Pages

Titip Surat Untukmu Kawan


Salam Perjuangan,

Hai kawan, lagi ngapain kalian sekarang? Masih adakah perasaan untuk selalu mengingtku, kawanmu yang unik selama ini? Tapi aku yakin, kalian masih mengenangku. Setidaknya ingat saat kita bersama saat duduk dialun-alun utara Jogjakarta. Akh.....aku rasa kenangan itu sulit untuk kita lupakan. Apalagi malam yang dicumbui bulan dan bintang yang bersinar dengan indah seindah kalian. Semua seolah baru saja terjadi. Seperti kemarin saja. Tapi siapa yang menyangka, itu semua merupakan kenangan lama yang sudah lama berlalu. Mungkin itu yang dikatakan dengan waktu. Serasa baru, padahal sudah lama terjadi. Tapi masalah waktu seperti itu tidak perlu kita bahas lagi. Oh iya, aku ingat dengan apa yang ditulis Fatan bahwa ”waktu” itu membingungkan sekali. Begitu rumit dan susah untuk dipecahkan. Apalagi menantangnya.he..he..he.......ingat kan orang barat yang bilang waktu adalah uang. Semua kapitalis. Tapi gak usahlah untuk kita bahas disini.
Oh ya, bagaimana keadaan kalian setelah lama bebas dari kungkungan sekolah? Apakah kalian sudah mendapatkan pekerjaan atau sudah menjadi buruh baru? Hehehehe... just kidding. Aku tahu kalian tidak seperti itu. Siapa aja yang sudah memulai hidup baru sekarang? Ana dan andi sudah resmi menikah belum? He...he...he. Ttapi walaupun sekarang kita sudah berjauhan, tentunya tidak dengan hati kita toh. Begitupun dengan perasaan kita, juga idealisme yang pernah kita bangun selama ini. Yang itu lho, idealisme yang pernah kita bangun sewaktu masih bersama-sama mahasiswa dulu (walaupun sekarang aku masih !!!!.). Kalau kalian kurang ingat lagi, mungkin kalian akan ingat tentang revolusi pergerakan. Nah itu tentang orang-orang yang sering kita banggakan dahulu. ”ingat bahwa ilmuku dari sekolah kedokteran hanya bisa mengobati sedikit saja dari rakyatku. Tapi jauh dari itu, rakyat itu harus disembuhkan dari sakit yang disebabkan oleh sistem” Ernesto Che Guevara.
Nah aku rasa kalian sudah ingat kan. Atau kalau kalian belum ingat, sedikit kuberi gambaran ulang bahwa Che adalah orang yang selalu memakai baret merah dengan satu bintang ditengahnya. Aku masih ingat kok. Oh iya, ada satu hal yang bikin aku terpingkal-pingkal dengan ulah kita dahulu. Diskusi, diskusi dan diskusi. Padahal kadang sampai kelaparan. Dari sandal jepit sampai negara selalu kita bicarakan. Tapi itulah, setelah aku pelajari dan pahami, untuk menjadi aktivis harus memang begitu. Kalau tidak suka diskusi maka tidak akan bisa. Jelasnya kalau tidak banyak diskusi maka tidak akan banyak pengetahuan yang harus dikuasai. Akh... rasanya memang waktu terlalu cepat memisahkan kita padahal sekarang masih banyak lagi permasalahan yang perlu kita bicarakan bahkan bila perlu turun kejalan seperti dahulu. Bahkan masih ada yang belum sempat kita tuntaskan dalam diskusi bulanan yaitu kelanjutan dari Srintil yang menjadi Ronggeng di desa Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dari triloginya Ronggeng Dukuh Paruk. Apakah ia selamanya akan menjadi seorang ronggeng yang selalu siap melayani setiap laki-laki yang punya uang banyak?apakah ia akan selalu senang menerima setiap lembar uang yang diselipkan kedalam belahan dadanya yang montok itu atau mungkin apakah ia selalu senang karena dianugerahi pantat yang besar dan menonjol yang bisa membangkitkan gairah kaum laki-laki?
Itulah bagian yang belum sempat kita tuntaskan. Soalnya kalian terlalu cepat lulus sih. Sepertinya menjadi sarjana itu sudah seperti menginjak diatas angin. Tapi tidak apa-apa. Itu pilihan kok. Aku pun maunya seperti itu. Tapi gak tahulah. Mungkin karena kemampuan otakku yang tidak berbobot atau mungkin karena dosennya sinis dengan kritikanku. Aku ingat satu hari dalam kelas aku dimarahi dan dihina secara halus. Dosen kita yang galak itu menyebut-nyebut tentang organisasi tidak berguna lah, organisasi hanya menambah pekerjaan dan lain-lain. Tapi biarlah. Aku menganggap diri seperti kafilah dan dia........akh gak usah kusebut, kalian dah tahu. He....he....he.
Melanjutkan Srintil tadi, setelah kubacai semua, ternyata ending-nya sangat menyedihkan, kawan. Srintil memang harus mengorbral kehormatannya dan melayani semua pria berduit, tapi cinta semualanya pada Rasus menguatkan dirinya sehingga bisa terlepas dari sejarah kelam ronggeng. Apalagi setelah ia tahu bahwa Rasus sudah menjadi seorang tentara. Pada waktu itu tentara adalah aset yang paling berharga dan sangat dihormati, kawan. Srintil mendambakan sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis. Dari kesadaran ini akhirnya dia niat berhenti menjadi budak nafsu dan berhenti pula dari kegiatan me-ronggeng. Dia hanya ingin menyerahkan hidup dan matinya hanya pada Rasus. Sampai dia rela mencari Rasus kemana-mana. Tapi sayang. Itulah yang kusebut endingnya yang diselimuti kabut kemalangan seorang gadis desa. Setelah lama mencari pria yang diimpikannya sejak kecil dan setelah bertemu dengan orang yang dicari, tubuhnya terasa tidak kuat lagi. Penderitaan yang dia alami semasa pencarian melemahkan semua organ yang ada. Sehingga ajal tak kuasa menjemput dirinya yag malang. Itulah akhir perjalanan kisah Ronggeng Dukuh Paruk yang belum kita tuntaskan dahulu (semoga berguna bagi kalain yang sibuk dengan dunia luar.hehehe).
Tapi dibalik sejumput kisah yang diuraikan Ahmad Tohari itu, aku menarik satu kesimpulan bahwa kehidupan memang rumit. Serumit untuk membalik sebuah dunia dan memutar balik dari putaran semula ke arah yang berlawanan. Aneh kan. Tapi bagiku, untuk memaknai kehidupa,n tidak harus sempit seperti itu. Kehidupan juga menyenangkan bila setiap rintangan dihadapi dengan tenang dan santai. Terutama damai sepanjang waktu. Eh, ngomong-ngomong soal kehidupan, aku sangat berharap kelak kehidupan kawan-kawan bisa lebih baik lagi. Sukses dan makmur. Berhasil menjadi orang kaya. Walaupun tidak kaya harta tapi kaya pengalaman. Akupun akan belajar seperti itu. Termasuk pengalaman bersama kalian yang sudah mulai memperkaya diriku untuk meraih masa depan. Kalau masalah kaya harta,,, aku tidak bisa pastikan. Yang jelas bagiku itu bukan ukuran seperti sekarang ini. Tidak semua hal bisa diukur dengan benda-benda duniawi seperti uang. Seperti yang kita bicarakan dulu, uang terkadang menyesatkan baik penggunaannya maupun pencariannya. Itupun terjadi juga dizaman sekarang. Dengan uang yang berlimpah, seenaknya mereka pejabat negara membeli seorang perempuan atau menyuruh membunuh demi kepentingan personal individu. Pencariannya juga menghalalkan segala cara sehingga korupsi, suap dan lain-lain dijalani. Tidak hanya orang yang berjiwa biasa bahkan dilakukan kalangan agama lho.
Mereka itu mungkin tidak pernah membaca sejarah. Sehingga materi dijadikan sesembahan yang akan mengangkat harga diri mereka padahal sebenarnya harga dirinya itu bukan terangkat tapi tersimpan didalam kantong. Aku harap kalian tidak seperti itu nantinya. Kalaupun mau cari uang, carilah dengan jalan yang benar dan diridhoi tuhan. Jangan sekali-kali menyusahkan orang lain apalagi menjadi mudarat. Kalian juga harus ingat pesan Ki Hadjar dan menuruti kelakuannya seperti yang dituliskan bahwa beliau tidak sedikitpun mengkorup kekayaan negara. Itu harus kalain tanamkan. Selain itu kan kita pernah kita diskusi panjang lebar membahas tentang kehidupan.”masyarakat yang dibangun atas dasar material biasanya gagal secara moral”. Nah aku rasa kalaian lebih paham dariku tentang itu.
Ngomong soal Che, tiba-tiba aku teringat pada kegiatan sampingan yang kita sering lakukan bila malam mulai membayang. Biasanya setiap awal bulan, kita selalu mencari referensi buku-bukuan. Sampai sekarang akupun masih meneruskan hal itu sehingga koleksiku bertambah banyak. Tidak hanya koleksi buku, tapi juga koleksi ilmu pengetahuan. Siapa tahu aku bisa mengembangkannya lebih luas lagi kedepan. Kalian boleh kok kalau mau pinjam. He..he..he. Oh iya, kalian masih menyimpan bukunya Soekarno ”Dibawah Bendera Revolusi” ? Kalau kalian baca dan pahami, kejadian yang dialami bangsa ini sekarang persis seperti yang telah di ramalkan Bung Karno. Bangsa ini semakin terpuruk karena menghadapi orang yang ada di dalamnya sendiri. Itu karena pengambil kebijakan yang semuanya orang asli kita, selalu menutup mata terhadap realitas yang sebenarnya. Mereka sengaja menanamkan jejaring kapitalisme, pendidikan dibuat liberal dan aktivis yang menuntut perubahan diculik bahkan dibunuh. Mungkin kalian belum lupa dengan kejadian Trisakti tahun 1998 silam. Bahkan sekarang lebih parah lagi (mahasiswa ataupun aktivis di sogok dengan embel-embel ’bantuan Khusus Mahasiswa’). Inilah yang aku bingungkan. Kok mau berbuat sesuatu yang baik malah harus dihukum. Kemana sih otaknya pemerintah kita!!
Masih banyak lagi kejadian-kejadian yang miris kawan. Kalian pasti lebih tahu. Kalian mantan aktivis juga dan sekarang telah kembali ke masyarakat. Selain itu semua, tindakan-tindakan amoral lainnya juga terjadi. Aku menyebutnya kekerasan simbolik namanya. Dimana ada payung doktrin yang melegalkan sebuah kekerasan boleh dilakukan. Dan ini dilakukan semua umat. Yach, bangsa ini seperti kaum barbar saja. Tampak modern padahal primitif. Kerusuhan terjadi dimana-mana. Mereka enggan memikirkan nasib bangsanya untuk bisa lebih baik lagi. Bahkan mereka tidak mengenal lagi dimana batas negara kita ini. Lebih kacau lagi dengan yang sekarang ialah ketidaktahuan lagi mereka tentang lagu kebangsaan. Padahal setiap warga negara kita wajib mengetahuinya. Pancasilapun entah tahu, entah tidak. Nah bagaimana mau mengadakan revolusi, reformasi kalau keadaannya seperti ini??Kalian masih ingat kan!!!jangan pula kalian lupa akan hal itu. Mereka harus disadarkan dari kemalasan mereka itu. Harus ada yang menggembleng mereka supaya mereka tahu bahwa bangsa ini di perjuangkan dengan kobaran semangat dan taburan darah para pejuang. Termasuk kakekku. Narcis kali yeee.
Harus ada yang mengajari mereka akan sejarah bangsanya. Bila perlu, kita turun tangan untuk menyadarkan mereka. Kenapa kita harus turun tangan? Itu karena mereka sangat apatis. Padahal mereka sudah mahasiswa, melek hurup tapi masih buta dengan realitasnya. Mereka hanya tahu datang, duduk mendengarkan celotehan dosen, pulang dan setelah itu mengajak pacar untuk kurungan didalam kamar. Entah apa yang dilakukan mereka, tapi seperti itulah yang sering aku lihat. Aktivitas dan kelakuan mereka sangat jauh dibandingkan dengan kita dahulu. Bila dahulu kita sering berdiskusi bahkan membentuk kelompoik diskusi yang bernama MARAYA, Mahasiswa Indonesia Raya (itu usulku Lho), sampai mengadakan aksi mulai seminar sampai turun kejalan, sekarang mereka menganggap itu kolot dan tidak perlu. Buat apa panas-panas, toh tidak didengar juga. Itu kata mereka. Sakit hatiku mendengar itu. Sebagian dari mereka juga mengatakan takut karena nanti bisa dipukul polisi. Tapi bagiku itu hanya alasan dari mereka yang pemalas saja. Mereka tidak merasakan bagaimana menghirup api nasionalisme seperti kata Bung Karno. Masa mereka takut dipukul polisi, sementara mereka selalu menggagahi pacarnya setiap hari. Itu kan menunjukan mereka tidak takut dengan tuhan. Tapi kok mereka tidak takut dengan tuhan, tapi mereka takut dengan polisi!!! Makanya aku berani bilang itu hanya alasan pemalas semata. Iya kan!!!he....he....he.....Tapi jangan pula bilang aku menjelek-jelekan generasi sekarang. Aku juga salut dengan mereka setidaknya mau beraktivitas. Mereka melakuklan hal buruk seperti ku bilang tadi itu hanya karena kurangnya seseorang untuk memahamkan mereka pada keadaan bangsanya. Itu yang terpenting. Terutama dari sekolah. Guru atau dosen. Apalagi sekarang guru juga sangat buruk citranya. Ada yang mencabuli, makasa murid melakukan hal yang tidak senonoh, korupsi buku pelajaran, ujian yang tidak murni (padahal berdasarkan hasil diskusi kelompok MARAYA ujian itu tidak pantas untuk suatu kelulusan) dan yang paling payah masih memakai konsep serta ajaran lama yang tiak sesuai dengan zaman dan keadaan. Kenapa aku berani bilang begitu karena ada sebagaian dosen kita ataupun guru yang melakukan praktik-praktik yang desainnya sudah lawas bahkan input dan output tidak jelas juga. Gawat kan.
Akh...aku rasa aku tidak pantas ngomong masalah ini dengan kalian. Nanti kalian menganggap diriku pandai be-retorika dan sebagainya. Padahal kuliah aja tidak lulus-lulus. Kalian juga sangat dan lebih mengetahuinya lagi dibandingkan dengan diriku. Ya kan. Aku tahu kok. Oh iya sebelum kuakhiri, karena jam dinding di kamar sudah menunjukan pukul setengan lima pagi, aku teringat sepenggal pesan Ki Hadjar Dewantara ”saya adalah orang Indonesia yang berjuang untuk Indonesia”. Prinsip itu merasuk dan menjadi daging dalam diriku dan menuntut untuk di teruskan. Oke.
Aku minta maaf juga bila kata-kata yang kukutip dari bukunya Ki Hadjar itu salah tulis. Mungkin karena mataku yang sudah agak kabur melihatnya. Padahal aku masih harus mengerjakan tugas dari dosen supaya bisa cepat lulus. Mereka sudah muak melihat diriku. Muak juga akan aktivitas yang aku jalankan bahkan mungkin kalau mereka punya kuasa yang besar, mereka pasti cepat-cepat men-drop out (D.O) diriku. Duh malangnya diriku yang berjuang sebatang kara. Sudah dulu ya, mataku sudah sangat berat nih. Mataku sudah merah. Merah karena terlalu lelah dan merah yang sekaligus menandakan atau menyimbolkan jiwa yang selalu berjuang untuk bangsanya yang lebih baik kedepan. Lain kali kita sambung lagi kalau aku sudah menyelesaikan tugas-tugasku. Ok. jaga terus semangat kalian untuk membangun bangsa ini. Terakhir, aku berharap suatu saat kita bisa bersama kembali dan memulai kehidupan yang lebih baik dan tenteram.
Sekian. Salam dan peluk cium untuk kesetiakawanan kita. Dari sahabat lamamu Melki AS.

Tabik...


Melki AS
Continue Reading...

Featured

 

BIDADARI KECILKU

BIDADARI KECILKU

EKSPRESI

EKSPRESI

Once Time Ago

Once Time Ago

Aspiratif CyberMedia Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template