Pages

PERTEMUAN


Diskusi dengan teman-teman baru saja usai. Memang kali ini agak menjengkelkan karena yang ada hanya beberapa orang saja. Padahal notabene, anggota masih banyak yang belum pulang kampung. Juga, waktu diskusi kali ini juga molor dari waktu yang telah disepati semula. Tapi alhamdulillah, diskusi jalan dan bisa selesai juga. Entah mengerti atau tidak, pokoknya usai.
Dinding pun menunjukan pukul sembilan malam. Artinya memang sudah saatnya untuk beristirahat. Tapi mungkin itu hanya pikiran orang yang telah bekerja seperti pegawai, buruh, kuli dan sebagainya. Tidak bagiku, yang hanya luntang lantung tak tentu arah.
Baru saja mau beranjak ngaso, tiba-tiba HaPe berdering. ‘ Siapa pula gerangan, malam-malam masih aja telpon ‘ pikirku dalam hati. Ternyata setelah dilihat, rupanya dari seorang teman lama. Retno Mahesti Utami, atau yang biasa kupanggil Hesti atau Eti’. Teman yang mungkin sudah 2 tahun tidak pernah berjumpa semenjak acara wisuda yang lalu.
‘ada apa Ti’, kok tumben telpon‘ tanyaku
‘kamu dimana Mel, di UKM kah atau dimana‘ Hesti bertanya.
‘iya, aku di UKM, ada apa toh‘ jawabku dengan sedikit berbohong. Padahal waktu itu aku sedang berada di kampus lainnya. Pikirku tak apa pula di bohongin, toh juga tidak berdosa-dosa amat. Apalagi Amat aja sudah pulang kampung karena libur habis semesteran.
‘kalau bisa kau ke kampus FKIP yo. Tapi cepat, jangan lama-lama‘
‘Ada apa e, kok ndadak suruh ke FKIP. Emang ada acara apa? Bukannya sepi disana kalau malam hari‘
‘pokoknya kesini ajalah. Ditunggu‘
‘ya sudah, tunggu aja. Sebentar lagi aku kesana‘
..............

Rencana mau ngaso batal. Mau gak mau, juga karena rindu dah lama gak bertemu dengan teman lama, aku pun coba lihat kendaraan yang terparkir. Ah..ada motor Bobby masih nangkring di parkiran. Kulihat juga Bobby asyik chatting sama cewek baru kenalannya di facebook. Ah, dalam hati pakai aja motor ini, toh dia juga belum pulang kok. Malah kelihatannya semakin lama, semakin asyik chattingnya. Mudah-mudahan dia nya tidak keberatan.
Kucoba mendekati Bobby. Maksud hati ingin pinjam kuda besinya biar bisa ketemu dengan teman lama. ‘Bob, masih lama kan, pinjam dulu motor mu yo‘ pintaku pada Bobby
‘mau kemana, dah malam juga ini‘ jawab Bobby spontan. Saking asyik chatting, menjawab pun dia tidak menunjukan muka. Tangannya asyik saja menyentuh tombol-tombol keyboard komputer.
‘gak kemana-mana kok. Keluar aja sebentar cari angin. Pinjam ya‘ pintaku lagi
‘ya udah, pakai lah. Tapi jangan sembrono. Kalau ada lobang-lobang mbok ya cari jalan yang bagus. Soalnya shock breaker nya dah agak bermasalah‘
‘sip boss‘ langsung saja motor Bobby kusikat. Tak berapa lama, motor itu sudah bisa kupakai. Tinggal starter dan wuzz........berjalan sudah.



Jarak antara kampus FKIP dan kampus satunya lagi memang tidak terlalu jauh. Tapi perasaan juga diliputi was-was. Kira-kira ada apa. Mungkinkah ada sesuatu yang menggawatkan. Ah.....mungkin saja tidak. Aku coba berpikir positif. Tapi sesungguhnya aku pun juga mau ketemu dengan teman ini setelah lama tidak bersua. Ingin rasanya cepat-cepat sampai ke FKIP. Dan karena memang jarak nya tidak jauh, akhirnya aku sampai juga. Aku coba pandangi sekeliling kampus tersebut. Ku lihat ada beberapap orang lagi asyik bercanda sambil foto-foto di pelataran kampus.
‘mel, cepat kesini’ kulihat Hesti memanggil. Setelah mendekat aku bersalaman dengan mereka, disana ada Martha, Hesti, Vindi dan Priyo. Mereka asyik memotret kampus, memotret diri pribadi dengan kamera HaPe. Tak terbayangkan betapa riangnya hati bertemu dengan mereka.
‘gimana kabarmu, lama tak ketemu yo. Kok tambah gemuk aja Mel’ Martha menimpali.
‘baik kok. Masih seperti yang dulu. Kabarmu gimana? tanyaku pada Martha.
‘Kabarmu Ti’, tambah besar aja nih body.’ tanyaku pada Hesti. Itu karena memang tubuhnya terlihat lebih gemuk. Hampir menyayingi diriku. Tapi tetap aku belum terkalahkan.
‘baik.....’ jawab mereka bersamaan. ‘ayo Mel kita foto-foto. Lama tak bertemu rasanya sayang kalau tidak berfoto’ ajak Vindi dan Priyo.
‘wah kalian ajalah yang berfoto. Aku nanti aja. Sini aku yang ambilkan gambarnya’ balasku mengelak.
‘kayaknya gemuk tuh badan. Tidak bohay lagi nih’ tanyaku pada Vindi. Kulihat memang perutnya sekarang agak membesar. Tapi ini agak berbeda. Karena ku tahu, sejak selesai wisuda, Vindi menikah, mengajar dan sekarang ikut suami tinggal di kalimantan.
‘iya dong, namanya sudah bersuami. Masa tidak.....hmmmmm’ balasnya sambil pake kode. Ah aku tahu. Itu adalah kode bagi orang dewasa yang sudah matang. Tapi yang belum matang pun juga tahu kode tersebut kok.
‘ayolah kita foto. Disini kayaknya bagus’ Martha sambil menunjuk bacaan ruang sidang FKIP.
‘ayo berdirilah disana, biar aku yang ambil. Kau berdiri juag disana Mel’ Priyo menawarkan diri sebagai juru potret. ‘tapi nanti gantian dong’.
‘ah kalian ajalah. Itu lho sudut yang agak bagus. Bila perlu kursinya di dekatkan biar nanti bisa di naikin dan agak dekat ke tulisannya’ ujarku sambil berlagak nolak ajakan. Padahal dalam hati, nanti aku juga harus berfoto dong. Sayang sekali kalau tidak berfoto. Kapan lagi kalau tidak kali ini. Soalnya habis dari ini, mungkin lama baru bisa berjumpa lagi. Nanti Vindi pulang ke Kalimantan. Martha larut lagi dalam aktivitas mengajarnya. Hesti pulang dan ngajar juga di Gunung Kidul. Dan priyo entah kapan-kapan bisa ketemu dengan kawan satu ini. Memang ketemu secara tidak langsung sering, tapi itu cuma lewat dunia maya facebook. Ketemu langsung seperti ini sangat jarang sekali. Jadi rasanya rugi sekali kalau momen ini tidak dimanfaatkan.
Martha, Vindi, Hesti menarik kursi panjang didepan pintu tersebut. Sepertinya mereka sangat ingin sekali berfoto di depan pintu yang ada tulisan ruang sidang tersebut. Tak berapa lama memang kusi panjang tersebut berpindah posisi. ‘ayo Mel, sini cepetan’ ajak Vindi dengan gaya kocaknya seperti masih gadis dahulu.
‘iya...iya...iya....’ jawabku
‘kita atur dulu gayanya ini biar lebih menarik. Soalnya hasilnya nanti kita tag di facebook biar semua teman-teman pada tahu, biar mereka ngiri’ ujar Vindi bersemangat sambil ketawa-ketiwi.
Hah ada-ada saja kawan ini pikirku dalam hati. Sudah bersuami juga, bahkan sebentar lagi juga akan punya anak, tapi masih saja kocak, agak sedikit centil seperti dahulu.
Akhirnya kami berfoto-foto juga. Aku juga tak ketinggalan. Lama kelamaan terasa asyik. Entah karena memang sudah lama tak membuat kenang-kenangan dengan mereka ini atau karena memang sudah lama juga tak pernah berfoto baik bersama-sama maupun seorangan diri. Hampir semua sudut kampus kami jadikan lokasi pemotretan. Dari ujung selatan sampai ujung utara. Dari barat sampai ke arah timur. Cuma sayang karena malam hari, jadi susah fokus ngambil gambarnya. Tapi untung HaPe kawan yang pake kamera ini bisa diatur blitznya (pencahayaan) sehingga tempat agak gelap pun bisa jadi terang. Bahkan kalau terlalu dekat, maka muka akan kelihatan seperti memakai bedak. Karena hasilnya akan kelihatan putih karena di timpa cahaya blitz. Seperti wajah Martha ketika dia mencoba memotret dirinya sendiri, tapi terlampau dekat. Jadi deh seperti boneka. Hahaha.........
Tak ketinggalan diluar pun juga diabadikan. Padahal pencahayaan sangat-sangat terbatas sekali. Untunglah ada lampu taman. Tapi lagi-lagi tidak terlalu membantu karena ketika di foto, yang nampak hanya yang terkena seputar cahaya lampu itu saja. Sementara pencahayaan kamera kalah terang dengan cahaya lampu taman tersebut. Jadinya ketika di potret kan, hasilnya seperti peramal saja. Soalnya lampu taman tersebut berbentuk bulat dan cahayanya putih. Hasil potret foto pun menyerupai orang yang sedang meramal karena sekelilingnya gelap. Yang tampak hanya muka, dan tangan yang dekat dengan cahaya lampu. Martha, Vindi dan Priyo bergantian berfoto di tempat tersebut. Berkali-kali pula Martha mengganti posisinya, tapi hasilnya tetap sama saja. Begitupun juga dengan Priyo dan Vindi. Sementara Hesti lebih banyak duduk. Mungkin karena kecapekaan sering jongkok-jongkok, berdiri dan sebagainya waktu berfoto-foto tadi. Makanya dia hanya duduk-duduk santai saja. Tidak terlalu memusingkan yang lainnya.
Selesai berpotret ria, kemudian kami semua beristirahat. Duduk-duduk di bawah pohon kecil penghias taman sambil bercanda tentang masa lalu. Tentang dosen yang menurut anggapan Hesti mungkin sudah tidak ingat lagi dengan mantan mahasiswanya dulu (selain aku. Heheh karena memang belum ada kata selesai sampai sekarang). Tapi menurut Vindi, kalau dosen wali, mungkin masih tahu. Soalnya Miss Yuyun itu rata-rata hampir hapal semua mahasiswanya meskipun beribu-ribu banyaknya. Sambil bercanda dan tertawa-tawa, Martha sibuk melihat-lihat hasil jepretan tadi. Entah apa yang dilakukannya. Mungkin belum puas kalau belum dilihat secara jeli satu persatu.
‘astaga.........’ tiba-tiba saja Martha berucap.
‘ada apa e....kok kayaknya bingung’ tanyaku pada Martha
‘iya, ada apa Tha, kok bingung amat kelihatannya. Coba kau transfer foto itu ke HaPe ku’ kata Priyo menimpali.
‘aduh gawat. Malah fotone ke hapus semua je. Tadi salah pencet. Maunya sih nge-save biar enak ngatur dan ngelihat-lihatnya, eh malah kepencet tombol untuk menghapus’ Martha menjawab lirh.
‘lantas hilang semua po fotonya’ timpal Priyo lagi.
‘ iya....bahkan tak satu pun tersimpan’ balas Martha
Aku, Hesti dan Vindi hanya terdiam saja. Kami juga gak tahu juga pengoperasionalannya. Bahkan sewaktu mau motret saja, aku bolak-balik bertanya bagaimana cara ngambil gambarnya itu.
‘wah piye toh iki. Kok aku malah kepencet penghapusnya. Padahal foto-foto nya tadi dah banyak’ ujar Martha sambil sedikit gusar. ‘ayo lah kita foto lagi, mumpung belum terlalu malam’
Mau gak mau kami semua harus potret ulang. Sedang dua kali jepret, tiba-tiba saja HaPe ku berdering lagi. Kali ini dari Jontra. Kebetulan memang sudah ada janji dengannya dari siang tadi. Rencananya mau ke UGM bertemu dengan Gus Adit, seorang pimpinan organisasi pemuda Indonesia. Dalam sms nya Jontra mengabarkan bahwa dia menunggu di sekretariat Juang Majelis. Kubalas sms tersebut agar dia mau menungguku sebentar lagi, soalnya ada yang tidak bisa ditinggalkan. Tapi tidak ada konfirmasi balik. Aku pikir bahwa dia mengerti kok.
Sementara Hesti, Martha, Priyo dan Vindi bergesit mengambil ulang berbagai sudut dan gaya foto seperti yang dilakukan tadi. Sepertinya mereka tidak mau lagi kehilangan kesempatan untuk kedua kalinya.
‘Mel ayo sini, foto disini’ ajak Martha sambil menunjuk pintu dekanat.
‘cepat Mel, biar aku ambilkan. Kau duduk dibawah itu lho. Agak sedikit mundur biar gambarnya pas’ ucap Priyo.
Aku nurut saja. Soalnya aku juga tak mau ketinggalan, apalagi sampai tak ada kenangan sewaktu bertemu dengan mereka ini.
‘gimana, dah pas belum posisinya’ ujarku pada Priyo. Maksunya biar dia enak ngambil gambarnya itu.
‘agak kesamping mendekat ke kaki mereka itu’ Priyo mengatur gaya sambil menunjuk aku untuk mundur kebelakang sedikit.
‘nah kalau begini gimana’ balasku lagi
‘Nah sudah pas itu. diam ya. 3....2.....1....’ sambil menghitung mundur Priyo mulai memencet tombol ambil gambar tersebut.
‘gantian dong’ pinta Priyo
‘ya udah, sini kuambilkan’

Dengan riang kami akhirnya berfoto-foto lagi. Maklum meskipun usia menua, tapi kan belum lekang benar masa muda ini. Bahkan aku, Hesti, Priyo dan Martha belum menikah. Cuma Vindi saja yang sudah menikah.
Karena sudah di telpon, aku terpaksa tidak bisa menemani Martha, Hesti, Vindi dan Priyo lagi. Aku harus ke UGM. Kawan-kawan pemuda sudah menunggu. Tidak enak juga kalau aku tidak jadi datang. Padahal aku dan Jontra sudah mengkonfirmasi dengan kawan-kawan lainnya untuk datang. Apa jadinya padahal kami yang ngajak kalau kami sendiri yang tidak datang. Bisa-bisa kepercayaan kawan-kawan pemuda sirna. Mau tidak mau aku harus berani ngomong dengan ke-empat teman baik ini.
Meskipun sebenarnya berat juga meningglkan mereka. Soalnya memang belum kering kerinduan terobati dengan pertemuan singkat ini, kini aku harus meninggalkan mereka. Tadi Martha bilang bahwa besok pagi-pagi Vindi akan pulang ke Kalimantan. Hesti juga, walaupun tidak terlalu jauh, pulang ke Gunung Kidul, tapi kesempatan untuk kami bisa bersama-sama lagi seperti ini sangat susah karena banyaknya aktivitas yang harus dilakukan. Tapi mau bagaimana, semua sudah diatur. Kalau seandainya aku bisa membuat dan merubah-ubah peraturan sendiri seenaknya, aku pasti akan memilih untuk memundurkan pertemuan di UGM tersebut untuk bisa selalu bertemu dan berkumpul serta bercanda ria dengan empat kawan baik ini. Soalnya semenjak wisuda han, aku memang merasa sangat hampa kehilangan teman-teman baik ini. Dan aku terus berharap untuk berkumpul lagi dengan mereka. Tapi sayangnya peraturan itu tidak bisa diatur seenak-enaknya saja. Jadinya aku harus memilih mana hal yang harus didahulukan.
Sementara aku berpikir untuk menghadiri pertemuan di UGM, kulihat Martha, Hesti, Priyo dan Vindi semakin asyik saja. Ada ketidaktegaan untuk meninggalkan mereka ditengah keceriaan yang sudah langka seperti sekarang ini. Tapi mau gak mau itu harus.
‘Mel, kesinilah ayo foto lagi’ ujar Vindi
‘ya...disana itu lho’ ucapku sambil menunjuk papan pengumuman tempat biasanya dosen menempelkan semua nilai ujian semesteran. Papan pengumuman itu seperti tempat keramat bagi mahasiswa. Karena semuanya ada disana. Ada kegembiraan, tapi juga ada kesedihan. Kegembiraan ketika hasil ujian yang ditempel mendapat nilai bagus. Kesedihan bila nilai ujian terbilang jelek. Aku bahkan pernah merasa untuk memecahkan kaca papan itu dan merobek-robek semua hasil pengumuman yang tertera. Soalnya setiap kali lihat hasil pengumuman ujian, kulihat nilai-nilai ujianku hampir semua jelek. Dan ini seperti membuatku tertekan yang berlebihan. Nilai jelak yang tidak diumumkan saja sudah membuat tertekan, apalagi sempat diumumkan bahkan ditempel sehingga bisa di lihat oleh ribuan orang setiap harinya. Itu tentunya bukan membuat kesedihan lagi, tapi sudah menyakitkan hati. Pernah kadang aku berpikir, apakah perlu nilai ujian semacam ini di tempelkan. Tapi ya lagi-lagi itu hanya menjadi wacana di balik kepala keras ini.
‘woi cepatlah, nanti habis batere nya ini’ timpal Hesti melambai.
‘iya...iya.....’ jawabku sedikit pelan.
‘kenapa lambat benar kau ini’ martha menyambar pertanyaan.
‘nggak kok, kan ini sedang berjalan, tapi agak lambat. Kaki masih sedikit rasa sakit karena bekas terjatuh kemarin’ jawabku seenaknya.
‘eh, by the way, aku tidak bisa lama-lama nih. Soalnya tadi siang dah keburu ada janji sama teman. Dengarkan tadi ada bunyi sms. Itu dari dia’ pintaku.
‘wah kau mau kemana nih. Belum juga sempat seru kita ini, masa kau dah mau pergi’ timpal Priyo.
‘bukannya apa-apa, soalnya tidak enak kalau aku tidak jadi datang. Soalnya ada diskusi juga dengan kawan-kawan UGM menjelang rencana-rencana agustus ini’
‘aduh bagaimana sih, kapan lagi kita bisa seperti ini kalau bukan malam ini Mel’ ujar Martha seperti menyesali keputusanku.
‘besok-besok kan masih bisa. Aku masih di Jogja kok. Tapi untuk kali ini, aku sorry banget kawan’ ucapku lirih.
‘ya udahlah kalau memang begitu. Mudah-mudahan kita bisa kumpul lagi seperti ini besoknya’ jawab Vindi tegas.
Akhirnya setelah selesai berfoto di balik alang-alang penghias depan kantor tata usaha FKIP tersebut, aku cabut kembali ke Sekretariat Juang Majelis. Sebelum meninggalkan mereka, aku menyempatkan untuk bersalaman lagi. Itu bukan hanya salaman biasa, tetapi pengharapan hangat untuk bisa bertemu lagi kemudian hari. Semoga kita masih bisa menjaga persahabatan ini kawan. Aku berharap tidak ada yang melupakan diantara sesama kita ini. Ragawi kita memang berjauhan, tetapi hati kita tetap berdekatan. Hari ini kita bertemu kembali, dan takkan ada yang bisa memisahkan kita lagi. Pun kalau harus berpisah, biarlah itu menjadi rahasia Tuhan. Aku mencintai kalian semua.

Good Luck For You Friends. Amin.


Melki HArtomi AS
Jogja, 05 Agustus 2010
Continue Reading...

Featured

 

BIDADARI KECILKU

BIDADARI KECILKU

EKSPRESI

EKSPRESI

Once Time Ago

Once Time Ago

Aspiratif CyberMedia Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template