Pages

Mahasiswa dan Tanggungjawab terhadap Perubahan

Soekarno berpesan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tidak meninggalkan sejarah bangsanya sendiri (JASMERAH: Jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah). Maka dari itu, sudah menjadi tanggung jawab daripada bangsa ini terutama masyarakat dan mahasiswa untuk selalu bertanggungjawab terhadap kesejarteraan dan kemakmuran bangsa. Hal ini tentunya tidak segampang untuk membalik telapak tangan semata. Perjuangan dan perngorbanan harus selalu dipikul oleh mahasiswa yang selalu mewarnai setiap gerak aktivitasnya. Soekarno dan kawan-kawan merasakan bahwa pergerakan haruslah ada untuk membuat kemajuan didalam bangsanya. Begitupun yang juga dilakukan oleh para pelajar STOVIA saat itu. Kelahiran organisasi Budi Utomo itulah yang akhirnya menjadi awal dari sebuah pergerakan untuk suatu aral kebangkitan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan. Ki Hadjar Dewantara juga mewarnai pergerakaannya dengan banyak pengorbanan yang harus di tanggung bersama dengan Dr. Cipto Mangunkusumo dan EFE Dowes Dekker (Setiabudi). Sebagaimana yang pernah dilakukan Ki Hadjar dengan mendirikan partai politik pertama di Indonesia merupakan reaksi atas betapa pentingnya sebuah pergerakan dalam membangun dan menata bangsa untuk masa depan yang gemilang. Begitupun propogandanya yang dilansir dalam surat kabar deexpress ”andai aku seorang belanda” yang berhasil meniupkan ruh perjuangan kepada setiap elemen untuk melakukan pergerakan supaya bisa lepas dari ketertindasan.
Gerakan yang telah ditiupkan oleh para pendiri bangsa wakti itu sampai dengan gerakan Mahasiswa sekarang sejatinya selalu menjadi obat mujarab dan tolak ukur untuk menjawab setiap permasalahan yang ada di setiap negara. Begitupun juga dengan gerakan-gerakan mahasiswa di negara-negara lain. Gerakan mahasiswa menjadi simbol perlawanan terhadap kaum-kaum tertindas kaum-kaum yang termarjinalkan dan kaum-kaum yang tersakiti oleh sistem keadaan yang sudah sakit terlebih dahulu. Maka tak heran ketika melihat setiap pergerakan terutama mahasiswa lebih merapat bersatu dengan kaum buruh, kaum miskin maupun kaum yang merasa terzholimi oleh sistem. Itu karena mahasiswa merupakan elemen yang tak terpisahkan dari perjalanan peradaban sebuah bangsa. Sejarah dunia, baik di Timur maupun di Barat, telah menjadi bukti bahwa idealisme, kepeloporan, pemikiran kritis, konsistensi semangat perubahan, dan pergerakannya yang melekat pada sosok mahasiswa telah banyak mewarnai peradaban negeri-negeri diberbagai belahan dunia. Tidak terkecuali Indonesia. Kemerdekaan bangsa Indonesia atas kolonialisme yang telah berlangsung hampir 4 abad lamanya, merupakan buah dari kerja keras para tokoh muda yang lahir dari komunitas kampus. Bung Karno, Bung Hatta, HOS Cokroaminoto, dll, adalah motor penggerak rakyat Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya. Gerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional, seperti yang tampak dalam lembaran sejarah bangsa. Dalam perjalanannya dari masa ke masa, bangsa ini telah mengenal beberapa dekade perjuangan mahasiswa.
Babak demi babak gerakan mahasiswa telah mengisi beberapa sejarah gerakan beserta konflik politik Indonesia. Sebagian dari gerakan tersebut seperti generasi 66 dan generasi 98 mampu menciptakan perubahan sampai pada perubahan penguasa (ruler), sebagian lainnya memang tidak mampu mencapai taraf tersebut tetapi layak disebut sebagai generasi gerakan karena mampu meningkatkan eskalasi konflik dengan penguasa dengan mobilisasi massa sehingga harus direpresif dengan keras oleh penguasa. Tetapi dalam dasawarsa ini gerakan mahasiswa bukan lagi menjadi gerakan utama dalam gerakan perlawanan terhadap penguasa. Setiap golongan diferensiasi masyarakat yang terkena imbas kebijakan pemerintah yang tidak populis sudah mampu untuk mengorganisasikan diri untuk melawan pemerintah. Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, mahasiswa selalu menempati peran yang sangat strategis dari setiap peristiwa penting yang terjadi. Bahkan dapat dikatakan bahwa pemuda dan mahasiswa menjadi tulang punggung dari keutuhan perjuangan melawan penjajahan Belanda dan Jepang ketika itu. Peran tersebut juga tetap disandang oleh mahasiswa Indonesia hingga kini; selain sebagai pengontrol independen terhadap segala kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dan penguasa, pemuda Indonesia juga secara aktif melakukan kritik, hingga mengganti pemerintahan apabila pemerintahan tersebut tidak lagi berpihak ke masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada kasus jatuhnya Pemerintahan Soekarno oleh gerakan mahasiswa, yang tergabung dalam kesatuan-kesatuan aksi mahasiswa dan pemuda tahun 1966. hal yang sama juga dilakukan oleh mahasiswa dalam menumbangkan pemerintahan Soeharto 32 tahun kemudian. Peran yang disandang pemuda Indonesia sebagai agen perubahan (Agent of Change) dan agen kontrol social (Agent of Social Control) hingga saat ini masih sangat efektif dalam memposisikan mahasiswa sebagai satu aktor penting dalam perjalanan bangsa ini. Sebab, sebagai sebuah negara dengan wilayah yang besar dan pendidikan politik masyarakatnya yang tidak merata, setiap pemerintahan yang berkuasa di Indonesia akan cenderung melakukan penyimpangan dalam setiap kebijakannya. Hal ini dimungkinkan karena masyarakat sebagai stakeholder Republik Indonesia secara politis belum cukup aktif dalam mengupayakan kontrol dan pengawasan terhadap kebijakan dan prilaku politik penguasanya, sehingga peran mahasiswa dalam hal ini menjadi sangat penting dalam menstimulus partisipasi politik rakyat dalam upaya mengontrol setiap kebijakan yang dibuat penguasa.Peran mahasiswa dalam konteks ini kemudian juga mengalami cobaan hebat, dengan martir-martir bagi perjuangan mahasiswa pada Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan Semanggi II. Pada tiga peristiwa tersebut, sejatinya menegaskan kesungguhan dan ketulusan anak-anak muda penuh idealisme untuk membangun bangsa dan negaranya sesuai dengan cita-cita yang diguratkan oleh para pendiri republik ini. Meski harus diakui bahwa tragedi dan peristiwa tersebut menjadi penegas akan sikap mahasiswa dalam menolak setiap upaya dan tindakan yang melawan kehendak rakyat. Hal yang tidak kalah seriusnya yang menjadi penghalang bagi upaya dan langkah mahasiswa untuk terus memperjuangkan harapan dan keinginan rakyat adalah tindakan represif aparat. Tiga peristiwa penting dalam konteks pergerakan mahasiswa tersebut di atas adalah bukti bahwa kekerasan dan bentuk-bentuk militerisme menjadi satu ancaman serius bagi kelangsungan perjuangan mahasiswa. Benedict Anderson, seorang Indonesianist mengungkapkan bahwa sejarah Indonesia adalah sejarah pemudanya. Pernyataan Ben Anderson ini tak salah memang apabila dikaitkan dengan sejarah panjang bangsa Indonesia, di mana pemuda menjadi aktor dari setiap langkah perjalanan bangsa Indonesia. Pernyataan Ben Anderson ini tak salah memang apabila dikaitkan dengan sejarah panjang bangsa Indonesia, di mana pemuda menjadi aktor utama dari setiap peristiwa penting yang terjadi di Indonesia. Herbert Feith, Seorang Indonesianist lainnya menyatakan bahwa: “Pemikiran politik modern (pemuda) di Indonesia diawali oleh bangkitnya nasionalisme modern. Hal itu dimulai antara tahun 1900-an dan 1910-an, dengan munculnya sekelompok kecil mahasiswa dan cendikiawan muda yang memandang dunia modern sebagai tantangan terhadap masyarakat dan menganggap diri mereka sebagai pemimpin potensial di masa yang akan datang…, Dalam tahun-tahun 1920-an jumlah mereka (pemuda-pen) meningkat agak pesat, begitu pula alienasi mereka terhadap kekuasaan kolonial; banyak di antara mereka , khususnya yang menuntut ilmu di luar negeri, dipengaruhi oleh pelbagai ideologi seperti sosialisme, komunisme, reformisme Islam, dan nasionalisme India, China, dan Jepang” Apa yang dikemukakan oleh Ben Anderson dan Herbert Feith adalah sebuah keniscayaan sejarah, mengingat sejak jaman pergerakan nasional hingga saat ini, pemuda selalu menjadi tonggak dan aktor dari pendorong perubahan tersebut. Bahkan dengan sinis Francois Raillon menyebutkan bahwa karena peran pemuda dan mahasiswa yang begitu besar di Indonesia, maka dikenal adanya periodisasi. Periodisasi tersebut meliputi Angkatan 28, Angkatan 45, Angkatan 66, Angkatan 74, Angkatan 77/78, Angkatan 80-an, dan Angkatan 98 . Terlepas adanya asumsi bahwa periodisasi tersebut telah membatasi ruang gerak mahasiswa, karena terkesan eksklusif, namun keberadaan mahasiswa di luar kekuasaan politik harus diakui sangat efektif. Bahkan sekedar gambaran saja, langkah taktis-strategis yang dilakukan oleh Kelompok Sjahrir pada masa Penjajahan Jepang, yang banyak anggotanya merupakan mahasiswa kedokteran dan hukum mampu memberikan shock-therapy politik kepada Jepang karena kerja-kerja politik yang menolak kehadiran Jepang di Indonesia. Bisa jadi periodisasi dalam pergerakan mahasiswa dan pemuda hanya ingin menegaskan bahwa generasi muda nan gelisah tersebut dalam tiap jamannya mengukuhkan sikap dan keberpihakannya pada rakyat. Sebagaimana pergerakan politik lainnya, gerakan mahasiswa pun telah membangun satu kelompok politik yang diperhitungkan oleh penguasa dari tiap jamannya.
Ini bisa dipahami karena setelah Peristiwa Malari dan Gerakan Mahasiswa 1978, mahasiswa dibungkam. Menteri P dan K saat itu, Daoed Josoef, mengeluarkan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). Dengan kebijakan itu, dewan mahasiswa dibubarkan, dan yang tersisa hanyalah unit kegiatan mahasiswa dan senat fakultas, serta himpunan mahasiswa jurusan. Dalam konsep NKK/BKK, kegiatan kemahasiswaan diarahkan pada pengembangan diri mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat ilmiah. Dan, lebih dari itu, aktivitas mahasiswa berupa demonstrasi dikatakan sebagai kegiatan politik praktis yang tidak sesuai dengan iklim masyarakat ilmiah. Kegiatan kemahasiswaan "dipagari" pada wilayah minat dan bakat, kerohanian, dan penalaran. Selain itu, dalam Tri Darma Perguruan Tinggi dinyatakan bahwa fungsi perguruan tinggi adalah menjalankan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Depolitisasi yang diterapkan saat itu sungguh efektif sehingga selama beberapa tahun kegiatan mahasiswa jauh dari aktivitas demonstrasi. Juga ketika kebijakan Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) diterapkan oleh Menteri Fuad Hassan.

Melki AS

0 komentar:

Posting Komentar

Featured

 

BIDADARI KECILKU

BIDADARI KECILKU

EKSPRESI

EKSPRESI

Once Time Ago

Once Time Ago

Aspiratif CyberMedia Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template