Pages

Mengenang Kepahlawanan dan Keteladanan KI HADJAR DEWANTARA (4)


Akhir Perjalanan Sang Pahlawan

”Kalau dulu tidak ada seorang yang bernama RM. Soewardi Soeryaningrat yang kemudian bernama Ki Hadjar Dewantara, keadaan pergerakan kebangsaan Indonesia tak akan cemerlang seperti yang kita alami” Ir. Soekarno
Kata-kata itu menandai penghormatan yang sebesar-besarnya dari seorang Presiden Republik Indonesia (RI), sekaligus Panglima Besar Revolusi terhadap jasa-jasanya Ki Hadjar Dewantara. Sebagaimana diketahui, tepatnya 26 April 1959, dua tahun setelah KHD menerima gelar kehormatan Doktor Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada, sang pahlawan nasional itu meninggalkan dunia fana ini. Sebuah kehilangan yang besar bagi Tamansiswa dan bagi Indonesia karena KHD merupakan tonggak sejarah lahirnya peradaban baru, peradaban yang berarti bagi kebebasaan bangsa ini dari penjajahan kolonial Belanda. Berita wafatnya KHD sontak membuat kaget seantero Indonesia. Bangsa Indonesia kemudian menaikan bendera setengah tiang sebagai penghormatan terakhir atas jasa-jasa besar beliau dalam kemerdekaan bangsa ini. Ribuan pelayat memadati jalanan tatkala mobil jenazah dalam perjalanan menuju makam. Semua rakyat Indonesia menangis melepaskan kepergian sang pahlawan, guru bangsa yang besar ini. Upacara militer menandai pelepasan KHD dengan tembakan salvo. Sebuah penghormatan besar kepada pahlawan besar. Dalam hidupnya, terutama hari-hari akhir dari perjalanan hidupnya, KHD seperti sudah mendapat wahyu akan panggilan kematiannya. Beliau sepertinya yakin bahwa kematian akan merenggut nyawanya sebentar lagi. Hal inilah yang diutarakannya kepada Bambang Sukowati anaknya. ”aku tidak risau akan kematianku Mbang, tapi aku risau akan kalian anak-anakku. Apakah kalian sudah siap menghadapi kenyataan hidup ini. Siap secara spiritual dan siap secara finansial” seperti yang dituturkan KHD pada Bambang Sukowati Dewantara (Ki Hadjar Dewantara, Ayahku). KHD pun juga berpesan di saat menjelang ajalnya untuk selalu bertahan dalam hidup. Berani menghadapi kenyataan dan mengerti tujuan hidup. Seperti halnya kematian, KHD melukiskan bahwa hidup dan mati sama halnya seperti sukses dan gagal yang tidak perlu ditakuti tapi harus dimengerti. Maksudnya supaya tidak menjadi budak terus menerus. Dan untuk mengerti semua itu, maka dituntut untuk menguasai realitas supaya menghantarkan ketataran Mannggaling Kawula Gusti.
”Kecuali itu Mbang, kau tak usah menulis biografiku. Kelak toh akan ada juga yang menulisnya. Bantulah mereka kalau tenagamu diperlukan. Tetapi jangan sekali-kali mempengaruhi baik pandangan atau penilaian orang. Setiap orang berhak untuk berbeda pendirian, sikap dan penilaian dengan yang lain tentang bapak ini. Janganlah beringas dan berkecil hati kalau ada yang menilai negatif atau mengkritik bapak”. Pesan ini mengisyaratkan bahwa KHD bukan seseorang yang gila akan hormat dan ini pula yang membuktikan bahwa sang pahlawan besar tidak suka mengkultuskan pribadinya untuk di puja-puji oleh semua orang. Beliau bukan orang yang paling suci, bukan orang yang paling benar dan bukan pula orang yang paling sempurna karena beliau masih menerima kritikan walaupun raganya tidak bisa bebas di dunia lagi. Cuma, beliau telah berusaha dan bekerja untuk kemajuan bangsanya. Usaha besar meskipun fisik kecil. ”apapun yang dikatakan orang atas diriku, kita wajib menerimanya. Namun kalau suatu ketika ada orang minta pendapatmu, apakah Ki Hadjar itu seseorang nasionalis, radikalis, sosialis, humanis, tradisionalis ataupun demokrat. Maka katakanlah, aku hanya seprang Indonesia biasa saja yang bekerja untuk bangsa Indonesia dengan cara Indonesia” ungkap KHD pada Bambang. Selain itu, jiwa besar KHD mempengaruhi prinsipnya sebagai nasionalis sejati. Jiwa yang diharuskan untuk semua orang yang hidup dan tumbuh dalam negara ini. ”sebagai seorang pejuang, menjelang ajalku sekarang ini, sesaatpun aku tak pernah menghianati tanah airku, bangsaku, lahir maupun batin. Dan aku pun tak pernah mengkorup kekayaan rakyat dan negara. Tentu saja aku bersyukur kepada tuhan yang telah menyelamatkan setiap langkahku dan dengan tulus suci, akupun berterima kasih atas dharma ibumu dan pengorbanan kalian semua”.
Dan sampai pada kematian yang sesungguhnya, prinsip dan jiwa besar KHD selalu membuat kagum semua orang yang menilainya. Kagum akan kegigihannya dalam mempertahankan Indonesia, kagum atas patriotiknya dan kagum atas prinsipnya yang tidak ingin menyusahkan orang lain. Pesannya itulah yang menandai api jiwa yang sesungguhnya dari KHD. ” Sejak sekarang kau Mbang harus siap lahir batinmu. Sewaktu-waktu denyut nadiku akan berhenti seketika, tidak usah satu atau dua sekon, tapi untuk seterusnya. Kita harus bersyukur bahwa tuhan telah memberi isyarat secara dini dan seterang ini. Dengan itu kita diberi kemudahan untuk mempersiapkan diri secara dini pula. Aku sudah bermufakat kepada ibumu dan Ki Wardoyo bahwa berita kematianku akan diberitakan lewat radio saja. Sebagaimana layaknya masyarakat umum mempergunakan jasa ini. Dengan begitu kita tidak mengganggu teman, keluarga dengan tenaga, waktu dan pesawat teleponnya”.
Kata-kata KHD itu menandai Jiwanya yang besar dan sangat pantas untuk dihargai dalam kehidupan manusia. Menetapkannya sebagai bapak bangsa adalah suatu yang tepat. Tidak hanya itu, sebagai Guru KHD sudah mengajarkan apa yang baik menurut bangsanya.
Menjelang ditik-detik menentukan, di senja hari di sebuah padepokannya dijalan Kusumanegara (timoho), akhirnya KHD melepaskan nyawanya dengan didampingi oleh istri, anak-anaknya serta kerabat beliau yang selalu setia dengannya. Senja itupula yang menandai bahwa sang pahlawan sudah beristirahat yang terakhir kalinya untuk selama-lamanya. Amanat, pesan serta wasiat yang pernah diajarkan KHD menjelang kematian tadi menutup dari semua perjalanannya dalam menyongsong Indonesia gemilang di masa depan. Perjuangan semasa hidupnya menorehkan simpatik dari beberapa golongan. Simpatik dari semua golongan baik dari yang terkecil maupun golongan elit.
Pengaruh besar KHD dalam perjuangan pergerakan Indonesia merdeka juga berbuah manis disaat beliau akan dimakamkan. Sebelum acara pemakaman digelar, terlebih dahulu digelar upacara persembahyangan yang dilakukan di Padepokan oleh berbagai kelompok dan tokoh agama. Isak tangis ribuan pelayat mewarnai kepergian KHD. Peti jenazahnya diselubungi dengan sang Dwi Warna Merah Putih tanda telah berpulangnya sang Pahlawan Besar Bangsa ini. Dan setelah Prof. Dr. Prijono (menteri P dan K) selaku wakil dari pemerintah Indonesia menyampaikan sambutan, jenazah KHD diberangkatkan dari pendopo agung menuju pemakamannya di Taman Makam Wijaya Brata di celebang Umbulharjo. Kolonel Soeharto (presiden ke-2 RI) memimpin langsung upacara pemakaman itu.

Melki AS

0 komentar:

Posting Komentar

Featured

 

BIDADARI KECILKU

BIDADARI KECILKU

EKSPRESI

EKSPRESI

Once Time Ago

Once Time Ago

Aspiratif CyberMedia Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template