Pages

HARDIKNAS, Menunggu Pendidikan Karakter



Tanggal 2 Mei ini, seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke kembali memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Sakralitas ini selalu diperingati dengan gegap gempita baik dengan upacara bendera ataupun demonstrasi mahasiswa. Tapi celakanya, tiap kali Hardiknas, keadaan pendidikan bangsa ini tidak beranjak lebih baik, tetap tidak menyelesaikan permasalahan bahkan semakin tahun pendidikan semakin memburuk. Seharusnya Hardiknas kali ini menjadi kilas balik dan pelecut agar pendidikan menjadi lebih terarah dan jelas. Disamping itu, ketidakmampuan pemerintah meletakkan pendidikan sebagai pembangun karakter, membuat orientasi pendidikan semakin buram sehingga praktik menyimpang seperti korupsi, melawan hukun dan lain-lain semakin marak.
Pembatalan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang dilakukan Mahkamah Konstitusi (MK) belum lama ini memang layak di apresiasi. Tapi bukan berarti ini sebuah prestasi, mengingat sebelumnya Ujian Nasional (UN) pun sudah di cabut tetapi tetap saja berlangsung sampai hari ini. Bahkan menyisahkan kado pahit bagi bangsa Indonesia dengan menurunkan angka kelulusan 89,88 % dari 93,74 % di tahun sebelumnya (TempoInteraktif.com, Rabu 28 April). Ini seharusnya menjadi pertanyaan bersama ‘ada apa dengan pendidikan di Indonesia’ ?
Kekacauan dunia pendidikan di Indonesia disebabkan oleh dua hal mendasar. Pertama, sistem yang tidak jelas sehingga kebijakan pendidikan bukannya mencerdaskan generasi bangsa, malah menjadi ajang ujicoba konsep yang bertentangan dengan amanah konstitusi. Seperti UU BHP, BHMN, Internasionalisasi dan lain-lain. Padahal saat ini yang di butuhkan masyarakat adalah pendidikan yang merata. Kualitas boleh saja di turunkan asalkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan terpenuhi. Kedua, belum adanya kesadaran dari para pendidik bahwa pentingnya pendidikan sebagai proses kemerdekaan sang anak didik, menjadikan pendidikan hanya sebatas formalitas pengajaran biasa tanpa menerapkan nilai-nilai yang harus di konsumsi oleh peserta didik. Misalnya pada pembejaran Pancasila, peserta didik hanya mampu sebatas menyebutkan ke lima sila saja tanpa mengerti esensi maupun aplikasinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain ada juga kekurangan-kekurangan seperti infrastuktur, kesadaran dan sarana prasarana dalam menunjang proses tersebut.
Rencana pemerintah meluncurkan program Pendidikan Karakter tepat di momentum peringatan Hardiknas nanti, seharusnya benar-benar bisa menjadi semangat baru dan era baru pendidikan Indonesia yang lebih berarti dan bermoral. Mengingat banyaknya praktik melawan Undang-Undang adalah problem mendasar manusia secara moral dan mentalitas yang terkait dengan watak dan kepribadian. Dan dalam pendidikan karakter ini nantinya, sudah seharusnya pendidik terlebih dahulu memenuhi syarat komitmen, integritas dan kapabilitas atau kemampuan/ketrampilan. Ini supaya pendidikan tidak hanya menjadi sekadar pelajaran biasa yang lebih menekankan pada aspek kognitif saja (KR, Senin 26 April).
Dan pada akhirnya, dengan momentum Hardiknas kali ini agar bisa dijadikan bahan evaluasi terhadap kebijakan pendidikan yang masih jauh dari harapan masyarakat. Sudah seharusnya pemerintah lewat Kemetrian Pendidikan (Kemendiknas) menyiapkan pola-pola ataupun strategi yang lebih baik untuk pendidikan di tanah air ini. Karena untuk menyiapkan bangsa yang besar, terlebih dahulu yang harus di cerdaskan adalah masyarakatnya. Dengan metode pendidikan yang jelas dan terarah, masyarakat menjadi cerdas dan bangsa pun bisa maju. Titik.


Melki Hartomi AS
Mahasiswa Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST)
Yogyakarta

0 komentar:

Posting Komentar

Featured

 

BIDADARI KECILKU

BIDADARI KECILKU

EKSPRESI

EKSPRESI

Once Time Ago

Once Time Ago

Aspiratif CyberMedia Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template