Pages

PELACUR............!!!!!!!

Melki AS



Rinai gerimis hujan malam itu sudah mulai tampak di wajah langit yang paradok. Sesekali menampakkan raut kecerahan, tapi sesekali juga merintikkan hujan walau tidak hebat. Tapi suasana malam itu agak sedikit berbeda. Keberbedaan itu memang sudah lazim bagi mereka, tapi perbedaan kali ini lebih mencolok. Disini ada Pesta, Harapan, Perjamuan Minum dan Pelacur-Pelacur itu..........!!!!!!

..... ..... ..... ..............

Jam menunjukkan kurang lebih pukul sebelas malam ketika kami (aku dan tiga orang temanku) tiba disana. Dari kejauhan semua orang sudah tahu bahwa tempat itu selalu menyedot perhatian para musang malam yang selalu menginginkan kenikmatan duniawi. Dari jauh juga aku melihat berduyun-duyun orang keluar masuk di gang yang sempit itu.
Setelah selesai parkir motor di stasiun bersejarah itu, aku pun juga turut masuk menyusuri perkampungan di tempat gang sempit tersebut.
Kalau banyak orang datang kesana dengan membawa niat yang beragam, begitupun juga kami. Disana banyak pikiran yang berkubang dalam sesaat. Beberapa menit saja mengitari gang-gang disana, banyak sekali panggilan mesra nan sayu. Panggilan tersebut terasa akrab di telinga meskipun kita belum kenal satu sama lain. Maklum, itulah keadaan Lokasisasi Pasar Kembang (Sarkem) yang ‘melegenda’ itu. Sesekali mengusir lelah, ku sulut sebatang rokok dan cessss....asap putih menyembur dari dalam mulut. Dan dengan tak hendak menunda perjamuan, singgah pulalah dan duduk santai aku di pelataran-pelataran rumah transaksi sekaligus tempat berlangsunya eksekusi pabila transaksi tersebut berhasil. Tak heran kalau kiri kanan, bolak-balik dan mondar-mandir perempuan-perempuan datang walau hanya untuk sekedar bertanya atau menjaja kan tubuhnya kepada kami semua.
Tapi satu hal pasti adalah bahwa ada yang menarik perhatian kami disana. Kami di undang untuk turut berpartisipasi dalam memeriahkan sebuah acara. Kalau biasanya aku sering di undang kawan-kawan untuk berdiskusi, sharing atau memateri dalam berbagai acara, maka di sini bukan saat nya untuk mengatakan hal-hal yang bersifat intelektual tersebut. Disini kami memang terkadang suka share, tapi lebih kepada curhat tentang pengalaman yang pernah dan sudah dialami secara awam saja. Disini juga kami tidak membicarakan agama. Itu bukan berarti kami tidak beragama. Hampir semua yang ada disini beragama. Cuma untuk membicarakan itu, rasanya tidak tepat kalau di lakukan di tempat tersebut. Karena disni tempat berkumpulnya semua golongan, bahkan mungkin yang mengaku wakil Tuhan sekalipun; datang kesini untuk mereguk kenikmatan sesaat. Selaiknya acara, di sini pun, kami berkumpul dengan banyak teman lainnya. Acara pesta kali ini bukan acara yang mungkin dianggap orang seperti terbang bebas. Tapi acara kali ini mengandung asa yang di inginkan setiap manusia di seluruh dunia ini; Ulang Tahun seorang teman perempuan yang dianggap hina dina dimata masyarakat.
Suara gaduh musik terasa sangat garang di telinga dan teriakkan demi teriakkan turut memeriahkan rumah tempat pesta tersebut. Dari luar rumah, ada beberapa perempuan-perempuan yang se-profesi dengan teman yang sedang berulang tahun tersebut, sedang asyik duduk ngobrol sambil meracik minuman. Dari dalam rumah juga ada beberapa orang pula baik laki ataupun perempuan yang sedang asyik berjoget koplo. Ada kegembiraan disana yang sedang di luapkan. Keadaan yang remang turut memanaskan suasana saat kami menjejalkan kaki di dalam. Dan disana, kami di sambut dengan hangat seperti tak ada perbedaan di antara kita. Dan memang tidak ada beda di antara kami semua. Hanya nasib dan keadaan yang membuat sekat dalam pergolakan dan perjuangan dalam mempertahankan hidup.
Tak heran bila di tempat itu banyak suguhan minuman. Apalagi tidak sulit untuk mencarinya. Soalnya hampir di setiap rumah mempunyai warung yang melayani segala macam kebutuhan malam seperti minuman, kontrasepsi, rokok dan lain sebagainya. Seorang teman masuk kedalam. Aku dan dua orang teman lainnya memilih untuk duduk di luar saja sambil ngobrol dan bercengkeramah dengan perempuan lainnya. Belum berselang lama seloki minuman di suguhkan pada kami masing-masing. Dari aroma dan baunya jelas ini adalah Bir, Vodka dan campuran lainnya yang bisa menegangkan urat syaraf. Lalu leeppp...seloki minuman langsung mereguk dalam kerongkongan. Dan kembali aku menyumut rokok untuk sedikit menetralisir rasa yang sedang berontak tersebut.

......... ....... .................

Gerimis masih saja turun sesekali saat malam semakin larut. Dari dalam rumah, musik tiada hentinya menggebrak dan merangsang seisi dan semua yang hadir untuk bergembira. Tua muda, laki perempuan, semua tenggelam dalam kebisingan tersebut. Ada yang setengah teler, ada juga yang masih sehat dan sebagainya. Sampai akhirnya suara mengalun pelan dan lama kelamaan berhenti. Ini moment panitia dan yang punya acara untuk menegaskan maksud nya.
Sementara kami diluar terus dan terus saja minum bersama dengan perempuan-perempuan tersebut. Entah sudah berapa ceret yang sudah kami habiskan. Berbicara dengan perempuan-perempuan itu, saya menyadari bahwa apa yang selama ini di klaim masyarakat, tidaklah selalu benar. Soalnya dari cara dan perilaku; mereka terbilang baik, ramah dan sangat sopan. Termasuk saat panitia mulai mengutarakan maksud dan tujuan di buatnya acara itu, kami semua bahkan mengerti bahwa ada hal yang seharusnya tawa dan pembicaraan di hentikan. Dari dalam rumah, panitia terus sibuk mengoceh dan meneriakkan kata-kata selamat bagi yang berulang tahun. Tampak dari sela kerumunan aku melihat teman perempuan yang berulang tahun tersebut agak sedikit mesem ngguyu. Dan setelah dinanti agak lama, tiba pula yang berulang tahun mengucapkan permohonannya. Disinilah saya melihat bahwa memang tidak ada perbedaan diantara kami semua. Kalau biasanya ada saudara kita, keluarga kita, teman kampus kita, teman daerah kita atau masyarakat luas lainnya sewaktu berkesempatan baik, semua meminta kemurahan Tuhan untuk selalu melimpahkan rezekinya, rahmatnya, kesehatan dan sebagainya. Begitu juga dengan teman kami disini. Meskipun pekerjaannya kotor dan hina, bukan berarti mereka tidak ingat dengan Tuhan yang Maha segalanya itu. Sekali lagi perbedaan hanyalah sebatas pekerjaan yang mereka jalani saja.
Setelah semua kata dan ucapan dirasa selesai, kini tiba puncak dari segala acara yaitu pemotongan kue. Entah dari mana mulainya tradisi seperti ini, tapi jelasnya ini sudah biasa di lakukan. Kue tersebut sudah diletakkan di atas meja beserta umur yang berulang tahun; 18.
Kue pun di bagi-bagi. Kami semua dapat sepotong seorang. Musik kembali menyala dengan garang dengan suguhan yang sama; Dangdut Koplo. Hanya musik itu yang akrab di telinga kami. Kami tidak memandang bahwa apakah lagu tersebut kampungan atau bukan, yang penting asyik. Kembali tua muda laki perempuan berjoget ria. Minuman kembali di gelar baik di dalam maupun di luar. Syaraf kembali tegang setelah agak beberapa lama berhenti minum tadi. Racikan-racikan perempuan kami di luar semakin menjadi-jadi. Seloki demi seloki kembali di tangan. Habis minum loki di isi ulang dan begitu terus terusan. Syaraf yang sudah tegang semakin menegang. Tiba-tiba tanpa di nyana, yang berulang tahun menghampiriku mengajak berjoget di dalam. Bukannya aku tak mau atau apa, tapi menghindari terjadi hal yang tidak mengenakkan, aku pun berpura-pura menolak dengan mengatakan tidak bisa berjoget. Tapi teman yang berulang tahun tersebut sepertinya tidak peduli. Dia terus mengajak, menarik, merangkulkan tangannya bahkan sedikit memeluk mengajak agar aku mau berjoget bersamanya. Ya sudahlah, meskipun kepala agak sakit akhirnya aku ikut juga ke dalam. Teriakan dan bunyi musik yang setengah koplo setengah dangdut membuat kepala dan kaki bergerak gerak. Mungkin agak ngawur, cuma tak ada seorang pun yang peduli. Hampir malam itu semua sudah setengah teler, termasuk yang berulang tahun. Kami semua bergoyang menyaru semuanya. Bau keringat dan lainnya tidak terasa lagi. Begitupun juga aku. Termasuk ketika ketiak seorang perempuan menyentuh mukaku, aku tak tahu lagi. Tahu-tahu sudah menempel saja karena memang perempuan itu kebetulan menggunakan baju seksi yang tidak punya atasan dan ketika berjoget asyik mengangkat-angkat kedua tanganya.
Semakin asyik berjoget, syaraf di kepala semakin tegang saja. Beberapa kali aku menabrak lemari dan sesekali juga aku mulai berani menarik dan memeluk-meluk pinggang perempuan-perempuan itu sambil berjoget. Aku masih ingat karena walaupun syaraf tegang tapi kesadaraan masih ada. Cuma susah di kontrol saja. Dan semakin lama semakin susah mengontrol diri. Dengan kesadaran yang tinggal ku putuskan untuk keluar saja, duduk di kursi.
Di luar, gerimis masih saja berjatuhan. Cuma sudah agak berkurang. Duduk di dekatku ada seorang perempuan dan di depan ada mbak Rita yang sedang asyik. Ngobrol punya ngobrol, perempuan di dekatku itu mengajakku berkenalan. Namanya Lily. Lily pun banyak bertanya sampai akhirnya kami bercakap layaknya kenal dekat. Dia bilang bahwa berasal dari kota S dan sudah 4 bulan berada disini. Aku pun juga bilang padanya bahwa berasal dari kota M. Percakapan kami semakin lama semakin asyik. Tiba-tiba mbak Rita sudah selesai meracik minuman dan mulai menyuguhkan lagi minuman itu kepada kami. Aku pun langsung mengambilnya. Ku lihat juga Lily. Dia menolak minuman tersebut dan berusaha untuk tidak mengambilnya. Tapi mbak Rita terus menyuguhkan. Dan sepertinya tidak ada kata tolak di suasana dan tempat seperti itu. Ku pegang pahanya sedikit sambil memberi kode Lily agar mau mengambil minuman tersebut. Lily masih saja bersikeras untuk tidak mau mengambilnya. Setelah ku kedipkan mata sedikit, akhirnya dia paham. Minuman itu diambilnya juga. Setelah minuman diambil, mbak Rita kembali ke tempat duduknya sambil menuang sendiri minuman untuknya. Lily mendekatkan mulutnya di telingaku dan membisikkan bahwa dia tidak mau meminumnya karena memang dia tidak biasa dan tidak pernah minum-minuman seperti itu. Merokokpun dia juga tidak. Aku pun paham dan kubisikkan juga bahwa biar aku yang minumnya. Setelah kutenggak punyaku, punya Lily ku sikat juga cepat-cepat agar jangan sampai mbak Rita melihatnya. Soalnya tidak enak juga kalau mbak Rita sampai melihat. Setelah itu ku berikan gelasnya dan ku bilang agar dia terus memegangnya sampai akhirnya mbak Rita sendiri yang menannyakan loki tersebut.
Tak berapa lama memang mbak Rita menanyakan loki yang di berikannya tadi. Lily memberikannya dan mengatakan sudah meminumnya. Mbak Rita kurang yakin dan beliau menengok kearahku. Aku pun juga bilang iya. Mbak Rita percaya. Lalu kembali menuangkan minuman itu berulang dan berulang kali. Setelah minuman di luar tersebut habis, baru mbak Rita masuk ke dalam ikut berjoget ria kembali. Tinggal aku dan Lily di luar. Kami bercakap terus menerus. Tak terasa gerimis sudah mulai mengganas lagi. Kami pindah tempat duduk yang agak mepet ke dinding. Karena banyak bekas botol, loki dan tumpahan minuman yang di tuangkan, memaksa kami untuk duduk berdempetan. Pembicaraan terus berlanjut sampai gerimis mulai hendak berubah menjadi hujan. Lily mengajak untuk masuk kedalam. Bukan ke dalam ruangan tempat hingar bingar musik tersebut melainkan ke dalam kamarnya. Soalnya kalau masuk ke tempat musik tersebut, sudah pasti akan di suguhin minuman kembali dan tidak bisa berbohong lagi seperti tadi. Karena memang di dalam banyak orang. Aku kaget waktu dia ngajak masuk ke kamarnya. Bukannya apa, tetapi kepala sudah semakin tidak sehat. Kontrol diri semakin berkurang. Kalau tadi sewaktu berjoget saja aku sudah hampir kehilangan kontrol, apalagi kalau di ajak ngobrol dikamar. Tapi kalau tidak ngobrol di ruang dalam (ruang musik atau kamar), maka seluruh kaki bisa kebasahan. Padahal kepala semakin terasa nyut-nyutan terus. Aku mencoba untuk mengontrol diri dengan berpura-pura ingin buang air kecil. Sewaktu badan ku angkat terasa langkah mulai goyang kiri kanan. Jalan saja sudah menyerempet-nyerempet dinding. Aku berpikir bagaimana kalau di dalam kamar. Mungkin saja terlintas hal tersebut secara tidak sadar. Karena duduk berdempetan di luar saja, kami sudah saling rangkul. Dan dia tidak marah karena memang harus berdempet dan berangkulan agar sedikit terhindar dari kebasahan.
Setelah selesai dari kamar mandi, aku keluar lagi. Langkah masih saja bergetar kiri kanan. Aku coba tegar dengan berjalan agak pelan. Di luar Lily masih terlihat duduk sambil merangkul kakinya. Aku duduk kembali di dekatnya. Cuma agak canggung untuk merangkulnya. Sampai dia sendiri yang merangkulku. Lily tetap ngotot ngajak untuk masuk dan ngobrol ke dalam kamar. Soalnya gerimis semakin deras saja. Aku bilang padanya ntar malah aku di cariin temanku. Lily secara cuek bilang bahwa mereka pasti gampang mencariku. Akhirnya naiklah kami berdua ke atas ke kamarnya. Kamarnya tidak terlalu luas dan tidak banyak perlengkapan seperti kamarku. Biasanya kalau di kamarku ada rak beserta buku-buku ku, komputer, meja serta kursinya, sementara di tempat Lily hanya ada satu meja kecil, sepotong kasur dan dua bantal serta selimut. Hanya itu saja. Kami duduk kasur tersebut sambil selonjor-selonjoran. Karena selama di luar tadi, kaki tidak bisa di selonjorkan.

...... ....... ..... .....

Suara musik di bawah masih saja kedengaran sampai di atas. Dentuman koplo tersebut sesekali diikuti Lily. Rupanya ada juga lagu yang dihapalnya meskipun hanya sepotong-sepotong. Di sela sambil nyanyi-nyanyi kami terus bercakap. Kadang tentang diri sendiri, kadang juga tentang orang lain. Seingatku aku juga mennyakan tentang beberapa teman Lily yang tinggal di kamar-kamar di sana. Lily pun dengan lugas tanpa beban menjawab semua tentang mereka. Jadinya aku juga banyak tahu tentang mereka yang ada di sana. Lily juga bilang bahwa kadang seminggu dua minggu sekali dia pulang ke kota S tersebut. Kadang juga aku bertanya agak nyeleneh padanya. Tapi Lily selalu menjawabnya dengan pasti. Pernah juga aku tanya kenapa dia masuk ke area seperti ini dan baru kulihat jawabannya agak sedikit muram. Aku sedikit paham sampai kemudian dia nya sendiri menjelaskan tentang hal ikhwal terjun ke dunia seperti ini. Selama bercakap dengan Lily, aku merasakan kenikmatan tersendiri. Rupanya dia sangat asyik diajak ngobrol tentang apapun dan siapapun.
Aku merebahkan diri di kasur tersebut karena kepala semakin terasa sakit saja. Tiba-tiba Lily merebahkan dirinya juga. Jadilah kami seperti sedang asyik tidur berdua. Aku sudah mewanti-wanti agar jangan sampai terjadi hal di luar kendali. Tapi kepala rasanya berat sekali untuk diangkat. Percakapan pun sudah mulai berkurang karena habis sesuatu yang mau di bicarakan. Setidaknya tentang malam itu. Sambil berbaring aku menengadah keatas. Terasa kepala berputar-putar dan berasa perut ingin muntah. Tapi kutahan agar jangan sampai termuntah. Tiba-tiba, secara spontanitas Lily memelukku. Aku tak bisa menolak karena untuk bergerak saja susah. Dekapan Lily semakin lama semakin erat dan kurasakan dengusan nafas dari hidungnya semakin kencang terdengar. Ku buka mata, kulihat Lily terpejam. Tapi kepalanya semakin mendekat dan tangannya tak lepas dari mendekapku. Aku pun juga memejamkan mata, tapi tidak tertidur. Karena perasaan untuk tidur tidak ada sama sekali. Hanya kepala berat dan susah di angkat. Aku juga tidak mau tertidur karena pasti teman-temanku tadi pasti mengajak pulang. Seandainya aku tertidur, maka sudah bisa di tebak pasti aku akan di tinggalkan.
Ku buka lagi mata dan kulihat Lily, ternyata sesekali dia juga membuka mata menatapku. Aku berbalik badan dan menghadapkan mukaku ke mukanya sambil membisikkan sesuatu. Lily rupanya paham. Ku cium keningnya sambil kubilang apakah dia tidak marah padahal baru saja kenal. Dia mengangguk pelan sembari tangannya berusaha meraih tanganku dan mendekapkan ke tubuhnya. Habis itu entah apa yang terjadi. Akal pikiran seolah tergenang oleh minuman yang di minum tadi. Sampai terdengar suara ketokan pintu sembari memanggil-manggil namaku. Kubuka pintu dan kulihat tiga orang teman tadi sudah mengajak pulang. Pesta sudah usai dan semua sudah di bersihkan. Ku lihat Lily tidur pulas. Mau membangunkannya terasa tidak enak. Lantas kututupi dia dengan selimut agar tidak kedinginan, lalu kututup kamarnya dan aku pun melangkah pulang meski gontai. Mengingat Lily dan pulas mukanya sewaktu tidur, aku merenungi sebait liriknya lagu Titiek Puspa; “ Kadang dia menangis di dalam senyuman. Oh apa yang terjadi terjadilah. Yang dia tahu Tuhan penyayang umat-Nya. Oh apa yang terjadi terjadilah. Yang dia mau hanyalah menyambung nyawa “. Oh Tuhan akankah................


(Yogyakarta, 05061210)

0 komentar:

Posting Komentar

Featured

 

BIDADARI KECILKU

BIDADARI KECILKU

EKSPRESI

EKSPRESI

Once Time Ago

Once Time Ago

Aspiratif CyberMedia Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template