan pilar demokrasi (baca ; the fourth estate) walaupun masih ada beberapa orang yang terkena dampak dari berita yang diturunkannya. Ini berbeda ketika rezim orde baru masih berkuasa dan bercokol kuat dalam negeri ini. Sekilas kita menengok kebelakang, wartawan yang melakukan peliputan sering kali diancam ataupun menjadi sasaran aparat (baca ; pukul, tendang dll-red) ketika sedang memburu berita. Bahkan tidak tanggung-tanggung, kerap kali penerbitan yang terkait dibredel atau wartawannya dibunuh. Seperti kasus Udin (wartawan harian Bernas Jogja-red), yang terpaksa meregang nyawa karena pemberitaan. Walaupun belum ada bukti konkrit dari Tim Pencari Fakta, tapi animo masyarakat seolah meyakinkan bahwa itu berkenaan dengan pemberitaan yang sedang coba ditelusuri beliau.
Tapi sejak tumbangnya rezim ORBA tahun 1998, pers seolah sudah mendapatkan angin kebebasan, yang sempat dicekal pada saat sebelumnya. Pers sudah tidak takut lagi akan ancaman pembredelan oleh pemerintah tentang pemberitaan. Para wartawan atau jurnalis dapat sedikit tenang dalam melakukan peliputan. Penyampaian informasi baik positif maupun negatif yang dilakukan oknum atau instansi bisa cepat diketahui masyarakat. Dari sinilah pers bangkit kembali sebagai control terhadap kebijakan pemerintah serta wahana penyampaian aspirasi kaum marginal ketataran atas (baca : wakil-wakil rakyat-red). Semenjak ini pula lah, banyak keluar harian-harian ataupun tabloid atau majalah di dalam masyarakat umum maupun di lingkungan civitas akademika (kampus). Banyak kesempatan terbuka untuk menjadi jurnalis (apalagi jurnalis yang pure bekerja dengan hati nurani yang untuk membela kaum kaum marginal). Tapi apakah untuk menjadi Jurnalis itu gampang?. Memang kerja seorang wartawan, reporter atau seorang jurnalis ialah memburu berita yang akan disajikan untuk khalayak ramai. Tapi tidak semudah itu.
Berangkat dari sinilah akhirnya Pers Kampus LPM PENDAPA Tamansiswa UST mengadakan acara Pendidikan dan Pelatihan Dasar (DIKLATSAR) Jurnalistik ke-XX yang dilakukan di Wisma Hanoman di pantai Parangtritis mulai tanggal 11-13 Januari 2008 dengan mengusung tema “Mewujudkan Pers Mahasiswa Menuju Kematangan Demokrasi”. Acara Diklatsar Jurnalistik ini menurut Edi Susilo selaku Pimpinan Umum LPM PENDAPA UST diadakan karena selain untuk mencetak jurnalis-jurnalis pemula yang mumpuni serta profesional, juga untuk kembali menghidupkan riak kehidupan akademik di kampus UST. “Dengan adanya diklatsar jurnaslistik ini dihatapkan dapat menumbuh kembangkan budaya menulis dikampus”ujarnya. “Minimnya tulisan ilmiah dari para mahasiswa maupun pamong di UST menyebabkan diklat Jurnalistik tingkat dasar ke XX ini lebih awal dilaksanakan, Target utama LPM PENDAPA sendiri lebih ditentukan untuk kalangan civitas akademika UST selain juga mengajak peserta dari luar kampus baik swasta maupun negeri dan sekolahan-sekolahan setaraf SMU/SMK yang mau belajar tentang jurnalistik” imbuhnya lagi.
Acara DIKLARSAR ke-XX ini diikuti lebih kurang oleh 50-an mahasiswa diantaranya dari internal LPM Pendapa (anggota-red) dan mahasiswa umum Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Selain itu, Diklatsar ini juga diikuti oleh mahasiswa dan Pers kampus lain seperti mahasiswa jurusan Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (UII) yang tergabung dalam LPM Profesi, mahasiswa jurusan hukum UII yang tergabung dalam LPM Keadilan dan juga mahasiswa jurusan psikologi universitas Wangsa Manggala (UNWAMA) yang juga tergabung dalam LPM Cakrawala. Tidak hanya itu, acara Diklatsar Jurnalistik ini juga menarik minat dari kalangan siswa Sekolah Menengah Teknologi Industri (SMTI) Yogyakarta.
Didalam acara ini panitia menghadirkan beberapa pembicara yang sudah malang melintang didunia jurnalistik. Diantaranya Asril Sutan Marajo (wartawan SKH Suara merdeka) yang membawakan materi tentang Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Indonesia, Drs. Jayadi Kastari (wartawan SKH Kedaulatan Rakyat) yang membawakan tema Penulisan Berita, Try Suparyanto S.Pd (wartawan SKH Bernas Jogja dan juga sebagai wakil Komisi Penyiaran Indonesia Daerah-KPID Yogyakarta) yang membawakan tema tentang Penulisan Opini dan Artikel, Bambang MBK (Aliansi Jurnalis Independent-AJI Jogja) yang membawakan tema tentang Analisa Sosial, Wahyana Giri MC (wartawan Dagang Post) yang membawakan tema tentang penulisan Resensi. Selain itu, panitia juga menghadirkan pembicara dari SKH Tempo Bernarda Rurit yang membawakan tema tentang Teknik Investigasi, Manajemen Redaksi yang dibawakan Aminudin (wartawan SKH Media Indonesia), Bahasa Jurnalistik yang dibawakan oleh YB. Margantoro (wartawan SKH Bernas Jogja), Teknik Wawancara yang dibawakan oleh Zahratul Jannah (wartawan ANTV), layout dan artistik yang dibawakan oleh Kurniawan (Percetakan Grafindo) dan Fotografi yang dibawakan oleh Wawan (fotographer SKH Kompas) serta Manajemen Perusahaan yang turut dibawakan oleh Teguh Prayitno (LPM Balaitung UGM).

Pentingnya Mempelajari Jurnalistik
Seorang jurnalis yang idealis harus mempunyai basic yang lebih dibandingkan lainnya. Seperti analisa social, kepekaan terhadap situasi kondisi yang sedang dihadapi maupun lainnya. Disamping itu, seorang jurnalis juga harus mengerti aturan yang dipakai dan diterapkan dalam membuat berita. Seperti Kode Etik Jurnalistik, jenis-jenis berita, tahapan-tahapan dalam menulis berita atau aritkel dan bagaimana cara yang efektif dalam memburu berita.
Mengapa para jurnalis harus akrab dengan Kode Etik Jurnalitik? Karena KEJ merupakan kitab dalam menjalankan tugas jurnalistik. Sebagaimana telah diatur didalamnya tentang sikap-sikap etis seorang wartawan, cara melakukan tugas jurnalistik yang benar serta KEJ juga merupakan alat perlingdungan terhadap wartawan ataupun jurnalis yang melakukan kesalahan dalam prosesi tugas jurnalistiknya (Asril Sutan Marajo, KEJ Indonesia/2006 dan PWI,Parangtritis, Jumat 11-13 januari 2008). Dengan adanya KEJ ini, kehati-hatian jurnalis dalam membuat berita akan tetap terjaga, karena berita harus bersih dari manipulasi. Artinya, berita memang harus berimbang (cover both side) tanpa ada rekayasa dari pihak manapun (manipulasi).
Seperti yang lazim diketahui bahwa ada beberapa jenis teknis penulisan berita yang bisa dibuat oleh seorang jurnalis antara lain straight News (berita ringkas), Hard News (berita keras), Soft News (berita ringan), Feature (berita kisah) dan reportase (berita laporan).
Menurut Drs. Jayadi Kastari (wartawan Kedaulatan Rakyat-KR), berita merupakan sajian pers jurnalistik yang paling lazim untuk Koran harian. Bahan bakunya berupa peristiwa, fakta dan data yang kesemuanya merupakan kumpulan fakta objective dengan rumusan 5 W + 1 H (what, where, when, who, why dan how). Cara mengetahui Nilai Berita (kelayakan) untuk bisa dipublikasikan, seperti yang dikutif dari makalahnya adalah dengan memenuhi beberapa unsur seperti Significance (penting) yang berarti peristiwa yang mempengaruhi kehidupan orang banyak atau kejadian yang menimbulkan akibat langsung kepada kehidupan pembaca, Magnitude (besar) yang berarti peristiwa yang menyangkut angka-angka (jumlah atau besaran) yang sangat berarti bagi kehidupan orang banyak, Timelines (baru) yang berarti peristiwa yang menyangkut hal baru saat terjadi atau baru diketemukan, Proximity (dekat), yang berarti peristiwa yang dekat dengan pembaca, baik dari segi jarak (geografis) maupun dari segi emosional, prominence (tenar), yang berarti peristiwa yang menyangkut tokoh tempat atau sesuatu (tempat, benda) yang sangat dikenal pembaca dan yang terakhir Human interest (manusiawi), peristiwa yang memberi sentuhan perasaan bagi pembaca dan ini juga bisa menyangkut orang biasa dalam situasi yang luar biasa. Masih menurut beliau bahwa sebelum menentukan penulisan berita, layak direnungkan dahulu bahwa berita dengan peristiwa. Peristiwa dengan jalan cerita. Karena tiap peristiwa mengandung nilai beritanya sendiri. Untuk itu sebelum menulis berita perlu dicermati langkah langkan untuk memudahkan penggarapan antara lain Menemukan peristiwa dan jalan cerita, cek dan ricek jalan cerita, menentukan sudut berita, menemukan lead atau intro tulisan kemudian baru menulis berita dengan ragamnya.
Sementara itu, modal dasar dalam menulis menurut Tri Suparyanto S.Pd (wakil ketua KPID Jogja) didalam acara yang sama bahwa pertama-tama ialah harus banyak membaca, banyak diskusi, seminar, sarasehan, lokakarya, workshop, harus ada kemauan yang besar dalam menulis, motivasi menulis dan selalu memperbesar kemampuan melihat dan mengamati fenomena, trend, bahasa tulisan dan bahasa jurnalistik. Bahasa jurnalistik menurut beliau ialah bahasa yang biasa digunakan wartawan di media massa. Dan ciri khas yang menonjol dalam bahasa jurnalistik ialah komunikatif. Artinya langsung pada pokok masalah dan mudah dipahami, ringkas atau hemat kata, jelas, mudah dipahami, tertib, patuh aturan dan norma penulisan karya jurnalistik, singkat terstruktur (SPO) dan yang terakhir, menarik. Hal yang harus dihindari ialah pemborosan kata, pemakaian singkatan, dan ungkapan-ungkapan yang klise.
Dalam penggunaan bahasa, seorang jurnalis juga harus berhati-hati. Penggunaan bahasa yang tidak baik membuat fakta yang ingin disajikan menjadi tidak jelas. Ada tiga aspek dalam bahasa jurnalistik (termasuk kalimat jurnalistik) yang tidak bisa dipisahkan yaitu Penguasaan Materi yang dikemukakan, kalimat dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan teknik penyajian (LP3Y,1990). Menurut YB Margantoro, sebenarnya bahasa Jurnalistik sama dengan bahasa Indonesia pada Umumnya. Hanya saja, pengembangan bahasa pers lebih mengarah pada sikap publisistik, yang mudah dimengerti untuk umum. Namun prinsip bahasa Indonesia yang baik dan benar tetap harus dipegang. Masih menurut beliau bahwa (seperti yang disarikannya dari siklat Jurnalistik bernas) membagi empat unsure yang harus diperhatikan dalam merangkai bahasa Jurnalistik. Unsure itu tergabung dalam akronim “MENJERIT” yaitu Menarik, Jelas, Ringkas dan Tertib.
Selain itu semua, masih banyak lagi yang mesti dipelajri dalam ranah Jurnalistik. Seperti manajemen keredaksian, penulisan berita berbentuk feature, fotograpi maupun cara ataupun moda dalam menginvestigasi berita. Hal inilah yang dituturkan kembali oleh Edi Susilo (PU Pendapa-red) bahwa kalau memang ingin menjadi seorang Jurnalis itu harus banyak belajar. “Inilah tujuan nya kita mendatangkan beragam pembicara dengan beragam materi, supaya kita bisa memetik hasilnya dan dapat mengimplementasikannya kedalam dunia kerja (Jurnalistik baik pers mahasiswa maupun pers lainnya seperti media cetak dan elektronik)” imbunya lagi. Disamping itu, guna mengatasi boring peserta Diklat, pemberian materi tidak hanya disampaikan didalam ruangan saja. Ada suatu ketika, peserta Diklat diajak untuk belakar diluar ruangan. Seperti pemberian materi penulisan resensi oleh Wahyana Giri MC yang dilakukan di Pendopo Parangtritis. Sejenak dapat dilihat peserta Diklat agak sedikit rilek.
Mengenai Diklat Jurnalistik ke XX ini, menurut Rona Neysa Dewi, peserta yang berasal dari LPM Profesi FTI UII bahwa acara ini sangat mengasyikan. Karena selain mendapatkan ilmu yang berguna bagi kinerja jurnalistik, bisa juga untuk mengenal teman-teman yang mempunyai kesamaan hobi. Apalagi di acara ini juga mendatangkan pembicara yang familiar dan mantap serta diikuti dengan praktek penulisan bulletin. “saya terkesan sekali dengan kawan-kawan LPM Pendapa yang telah memfasilitasi kita untuk menimbah lebih dalam ilmu jurnalistik. Ditambah dengan praktek, semua itu membuat ilmu yang kita dapatkan langsung diterapkan sehingga sangat mengena dengan sasaran” imbuhnya. Hal senada juga diungkapkan oleh Diyan Dwi Ratnawati, peserta yang berasal dari LPM Cakrawala Unwama. “selain itu semua, di acara ini kita juga di janjikan sertifikat oleh panitia. Gimana gak enak. Sudah acaranya sangat ekonomis sekali, materinya sangat berbobot dan dapat sertifikat lagi. “Apalagi saya adalah salah seorang mahasiswa FKIP, yang dituntut harus bisa menulis” ungkap Fajar Tatag, peserta yang berasal dari FKIP UST. “apalagi jikalau nanti saya berminat menjadi guru, ini merupakan kredit point tertentu bagi saya” ungkapnya lagi sambil sedikit tertawa.

by : Melki As
Continue Reading...

Featured

 

BIDADARI KECILKU

BIDADARI KECILKU

EKSPRESI

EKSPRESI

Once Time Ago

Once Time Ago

Aspiratif CyberMedia Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template